Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:
Kapal penjelajah Jepang Aoba yang rusak berat menurunkan
awak kapal yang tewas dan luka di dekat Buin, Bougainville
dan Kepulauan Shortland beberapa jam setelah pertempuran
12 Oktober 1942.
Pertempuran Tanjung Esperance atau dikenal sebagai Pertempuran Pulau Savo Kedua, dan menurut sumber Jepang sebagai Pertempuran Laut Pulau Savo adalah pertempuran laut yang terjadi dari 11 Oktober hingga 12 Oktober 1942 semasa Perang Pasifik Perang Dunia II antara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dan Angkatan Laut Amerika Serikat. Pertempuran ini merupakan pertempuran ketiga dari lima pertempuran laut terbesar sepanjang kampanye Guadalkanal, dan terjadi di jalan masuk selat antara Pulau Savo dan Guadalkanal di Kepulauan Solomon.

Pada malam 11 Oktober 1942, armada angkatan laut Jepang di kawasan Kepulauan Solomon di bawah komando Gunichi Mikawa mengirimkan konvoi pengangkut bala bantuan dan perbekalan secara besar-besaran untuk pasukan Jepang di Guadalkanal. Konvoi Mikawa terdiri dari dua kapal induk pesawat terbang laut dan enam kapal perusak di bawah komando Laksamana Muda Takatsugu Jojima. Pada saat yang bersamaan namun dalam operasi terpisah, tiga kapal penjelajah berat dan dua kapal perusak di bawah komando Laksamana Muda Aritomo Gotō diberangkatkan untuk melakukan misi bombardemen terhadap lapangan terbang Sekutu di Guadalkanal (disebut Lapangan Udara Henderson oleh Sekutu) dengan maksud menghancurkan pesawat-pesawat dan fasilitas lapangan terbang Sekutu.

Sesaat sebelum tengah malam 11 Oktober 1942, armada Amerika Serikat yang terdiri dari empat kapal penjelajah dan lima kapal perusak di bawah komando Laksamana Muda Norman Scott mengadang armada Jepang yang berada di bawah komando Gotō ketika sedang mendekati Pulau Savo, dekat Guadalkanal. Pengadangan Sekutu tidak diduga sebelumnya oleh pihak Jepang. Kapal-kapal perang di bawah komando Scott berhasil menenggelamkan satu kapal penjelajah Jepang. Salah satu kapal perusak Scott juga mengakibatkan kerusakan berat pada kapal penjelajah Jepang, serta menewaskan Laksamana Muda Aritomo Gotō yang berada di kapal itu. Sebagai akibatnya, kapal-kapal perang Jepang lainnya membatalkan misi bombardemen dan mundur. Dalam tembak-menembak, satu dari kapal perusak Amerika Serikat tenggelam, serta satu kapal penjelajah dan satu kapal perusak mengalami rusak berat. Sementara pertempuran berlangsung, konvoi logistik Jepang berhasil membongkar muatan di Guadalkanal, dan memulai pelayaran kembali ke pangkalan tanpa pernah ditemukan oleh armada Amerika Serikat. Pada pagi keesokan harinya tanggal 12 Oktober 1942, empat kapal perusak Jepang dari konvoi logistik berbalik arah untuk membantu kapal-kapal armada Gotō yang rusak. Dua dari empat kapal perusak Jepang tersebut tenggelam pada hari yang sama setelah menjadi korban serangan udara yang dilakukan pesawat-pesawat Amerika Serikat dari Lapangan Udara Henderson.

Meskipun pertempuran berakhir dengan kemenangan armada Amerika Serikat, pertempuran ini hanya sedikit memiliki nilai strategis secara langsung. Hanya dua malam setelah pertempuran, dua kapal tempur Jepang sudah datang kembali melakukan bombardemen dan hampir menghancurkan Lapangan Udara Henderson. Jepang juga kemudian berhasil mendaratkan lebih banyak pasukan bala bantuan di Guadalkanal.

Latar Belakang

Pada 7 Agustus 1942, tentara Sekutu (terutama Amerika Serikat) mendarat di Guadalkanal, Tulagi, dan Kepulauan Florida di Kepulauan Solomon. Pendaratan Sekutu dimaksudkan untuk mencegah Jepang menggunakan Guadalkanal sebagai pangkalan militer yang mengancam rute pengiriman materiil antara Amerika Serikat dan Australia, mengamankan pulau-pulau tersebut sebagai titik tolak untuk kampanye mengisolasi pangkalan utama Jepang di Rabaul, serta mendukung kampanye Nugini yang dilancarkan Sekutu. Kampanye Guadalkanal nantinya berlangsung selama enam bulan.

Dalam serangan senja 8 Agustus 1942 yang mengejutkan Jepang, pasukan Sekutu yang sebagian besar terdiri dari Korps Marinir Amerika Serikat berhasil merebut Tulagi serta pulau-pulau kecil yang berdekatan, berikut lapangan terbang di Guadalkanal yang sedang dibangun Jepang. Setelah lapangan terbang tersebut selesai, Sekutu menyebutnya sebagai Lapangan Udara Henderson. Pesawat-pesawat Sekutu yang berpangkalan di Henderson dijuluki "Angkatan Udara Kaktus" (kaktus adalah sandi Sekutu untuk Guadalkanal).

Sebagai reaksi terhadap pendaratan Sekutu di Guadalkanal, Markas Umum Kekaisaran Jepang menugaskan Angkatan Darat 17 untuk merebut kembali Guadalkanal. Angkatan Darat 17 adalah kesatuan seukuran korps di bawah pimpinan Letnan Jenderal Harukichi Hyakutake yang bermarkas di Rabaul. Sejak 19 Agustus 1942, berbagai kesatuan dari Angkatan Darat 17 mulai berdatangan di Guadalkanal.

Akibat ancaman serangan udara pesawat-pesawat Angkatan Udara Kaktus, Jepang tidak dapat menggunakan kapal-kapal angkut yang besar dan lambat untuk mengantarkan pasukan dan perbekalan ke Guadalkanal. Sebagai penggantinya, Jepang menggunakan kapal-kapal perang, terutama kapal penjelajah ringan atau kapal perusak. Konvoi perbekalan Jepang biasanya dapat melakukan pelayaran ke Guadalkanal melewati Selat Georgia Baru dan kembali dengan selamat ke pangkalan hanya dalam satu malam. Misi pelayaran pulang pergi ini dilakukan sejak matahari terbenam hingga sebelum matahari terbit, dan dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan diserang pesawat-pesawat Angkatan Udara Kaktus.

Meskipun demikian, pengangkutan pasukan dengan kapal-kapal perang tidak memungkinkan dibawanya perbekalan serta alat-alat berat, seperti artileri berat, kendaraan, dan sebagian besar amunisi serta makanan. Selain itu, penggunaan kapal perusak untuk mengantarkan perbekalan mengakibatkan berkurangnya persediaan kapal perusak yang betul-betul dibutuhkan untuk melindungi konvoi armada Jepang. Sekutu menjuluki konvoi kapal perang berkecepatan tinggi Jepang yang dipakai mengantarkan perbekalan selama Kampanye Guadalkanal sebagai "Tokyo Ekspres". Sebaliknya, pihak Jepang menyebutnya sebagai "Angkutan Tikus".

Sebelum perang, Angkatan Laut Jepang melakukan latihan malam secara intensif. Kemampuan armada Jepang melakukan operasi malam memungkinkan mereka menguasai laut sekitar Kepulauan Solomon pada malam hari. Namun selama siang hari, setiap kapal Jepang yang berada dalam radius jelajah pesawat-pesawat Angkatan Udara Kaktus (sekitar 320 km) terancam bahaya serangan udara. Situasi tersebut berlangsung selama berbulan-bulan selama kampanye. Superioritas laut Jepang yang berlangsung dari matahari terbenam hingga matahari terbit nantinya tidak terbukti dapat membantu Jepang memenangi kampanye Guadalkanal.

Usaha besar-besaran yang pertama dilakukan Angkatan Darat Jepang untuk merebut kembali Lapangan Udara Henderson dilakukan pada 21 Agustus 1942 dalam Pertempuran Tenaru, dan kemudian dalam Pertempuran Punggung Bukit Edson 12 September hingga 14 September. Kedua usaha tersebut gagal. Jepang menjadwalkan serangan berikutnya untuk merebut kembali Lapangan Udara Henderson pada tanggal 20 Oktober 1942. Sebagai persiapan sebelum dikerahkan ke Guadalkanal, Jepang memindahkan sebagian besar anggota Divisi Infanteri 2 dan Divisi Infanteri 38 yang berjumlah 17.500 orang dari Hindia Belanda ke Rabaul. Antara 14 September dan 9 Oktober 1942, konvoi Tokyo Ekspres berkali-kali berhasil mengantarkan pasukan dari Divisi Infanteri 2 ke Guadalkanal, termasuk membawa Jenderal Hyakutake. Selain memakai kapal penjelajah dan kapal perusak, misi Tokyo Ekspres beberapa kali mengikutsertakan kapal induk pesawat terbang laut Nisshin untuk mengantarkan peralatan berat ke Guadalkanal, termasuk kendaraan dan artileri berat yang tidak dapat dibawa oleh kapal-kapal perang jenis lain karena keterbatasan ruang kargo. Angkatan Laut Jepang berjanji untuk mendukung ofensif angkatan darat dengan mengantarkan pasukan, peralatan, dan perlengkapan yang diperlukan di Guadalkanal. Selain itu, pihak angkatan laut juga berjanji untuk mengirim kapal-kapal perang untuk melakukan bombardemen dan meningkatkan frekwensi serangan udara ke Lapangan Udara Henderson.

Sementara itu, komandan seluruh tentara Sekutu di Pasifik Selatan Laksamana Madya Robert L. Ghormley berhasil diyakinkan oleh komandan Angkatan Darat Amerika Serikat di Pasifik Selatan Mayor Jenderal Millard F. Harmon bahwa Marinir di Guadalkanal perlu segera diperkuat bila Sekutu ingin berhasil mempertahankan Guadalkanal dari ofensif Jepang yang berikut. Pada 8 Oktober 1942, total 2.837 anggota Resimen Infanteri 164 dari Divisi Americal Angkatan Darat Amerika Serikat menaiki kapal-kapal di Kaledonia Baru untuk memulai perjalanan ke Guadalkanal. Perkiraan tanggal kedatangan mereka pada 13 Oktober 1942.

Laksamana Muda Norman Scott.
Sebagai pelindung kapal-kapal angkut yang membawa Resimen 164 ke Guadalkanal, Ghormley memerintahkan Gugus Tugas 64 (TF 64) yang berkekuatan empat kapal penjelajah (San Francisco, Boise, Salt Lake City, dan Helena), ditambah lima kapal perusak (Farenholt, Duncan, Buchanan, McCalla, dan Laffey) di bawah pimpinan Laksamana Muda Norman Scott untuk mencegat dan menghancurkan setiap kapal Jepang yang mendekati Guadalkanal dan mengancam konvoi Sekutu. Scott melakukan satu kali latihan pertempuran malam hari bersama kapal-kapalnya pada tanggal 8 Oktober. Setelah itu, gugus tugas di bawah komando Scott mengambil posisi di selatan Guadalkanal dekat Pulau Rennell pada 9 Oktober untuk menunggu kabar adanya gerakan kapal-kapal Jepang yang menuju selatan Kepulauan Solomon.

Sambil meneruskan persiapan untuk ofensif bulan Oktober, staf Laksamana Madya Gunichi Mikawa dari Armada 8 Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang bermarkas di Rabaul menjadwalkan sebuah misi Tokyo Ekspres yang besar dan penting pada malam 11 Oktober 1942. Nisshin dibantu oleh Chitose mengantarkan 728 prajurit, empat howitzer besar, dua meriam lapangan, satu senapan antipesawat, dan bermacam-macam amunisi dalam jumlah besar serta peralatan lainnya dari pangkalan Angkatan Laut Jepang di Kepulauan Shortland dan dari Buin, Bougainville ke Guadalkanal. Enam kapal perusak, lima di antaranya membawa pasukan, mengiringi Nisshin dan Chitose. Konvoi logistik yang disebut "Gugus Bala Bantuan" oleh pihak Jepang, berada di bawah komando Laksamana Muda Takatsugu Jojima. Pada saat yang bersamaan tapi dalam operasi terpisah, tiga kapal penjelajah berat dari Divisi Penjelajah 6, Aoba, Kinugasa, dan Furutaka di bawah komando Laksamana Muda Aritomo Gotō, berangkat untuk menghancurkan Angkatan Udara Kaktus berikut fasilitas lapangan terbang yang ada dengan melakukan bombardemen memakai peluru peledak khusus terhadap Lapangan Udara Henderson. Divisi Penjelajah 6 dikawal oleh dua kapal perusak yang berperan sebagai kapal tabir, Fubuki dan Hatsuyuki. Pihak Jepang tidak mengantisipasi adanya perlawanan armada Sekutu karena kapal-kapal Angkatan Laut Amerika Serikat belum pernah sekali pun berupaya menghalangi misi-misi Tokyo Ekspres ke Guadalkanal.

Pertempuran

Pendahuluan
Hari Minggu, 11 Oktober 1942, pukul 08.00, gugus armada bala bantuan Jojima berangkat dari pelabuhan Kepulauan Shortland untuk memulai pelayaran sejauh 250 mi (400 km) melintasi Selat Georgia Baru ke Guadalkanal. Enam kapal perusak yang menyertai Nisshin and Chitose adalah Asagumo, Natsugumo, Yamagumo, Shirayuki, Murakumo, dan Akizuki. Armada bombardemen pimpinan Gotō berangkat dari Kepulauan Shortland menuju Guadalkanal pada pukul 14.00 hari yang sama.

Sebagai perlindungan bagi gugus bala bantuan Jojima dari serangan Angkatan Udara Kaktus ketika mendekati Guadalkanal, Armada Udara 11 Jepang yang berpangkalan di Rabaul, Kavieng, dan Buin merencanakan dua kali serangan udara ke Lapangan Udara Henderson pada 11 Oktober. Sejumlah 17 pesawat A6M Zero melaksanakan sweeping ke Lapangan Udara Henderson persis setelah tengah hari, tapi gagal bertemu dengan satu pun pesawat Amerika Serikat. Empat puluh lima menit kemudian, gelombang kedua yang berkekuatan 45 pesawat pengebom Mitsubishi G4M2 Tipe 1 dan 30 pesawat Zero tiba di atas Lapangan Udara Henderson. Dalam pertempuran udara di atas Henderson, satu pengebom Tipe 1 Jepang dan dua pesawat tempur Amerika Serikat tertembak jatuh. Meskipun gagal menimbulkan kerusakan yang berarti, serangan Jepang berhasil mencegah ditemukannya gugus bala bantuan Jepang oleh pesawat pengebom Angkatan Udara Kaktus. Ketika gugus bala bantuan sudah memasuki Selat Georgia Baru, pesawat-pesawat Zero dari Armada Udara 11 datang untuk memberikan pengawalan. Konvoi bala bantuan Jojima begitu penting bagi rencana Jepang hingga misi penerbangan terakhir pada hari itu diperintahkan untuk tetap mengudara di atas konvoi hingga hari gelap. Setelah itu, penerbang diperintahkan untuk mendaratkan pesawatnya di laut dan menunggu hingga dipungut oleh kapal-kapal perusak dari gugus bala bantuan. Hanya ada satu orang pilot yang berhasil ditemukan dari keseluruhan enam pesawat Zero yang melakukan pendaratan di laut.

Pesawat pengintai Sekutu melihat konvoi bala bantuan Jojima kira-kira 210 mi (340 km) dari Guadalkanal, antara Kolombangara dan Choiseul di Selat Georgia Baru pada pukul 14.45 tanggal 11 Oktober. Kekuatan armada Jepang dilaporkan sebagai dua "kapal penjelajah" dan enam kapal perusak. Armada bombardemen pimpinan Gotō yang berada di belakang konvoi tidak terlihat oleh pesawat pengintai. Sebagai reaksi terhadap kedatangan armada Jojima, Scott pada pukul 16.07 memerintahkan kapal-kapalnya berbelok menuju Guadalkanal untuk melakukan pencegatan.

Hingga saat itu, armada Sekutu selalu kalah dalam setiap pertempuran laut malam hari melawan Angkatan Laut Jepang. Delapan kapal penjelajah dan tiga kapal perusak Sekutu telah tenggelam tanpa berhasil menenggelamkan satu pun kapal perang Jepang. Sadar akan keunggulan Jepang dalam pertempuran malam, Scott menyusun rencana tempur sederhana untuk menghadapi pertempuran laut yang segera terjadi. Scott memerintahkan kapal-kapalnya untuk berlayar dalam formasi kolom. Kapal-kapal perusak berada paling depan dan di belakang barisan kapal penjelajah. Kapal-kapal perusak akan menerangi setiap target dengan lampu sorot dan melepaskan torpedo-torpedo, sementara kapal-kapal penjelajah menembakkan meriam ke setiap sasaran yang ada tanpa harus menunggu komando. Pesawat terbang laut yang diangkut oleh kapal penjelajah akan diluncurkan lebih awal untuk menemukan dan menerangi kapal-kapal perang Jepang dengan suar. Di pihak Amerika Serikat, meskipun Helena dan Boise sudah dilengkapi dengan radar SG model baru yang sudah ditingkatkan kemampuannya, Scott tetap memilih San Francisco sebagai kapal komando.

Pada pukul 22.00, ketika kapal-kapal Scott sudah mendekati Tanjung Hunter yang berada di ujung barat daya Guadalkanal, tiga kapal penjelajah Scott memberangkatkan pesawat-pesawat terbang laut. Salah satunya mengalami kecelakaan ketika lepas landas, namun dua lainnya selamat dan berpatroli di atas Pulau Savo, Guadalkanal, dan Selat Ironbottom. Ketika pesawat terbang laut Sekutu diluncurkan, armada Jojima baru saja melewati sisi barat laut Guadalkanal yang bergunung-gunung. Oleh karena itu, kedua armada tidak saling terlihat satu sama lainnya. Pada pukul 22.20, Jojima mengirim pesan radio kepada Gotō yang berisi kabar tidak adanya kapal-kapal Amerika Serikat yang sedang berada di kawasan sekitarnya. Walaupun mendengar pesawat-pesawat terbang laut Scott yang terbang di atas mereka sewaktu membongkar muatan di pantai utara Guadalkanal, anak buah Jojima tidak berhasil melaporkan hal ini kepada Gotō.

Pukul 22.33, tidak lama setelah melewati Tanjung Esperance, kapal-kapal Scott bersiap dalam formasi tempur. Farenholt, Duncan, dan Laffey berada paling depan dalam formasi kolom, diikuti oleh San Francisco, Boise, Salt Lake City, dan Helena. Kapal perusak Buchanan dan McCalla berada di paling belakang. Jarak antara kapal masing-masing berkisar antara 460 m hingga 640 m. Jarak pandang waktu itu buruk. Bulan yang sudah terbenam tidak menyisakan cahaya sedikit pun. Horison laut tidak terlihat.

Peta yang menunjukkan gerakan kapal-kapal
Gotō dan Jojima selama pertempuran. Garis
abu-abu terang yang melingkari Pulau Savo
menunjukkan rute yang diambil armada Gotō
sewaktu datang dan pergi setelah melakukan
misi bombardemen. Hatsuyuki salah
diidentifikasi sebagai Murakumo.
Armada Gotō melewati beberapa hujan badai sewaktu mereka mendekati Guadalkanal dengan kecepatan 30 kn (35 mph; 56 km/jam). Sebagai pemimpin kapal-kapal Jepang dalam formasi kolom, kapal penjelajah Aoba yang dijadikan kapal bendera oleh Gotō berada di depan, diikuti Furutaka dan Kinugasa. Aoba diapit oleh Fubuki di lambung kanan dan Hatsuyuki di lambung kiri. Pada pukul 23.30, kapal-kapal Gotō keluar dari rangkaian hujan badai yang terakhir, dan mulai terlihat dalam cakupan radar Helena dan Salt Lake City. Namun, kapal-kapal Jepang yang tidak dilengkapi dengan radar, masih belum menyadari kapal-kapal armada Scott sudah dekat.

Aksi
Pada pukul 23.00, pesawat pengintai dari San Francisco melihat armada Jojima di dekat Guadalkanal. Scott yang menerima laporan tersebut percaya masih banyak lagi kapal-kapal Jepang yang akan segera datang. Kapal-kapalnya tetap diperintahkan untuk melanjutkan pelayaran ke arah sisi barat Pulau Savo. Pada pukul 23.33, Scott memerintahkan kapal-kapalnya yang sedang berlayar dalam formasi kolom untuk berbelok menuju barat daya ke arah 230°. Perintah Scott dimengerti oleh semua kapal-kapal dalam armadanya sebagai berbelok dalam formasi kolom, kecuali kapal San Francisco yang ditumpangi Scott. Ketika tiga kapal-kapal perusak yang berada di depan San Francisco berbelok dalam formasi kolom, San Francisco ikut berbelok pada waktu bersamaan. Boise yang posisinya berada di belakang San Francisco juga ikut berbelok. Akibatnya, tiga kapal perusak terdepan menjadi berada di luar formasi.

Pada pukul 23.32, radar Helena mendeteksi kapal-kapal perang Jepang berada dalam jarak kira-kira 25.300 m. Pukul 23.35, radar di Boise dan Duncan juga mendeteksi kapal-kapal perang armada Gotō. Antara pukul 23.42 dan 23.44, Helena dan Boise melaporkan penemuan mereka kepada Scott yang berkedudukan di atas San Francisco. Namun Scott keliru memahami laporan kontak radar yang disampaikan Boise dan Helena. Ia menyangka laporan itu merupakan hasil pelacakan terhadap posisi tiga kapal kapal perusak dalam armadanya yang terpisah dari formasi ketika sedang berbelok dalam formasi kolom. Scott menghubungi Farenholt lewat radio untuk menanyakan kalau-kalau Farenholt bermaksud untuk mengambil kembali posisinya sebagai kapal terdepan dalam formasi kolom. Farenholt menjawab, "Afirmatif, kami datang dari lambung kanan." Jawaban itu makin meyakinkan Scott bahwa laporan kontak radar yang diberikan kepadanya adalah mengenai posisi kapal-kapal perusak yang tergabung dalam armadanya.

Pukul 23.45, Farenholt dan Laffey masih belum menyadari adanya kapal-kapal Gotō yang sedang mendekat. Kedua kapal tersebut malah menambah kecepatan untuk kembali ke posisi sebelumnya sebagai kapal terdepan dalam formasi. Namun, awak kapal Duncan menduga Farenholt dan Laffey sedang memulai serangan ke kapal-kapal perang Jepang. Duncan ikut menambah kecepatan sebagai persiapan melakukan serangan torpedo ke arah armada Gotō. Semuanya dilakukan awak kapal Duncan tanpa memberi tahu Scott tentang tindakan yang sedang mereka lakukan. Radar San Francisco juga mendeteksi kapal-kapal Jepang, namun Scott tidak lagi diberi tahu tentang kontak radar tersebut. Pukul 23.45, kapal-kapal Gotō hanya berada 4.600 m jauhnya dari formasi Scott, dan terlihat oleh petugas jaga di atas Helena dan Salt Lake City. Kapal-kapal Amerika Serikat dalam posisi crossing the T di depan formasi kapal-kapal Jepang, dan memberikan keuntungan taktis yang signifikan bagi armada Scott. Pukul 23.46, Helena masih berasumsi Scott sudah tahu tentang adanya kapal-kapal Jepang yang sedang mendekat dengan kecepatan tinggi. Lewat radio, Helena menghubungi Scott untuk meminta izin memulai tembakan. Kontak radio tersebut dilakukan memakai prosedur permintaan yang umum, yakni kata-kata "Interrogatory Roger" yang pada dasarnya berarti "Apakah kami diizinkan bertindak?" Scott hanya menjawab "Roger" untuk mengonfirmasikan telah diterimanya pesan radio dari Helena. Namun jawaban dari Scott bukanlah perintah untuk memulai tembakan. Setelah mendengar "Roger" yang diucapkan Scott, awak Helena menduga izin telah diberikan, dan langsung memulai tembakan yang segera diikuti Boise dan Salt Lake City. Scott semakin terkejut setelah mengetahui kapalnya sendiri, San Francisco juga mulai menembak.

Peta jejak Angkatan Laut Amerika Serikat
yang secara akurat menggambarkan gerakan
kapal-kapal Amerika Serikat (garis-garis
di bagian bawah), namun tidak halnya
dengan gerakan kapal-kapal Jepang
(garis-garis tebal, bagian atas).
Serangan dadakan armada Scott betul-betul mengejutkan armada Gotō. Beberapa menit sebelumnya, pada pukul 23.43, para petugas jaga di atas Aoba sebelumnya telah melihat armada Scott. Namun Gotō membuat kesalahan fatal. Kapal-kapal armada Scott diidentifikasinya sebagai kapal-kapal Jojima. Dua menit kemudian, para petugas jaga di Aoba mengenali kapal-kapal yang dilihat mereka sebagai kapal musuh. Meskipun telah diberi tahu, Gotō masih tetap ragu-ragu dan memerintahkan kapal-kapalnya untuk mengirimkan sinyal identifikasi. Ketika awal kapal Aoba sedang melaksanakan perintah Gotō, tembakan salvo pertama dari kapal Amerika Serikat menghantam bangunan atas Aoba yang segera menjadi korban dari 40 kali tembakan meriam dari Helena, Salt Lake City, San Francisco, Farenholt, dan Laffey. Ledakan peluru-peluru meriam membuat sistem komunikasi Aoba rusak berat. Dua kubah meriam utama hancur begitu pula pembidik meriam utama. Beberapa proyektil kaliber besar menembus anjungan komando Aoba tanpa meledak, namun daya tumbukan yang ditimbulkannya menewaskan banyak awak kapal. Gotō menderita luka parah hingga kemudian tewas.

Scott ternyata masih juga tidak yakin kapal-kapalnya menembak ke arah kapal kawan atau lawan. Pada pukul 23.47, anak buahnya diperintahkan untuk menghentikan tembakan. Scott khawatir kapal-kapalnya sedang menembaki kapal-kapal perusak dari armada sendiri. Namun, tidak semua anak buah taat kepada perintahnya. Scott memerintahkan Farenholt untuk mengirimkan isyarat pengenal. Setelah melihat Farenholt berada dekat dengan formasinya, Scott pada pukul 23.51, memberi perintah kepada anak buahnya untuk memulai kembali tembakan.

Masih terkena tembakan-tembakan telak, Aoba berbelok ke arah lambung kanan untuk menjauh dari formasi Scott, dan mulai membuat tabir asap untuk mengelabui kapal-kapal Scott bahwa kapal itu sedang tenggelam. Armada Scott lalu mengalihkan tembakan ke Furutaka yang sedang berada di belakang Aoba. Pada pukul 23.49, tabung peluncur torpedo Furutaka kena, api besar menyala hingga mengundang lebih banyak tembakan meriam dari kapal-kapal Scott. Pukul 23.58, sebuah torpedo dari Buchanan menghantam Furutaka di bagian kamar mesin depan, menyebabkan kerusakan parah. Pada saat yang bersamaan, San Francisco dan Boise melihat Fubuki yang jauhnya kira-kira 1.300 m, dan memberondongnya dengan tembakan meriam, disusul oleh tembakan dari kapal-kapal Scott yang lain. Fubuki rusak berat dan segera tenggelam. Kinugasa dan Hatsuyuki berbelok ke lambung kiri dan bukan ke lambung kanan untuk melarikan diri dari incaran kapal-kapal Amerika Serikat.

Selama berlangsungnya tembak-menembak, Farenholt terkena beberapa tembakan jitu dari kapal-kapal Jepang dan juga kapal-kapal kawan. Beberapa awak tewas. Farenholt melarikan diri dengan cara berlayar memotong di depan San Francisco dan melewati kolom kapal-kapal Scott pada sisi kapal yang tidak sedang menembak. Duncan yang masih melakukan serangan torpedo secara solo terhadap formasi kapal-kapal Jepang, juga terkena tembakan dari kapal kawan dan lawan hingga terbakar, dan melarikan diri dari baku tembak.

Ketika kapal-kapal Gotō berusaha melarikan diri, kapal-kapal Scott mengetatkan formasi mereka, dan berbelok untuk mengejar kapal-kapal perang Jepang yang sedang mundur. Pukul 00.06, Boise nyaris terkena dua torpedo dari Kinugasa. Awak Boise dan Salt Lake City menyalakan lampu sorot untuk menemukan target kapal-kapal Jepang. Namun setelah lampu-lampu sorot menyala, kedua kapal tersebut justru berubah menjadi sasaran empuk bagi penembak meriam di Kinugasa. Pukul 00.10, dua peluru meriam dari Kinugasa meledak di gudang amunisi utama antara kubah meriam satu dan dua. Ledakan yang diakibatkannya menewaskan hampir 100 awak dan hampir meledakkan kapal hingga berkeping-keping. Air laut masuk membanjiri melalui lubang robekan besar di lambung kapal yang diakibatkan ledakan. Kebakaran padam oleh banjiran air laut sebelum api dapat meledakkan gudang mesiu kapal. Boise segera mengubah arah untuk keluar dari formasi kolom, dan mengundurkan diri dari pertempuran. Kinugasa dan Salt Lake City saling tembak-menembak, masing-masing terkena tembakan beberapa kali. Kinugasa mengalami kerusakan kecil. Sebaliknya, salah satu boiler di Salt Lake City rusak sehingga kapal itu terpaksa mengurangi kecepatan.

Pukul 00.16, Scott memerintahkan kapal-kapalnya untuk berbelok ke arah 330° sebagai upaya mengejar kapal-kapal Jepang yang sedang melarikan diri. Namun armada Gotō dengan cepatnya sudah tidak terlihat lagi oleh armada Scott. Semua tembak-menembak berhenti pada pukul 00.20. Formasi kapal-kapal Amerika Serikat telah menjadi berantakan. Scott lalu memerintahkan kapal-kapalnya berbelok ke arah 205° untuk mundur diri.

Mundur
Selama terjadinya pertempuran antara kapal-kapal Scott dan kapal-kapal Gotō, gugus bala bantuan Jojima berhasil membongkar muatan di Guadalkanal, dan memulai perjalanan pulang. Armada Jojima mengambil rute pelayaran melewati sebelah selatan Kepulauan Russell dan Georgia Baru sehingga tidak terlihat oleh kapal-kapal Scott. Meskipun menderita kerusakan yang meluas, Aoba masih dapat bergabung dengan Kinugasa ketika mengundurkan diri ke utara melalui Selat Georgia Baru. Kerusakan di atas kapal Furutaka menyebabkannya kapal itu kehilangan tenaga mesin sekitar pukul 00.50, dan lalu tenggelam di kira-kira 35 km sebelah barat laut Pulau Savo pada pukul 02.28. Hatsuyuki memunguti awak kapal Furutaka yang selamat dan ikut mundur ke arah utara.

Kebakaran di atas Boise telah dapat dipadamkan pada pukul 02.40, dan sudah bergabung kembali dengan formasi kapal-kapal Scott pada pukul 03.05. Kebakaran di atas Duncan tidak dapat dipadamkan, sehingga ditinggalkan oleh para awak kapal pada pukul 02.00. Scott yang belum mengetahui nasib Duncan, menugaskan McCalla untuk melakukan misi pencarian. Sementara itu, Scott membawa kapal-kapalnya mundur hingga ke Nouméa, dan tiba pada siang hari 13 Oktober 1942. McCalla menemukan lokasi Duncan yang sedang terbakar dalam keadaan ditinggalkan awaknya sekitar pukul 03.00. Beberapa awak kapal McCalla tetap berusaha menjaga Duncan agar tidak tenggelam. Namun pada pukul 12.00, mereka menyerah setelah dinding sekat bagian dalam Duncan runtuh, dan akhirnya kapal itu mulai tenggelam di 9,7 km utara Pulau Savo. Dengan menaiki perahu-perahu, tentara Amerika Serikat dari Guadalkanal membantu McCalla mengangkati awak-awak kapal Duncan yang selamat dan terpencar-pencar di laut sekitar Pulau Savo. Secara keseluruhan, 195 pelaut Duncan selamat, 48 tewas. Ketika sedang menolong awak kapal Duncan, tentara Amerika Serikat menemukan lebih dari 100 awak kapal Fubuki yang selamat sedang terapung-apung di sekitar tempat yang sama. Pada awalnya, para pelaut Jepang menolak semua usaha penyelamatan, namun keesokan harinya membolehkan diri mereka dipungut untuk dijadikan tawanan perang.

Jojima yang mendapat kabar tentang musibah yang menimpa armada bombardemen Gotō, mengutus kapal perusak Shirayuki dan Murakumo untuk membantu Furutaka dan para awaknya yang selamat. Kapal perusak Asagumo dan Natsugumo ditugaskannya untuk berlayar sampai di titik pertemuan dengan Kinugasa yang sebelumnya telah berhenti di tengah rute pelarian ke utara untuk melindungi penarikan mundur kapal-kapal Jojima. Pukul 07.00, lima pesawat pengebom tukik SBD Dauntless dari Angkatan Udara Kaktus menyerang Kinugasa, tapi tidak menyebabkan kerusakan. Pada pukul 08.20, 11 pesawat SBD kembali menemukan dan menyerang Shirayuki dan Murakumo. Walaupun serangan pesawat SBD tidak ada yang kena, sebuah bom yang nyaris mengenai Murakumo menyebabkannya bocornya oli. Kebocoran oli menimbulkan jejak di laut sehingga Murakumo dapat diikuti oleh pesawat-pesawat Angkatan Udara Kaktus lainnya. Beberapa waktu kemudian, 7 pesawat SBD Angkatan Udara Kaktus, ditambah 6 pesawat pengebom torpedo TBF Avenger dan 14 F4F Wildcat menemukan kembali Shirayuki dan Murakumo yang sedang berada 170 mi (270 km) dari Guadalkanal. Dalam serangan tersebut, Murakumo terkena sebuah torpedo di bagian mesin hingga mesin mati. Sementara itu, Aoba dan Hatsuyuki tiba dengan selamat di pangkalan laut Jepang di Kepulauan Shortland pada pukul 10.00.

Ketika kapal perusak Asagumo dan Natsugumo sedang bergegas untuk membantu Murakumo, pada pukul 15.45, Asagumo dan Natsugumo diserang oleh kelompok lain pesawat Angkatan Udara Kaktus yang berkekuatan 11 pesawat SBD dan TBF, serta 12 pesawat tempur sebagai pengawal. Sebuah bom yang dijatuhkan pesawat SBD kena hampir persis di tengah-tengah kapal hingga Natsugumo rusak berat. Dua bom lainnya juga nyaris menghantam Natsugumo. Setelah awak kapalnya yang selamat diambil oleh Asagumo, Natsugumo tenggelam pada pukul 16.27. Murakumo yang sudah dalam keadaan lumpuh tanpa mesin, juga dijadikan sasaran oleh pesawat-pesawat Angkatan Udara Kaktus hingga terbakar. Setelah ditinggalkan para awaknya, Shirayuki menenggelamkan Murakumo dengan sebuah tembakan torpedo. Setelah selesai menyelamatkan para awak Murakumo dari laut, Shirayuki bergabung dengan sisa kapal-kapal perang Jepang lainnya yang sedang dalam pelayaran pulang ke Kepulauan Shortland.

Buntut Peristiwa dan Nilai Penting

Kolonel Laut Kikunori Kijima mengklaim armadanya telah menenggelamkan dua kapal penjelajah Amerika Serikat dan satu kapal perusak. Kijima adalah kepala staf Gotō sekaligus komandan armada bombardemen yang memimpin perjalanan pulang ke Kepulauan Shortland setelah tewasnya Laksamana Muda Aritomo Gotō. Kapten kapal Furutaka yang menyelamatkan diri sebelum kapalnya tenggelam, menyalahkan buruknya pengintaian udara dan kepemimpinan staf Armada 8 di bawah Laksamana Mikawa sebagai penyebab tenggelam kapal penjelajah yang dinakhodainya. Walaupun misi pengeboman Gotō gagal, konvoi bala bantuan Jojima berhasil mengantarkan prajurit dan peralatan penting ke Guadalkanal. Aoba berlayar pulang ke Kure, Jepang untuk diperbaiki hingga selesai pada 15 Februari 1943. Kinugasa tenggelam sebulan kemudian dalam Pertempuran Laut Guadalkanal.

Seorang pelaut Amerika Serikat menunjuk
ke papan skor yang ada di atas USS Boise
setelah kembalinya kapal itu ke Amerika
Serikat untuk diperbaiki, November 1942.
Menurut papan skor, Boise telah
membantu menenggelamkan tiga kapal
penjelajah dan tiga kapal perusak.
Catatan tersebut adalah klaim yang dibesar-
besarkan, dan bukan jumlah kapal perang
Jepang yang sebenarnya tenggelam
dalam pertempuran.
Scott mengklaim armadanya telah menenggelamkan tiga kapal penjelajah dan empat kapal perusak Jepang. Berita kemenangan armada Scott dipublikasikan secara luas oleh media massa Amerika Serikat. Boise rusak cukup berat hingga perlu dibawa pulang ke Galangan Kapal Angkatan Laut Philadelphia untuk diperbaiki. Pers Amerika Serikat menjulukinya sebagai "armada satu kapal" untuk memuji-muji kehebatan Boise dalam pertempuran. Pemberitaan seperti itu terutama ditulis untuk menyembunyikan nama-nama kapal lainnya yang terlibat atas alasan keamanan. Boise berada dalam perbaikan hingga 20 Maret 1943.

Meskipun merupakan kemenangan taktis untuk pihak Amerika Serikat, Pertempuran Tanjung Esperance hanya memiliki dampak strategis langsung yang kecil terhadap situasi di Guadalkanal. Hanya dua hari kemudian pada 13 Oktober 1942, kapal tempur Jepang Kongō dan Haruna telah kembali melakukan bombardemen yang hampir-hampir menghancurkan Lapangan Udara Henderson. Keesokan harinya, konvoi besar kapal-kapal Jepang berhasil mengantarkan 4.500 prajurit dan perlengkapan ke Guadalkanal. Pasukan dan peralatan tersebut datang persis ketika Jepang sedang mempersiapkan ofensif darat besar-besaran yang dijadwalkan pada 23 Oktober 1942. Konvoi pasukan Angkatan Darat Amerika Serikat tiba sesuai rencana di Guadalkanal pada 13 Oktober. Mereka nantinya berperan penting dalam pertempuran Lapangan Udara Henderson dari 23 Oktober 1942 hingga 26 Oktober 1942 yang berakhir dengan kemenangan Sekutu.

Kemenangan di Tanjung Esperance tidak juga membantu keakuratan pihak Amerika Serikat dalam menilai keterampilan dan taktik Jepang dalam pertempuran laut malam hari. Amerika Serikat masih belum mengetahui jangkauan dan kemampuan yang sebenarnya dari torpedo-torpedo Jepang, kemampuan alat-alat optika Jepang yang efektif untuk melihat dalam gelap, dan tingginya kemampuan tempur yang dimiliki sebagian besar komandan kapal perusak dan kapal penjelajah Jepang. Komandan kapal-kapal Amerika Serikat secara keliru menerapkan pelajaran dari Pertempuran Tanjung Esperance untuk pertempuran-pertempuran malam berikutnya di Kepulauan Solomon. Mereka secara konsisten berusaha membuktikan bahwa tembakan meriam laut Amerika jauh lebih efektif dibandingkan serangan torpedo Jepang. Dua bulan kemudian dalam Pertempuran Tassafaronga, keyakinan komandan kapal-kapal Amerika Serikat runtuh setelah torpedo-torpedo Jepang menyebabkan salah satu kekalahan terburuk dalam sejarah Angkatan Laut Amerika Serikat. Kemenangan armada Amerika Serikat di bawah pimpinan Laksamana Muda Norman Scott di Tanjung Esperance tidak lebih dari sebuah keberuntungan. Kecerobohan pihak Jepang akhirnya mengakibatkan kapal-kapal Aritomo Gotō dapat dikejutkan oleh armada Scott. Di kemudian hari, menurut seorang perwira junior yang bertugas di atas Helena, "Tanjung Esperance adalah pertempuran segitiga dengan kesempatan sebagai pemenang utamanya."

Sumber: http://id.wikipedia.org/
Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Pertempuran Tanjung Esperance"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments