Previous Next
  • Perang Teluk

    Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki. Akibat invasi ini, Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990...

  • 5 Negara yang Terpecah Akibat Perang Dunia II

    Negara yang terpecah adalah sebagai akibat Perang Dunia II yang lalu di mana suatu negara diduduki oleh negara-negara besar yang menang perang. Perang Dingin sebagai akibat pertentangan ideologi dan politik antara politik barat dan timur telah meyebabkan negara yang diduduki pecah menjadi dua yang mempunyai ideologi dan sistem pemerintahan yang saling berbeda dan yang menjurus pada sikap saling curiga-mencurigai dan bermusuhan. Setelah perang dunia kedua, terdapat empat negara yang terpecah-pecah, antara lain:

  • Serangan Sultan Agung 1628 - 1629

    Silsilah Keluarga Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Dilahirkan tahun 1593, merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyokrowati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banowati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat. Yang menjadi Ratu Wetan adalah putri dari Batang keturunan Ki Juru Martani, melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I)...

  • Perang Dingin

    Perang Dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947—1991. Persaingan keduanya terjadi di berbagai bidang: koalisi militer; ideologi, psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan; dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, yang akhirnya tidak terjadi. Istilah "Perang Dingin" sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara kedua negara adikuasa tersebut...

  • Perang Kamboja-Vietnam

    Pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan saigon tahun 1975, negara-negara anggota ASEAN mencemaskan kemungkinan penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Asia Tenggara. Ketegangan terus memuncak mengingat ASEAN adalah negara-negara Non-Komunis sedangkan negara-negara Indochina adalah negara komunis. Kemenangan Vietnam pada Perang Vietnam sudah tentu mengkhawatirkan ASEAN ditengah rencana Amerika Serikat untuk mengurangi kehadiran pasukannya yang selama ini secara tak langsung melindungi ASEAN dari invasi komunis ke kawasan tersebut...

Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Lokasi pertempuran Sekigahara sekarang.
  • Seusai Pertempuran Sekigahara, Ishida Mitsunari tertangkap oleh pasukan Tanaka Yoshimasa pada tanggal 21 September 1600, sedangkan Konishi Yukinaga tertangkap tanggal 19 September dan Ankokuji Ekei tertangkap tanggal 23 September tahun yang sama. Para tawanan kemudian diarak berkeliling kota di Osaka dan Sakai sebelum dieksekusi di tempat bernama Rokujōgawara yang terletak di pinggir sungai Kamo, Kyoto.
  • Ukita Hideie yang setelah Pertempuran Sekigahara melarikan diri ke provinsi Satsuma berhasil ditangkap oleh Shimazu Tadatsune di akhir tahun 1603. Hideie kemudian diserahkan kepada Tokugawa Ieyasu. Tadatsune dan Maeda Toshinaga yang merupakan kakak dari istri Hideie (Putri Gō) meminta pengampunan atas nyawa Hideie dan dikabulkan oleh Ieyasu. Hukuman mati Ukita Hideie dikurangi menjadi hukuman buang ke pulau Hachijōjima setelah menjalani hukuman kurungan di gunung Kuno, provinsi Suruga.
  • Nastuka Masaie melarikan diri ke tempat tinggalnya di Istana Minakuchi provinsi Ōmi tapi berhasil dikejar oleh pasukan Ikeda Terumasa yang bertempur untuk kubu Pasukan Timur. Masaie melakukan bunuh diri pada tanggal 3 Oktober 1600. Ōtani Yoshitsugu melakukan bunuh diri sewaktu mempertahankan diri dari serangan Kobayakawa Hideaki yang membelot ke kubu Pasukan Timur.
  • Hukuman untuk Shimazu Yoshihiro tidak juga kunjung berhasil diputuskan. Pada bulan April 1602, Tokugawa Ieyasu memutuskan wilayah kekuasaan Yoshihiro diberikan kepada kakaknya yang bernama Shimazu Yoshihisa karena menurut Ieyasu, "Tindakan Yoshihiro bukanlah (tindakan yang) dapat diterima majikan." Hak Yoshihiro sebagai pewaris klan juga dicabut dan putranya yang bernama Shimazu Tadatsune ditunjuk sebagai penggantinya.
  • Mōri Terumoto dinyatakan bersalah karena sebagai panglima tertinggi mengeluarkan berbagai petunjuk untuk mempertahankan Istana Osaka. Wilayah kekuasaan Terumoto dikurangi hingga tinggal menjadi dua provinsi, yakni provinsi Suō dan provinsi Nagato. Pada mulanya, Tokugawa Ieyasu menjanjikan seluruh wilayah klan Mōri untuk Kikkawa Hiroie, tapi kemudian janji ini diubah secara sepihak oleh Ieyasu. Kikkawa Hiroie hanya akan diberi dua provinsi milik klan Mōri yang tersisa (Suō dan Nagato) sehingga pemberian Ieyasu ditolak oleh Hiroie dan kedua provinsi ini tetap menjadi milik klan Mōri.
  • Hak atas semua wilayah kekuasaan Tachibana Muneshige dan Maeda Toshinaga dicabut karena telah menimbulkan kerugian besar pada pasukan Niwa Nagashige. Muneshige dan Nagashige kemudian dipulihkan haknya sebagai daimyo lain berkat jasa baik Tokugawa Hidetada. Muneshige juga menerima kembali bekas wilayah kekuasaannya.
  • Chōsokabe Morichika mengaku bersalah sebagai pembunuh kakak kandungnya yang yang bernama Tsuno Chikatada akibat kesalah pahaman dan laporan bohong yang disampaikan pengikutnya. Tokugawa Ieyasu marah besar hingga merampas semua wilayah kekuasaan Chōsokabe Morichika.
  • Wilayah kekuasaan senilai 1.200.000 koku milik Uesugi Kagekatsu dari Aizu dikurangi menjadi hanya tinggal wilayah Yonezawa bekas kepunyaan Naoe Kanetsugu yang hanya bernilai 300.000 koku.
  • Satake Yoshinobu yang tadinya menguasai provinsi Hitachi yang bernilai 540.000 koku ditukar dengan provinsi Dewa yang hanya bernilai 180.000 koku.
  • Kobayakawa Hideaki berkhianat dari kubu Pasukan Barat dan membelot ke kubu Pasukan Timur ditukar wilayah kekuasaannya dari provinsi Chikuzen yang cuma bernilai 360.000 koku menjadi provinsi Bizen yang bernilai 570.000 koku. Pada tahun 1602, Kobayakawa Hideaki yang masih berusia 21 tahun meninggal karena sakit gila, tanpa ada anak pewaris dan garis keturunannya putus begitu saja.
  • Wakisaka Yasuharu dan Kutsuki Mototsuna yang membelot ke kubu Pasukan Timur atas ajakan Kobayakawa Hideaki mendapat wilayah kekuasaan. Pembelotan Ogawa Suketada dan Akaza Naoyasu justru sia-sia karena wilayah kekuasaan dirampas oleh Ieyasu. Tokugawa Ieyasu tidak menghargai para pembelot dari kubu Pasukan Barat kecuali Hideaki, Yasuharu dan Mototsuna. Ogawa Suketada memang dikabarkan mempunyai sejarah pembelotan ke sana kemari, lagipula putra pewarisnya merupakan sahabat dekat Ishida Mitsunari. Selain itu, Akaza Naoyasu kabarnya takut mendengar bunyi tembakan. Ogawa Suketada tutup usia setahun sesudah Pertempuran Sekigahara, sedangkan Akaza Naoyasu menjadi pengikut Maeda Toshinaga sebelum mati tenggelam di provinsi Etchū pada tahun 1606.
Di pasca Pertempuran Sekigahara, Tokugawa Ieyasu menghadiahkan pada daimyo pendukung kubu Pasukan Timur dengan tambahan wilayah kekuasaan yang luas.
  • Hosokawa Tadaoki yang tadinya memiliki provinsi Tango (Miyazu) senilai 180.000 koku ditukar dengan provinsi Buzen (Okura) yang bernilai 400.000 koku.
  • Tanaka Yoshimasa yang tadinya memiliki provinsi Mikawa (Okazaki) senilai 100.000 koku ditukar dengan provinsi Chikugo (Yanagawa) yang bernilai 325.000 koku.
  • Kuroda Nagamasa yang tadinya memiliki provinsi Buzen (Nakatsu) senilai 180.000 koku ditukar dengan provinsi Chikuzen (Najima) yang bernilai 530.000 koku.
  • Katō Yoshiakira dipindahkan dari Masaki (provinsi Iyo) yang bernilai 100.000 koku ke Matsuyama yang terletak di provinsi yang sama tapi bernilai 200.000 koku.
  • Tōdō Takatora dipindahkan dari Itajima (provinsi Iyo) yang bernilai 80.000 koku ke Imabari yang terletak di provinsi yang sama tapi bernilai 200.000 koku.
  • Terazawa Hirotaka yang menguasai provinsi Hizen ditingkatkan penghasilannya dari 83.000 koku menjadi 123.000 koku.
  • Yamauchi Kazutoyo yang tadinya memiliki provinsi Tōtōmi (Kakegawa) senilai 70.000 koku ditukar dengan provinsi Tosa yang bernilai 240.000 koku.
  • Fukushima Masanori yang memiliki provinsi Owari (Kiyosu) senilai 200.000 koku ditukar dengan provinsi Aki dan Bingo (Hiroshima) yang bernilai 498.000 koku.
  • Ikoma Kazumasa yang menguasai provinsi Sanuki (Takamatsu) senilai 65.000 koku ditingkatkan penghasilannya menjadi 171.000 koku.
  • Ikeda Terumasa yang menguasai provinsi Mikawa (Yoshida) senilai 152.000 koku dipindahkan ke provinsi Harima (Himeji) yang bernilai 520.000 koku.
  • Asano Kichinaga yang menguasai provinsi Kai senilai 220.000 koku dipindahkan ke provinsi Kii (Wakayama) yang bernilai 376.000 koku.
  • Katō Kiyomasa yang menguasai provinsi Higo ditingkatkan penghasilannya dari 195.000 koku menjadi 515.000 koku.
Para daimyo yang bukan merupakan pengikut Tokugawa Ieyasu sebagian besar diusir ke provinsi-provinsi yang terdapat di sebelah barat Jepang.
  • Date Masamune yang berangkat dari Oshu untuk bergabung dengan kubu Pasukan Timur juga tidak ketinggalan menerima hadiah dari Ieyasu. Provinsi Mutsu (Iwadeyama) yang dimiliki Date Masamune ditingkatkan nilainya dari 570.000 koku menjadi 620.000 koku.
  • Mogami Yoshiaki yang memiliki provinsi Dewa (Yamagata) ditingkatkan penghasilannya dari 240.000 koku menjadi 570.000 koku.
  • Pasca Sekigahara, Nilai wilayah yang langsung berada di bawah kekuasaan Tokugawa Ieyasu bertambah drastis dari 2.500.000 koku menjadi 4.000.000 koku.
  • Wilayah kekuasaan klan Toyotomi yang sewaktu Toyotomi Hideyoshi masih berkuasa bernilai 2.220.000 koku berkurang secara drastis menjadi 650.000 koku. Pelabuhan ekspor-impor di kota Sakai dan Nagasaki yang membiayai klan Toyotomi dijadikan milik Tokugawa Ieyasu, sehingga posisi klan Tokugawa berada di atas klan Toyotomi.
  • Klan Shimazu dari Satsuma yang kalah dan menderita kerugian besar dalam Pertempuran Sekigahara dan klan Mōri dari Chōshū yang dirampas wilayah kekuasaannya menyimpan dendam kesumat terhadap Tokugawa Ieyasu. Klan Mōri dan klan Shimazu harus menunggu 250 tahun untuk dapat menumbangkan kekuasaan Keshogunan Edo yang dibangun Tokugawa Ieyasu.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pertempuran Sekigahara tidak hanya terbatas di provinsi Mino, melainkan juga meluas ke daerah-daerah lain. Sebelum dan sesudah Sekigahara, di berbagai daerah di seluruh Jepang seperti di Tohoku, Hokuriku, Kinai, Kyushu terjadi bentrokan bersenjata yang dapat disebut perang proxy antara daimyo pendukung Pasukan Timur dan daimyo pendukung Pasukan Barat.

Daerah Tohoku


Ada cerita yang didasarkan bukti kuat bahwa penghancuran klan Uesugi akibat dijelek-jelekkan oleh Hori Hideharu yang berada di pihak Pasukan Timur, tapi dokumen yang ditemukan belakangan ini justru membuktikan bahwa Hideharu berada di pihak Pasukan Barat.

Dalam mengawasi pergerakan pasukan Ishida Mitsunari, Ieyasu mengeluarkan perintah untuk kepada Yūki Hideyasu sebagai kekuatan utama dalam mengawasi Uesugi Kagekatsu, dibantu oleh para daimyo yang mempunyai wilayah yang bertetangga dengan wilayah Kagekatsu seperti Mogami Yoshiaki, Hori Hideharu dan Date Masamune.

Mogami Yoshiaki yang ingin wilayah yang dekat dengan laut melihat kesempatan emas untuk merebut wilayah kekuasaan Uesugi menyusun rencana penyerangan bekerja sama dengan Date Masamune. Pengikut setia klan Uesugi seperti Naoe Kanetsugu yang mendengar rencana ini mengambil keputusan untuk menyerang lebih dulu daripada diserang. Pada tanggal 9 September 1600, kekuatan Naoe Kanetsugu yang datang dari arah Yonezawa berhasil mendesak masuk ke dalam wilayah Mogami dan beberapa hari kemudian berhasil mengepung Istana Yamagata yang merupakan tempat kediaman Mogami Yoshiaki.

Setelah kemenangan Tokugawa Ieyasu dalam Sekigahara, Date Masamune yang berada di bawah Pasukan Timur mendapat tambahan wilayah sebanyak 7 distrik yang bernilai 1.000.000 koku. Ieyasu memang menjanjikan 1.000.000 koku bagi daimyo yang mau berpihak kepadanya dalam Sekigahara. Istana Shiraishi yang merupakan wilayah kekuasaan Uesugi kemudian juga diserang dan dikuasai oleh pasukan Date Masamune.

Mogami Yoshiaki yang panik akibat serangan mendadak dari pasukan Uesugi segera meminta bantuan pasukan kepada Date Masamune. Di kalangan pengikut Date Masamune seperti Katakura Kagetsuna berpendapat pasukan Uesugi yang sudah kelelahan bertempur dengan pasukan Mogami dapat ditaklukkan dengan mudah dan wilayah Yamagata dapat dikuasai tanpa bersusah payah.

Date Masamune perlu menolong klan Mogami karena kehancuran klan Mogami akan membuat Uesugi Kagekatsu menjadi ancaman langsung bagi Masamune. Pada tanggal 17 September 1600 Date Masamune menunjuk panglima tertinggi Rusu Masakage untuk menyerang pasukan Naoe Kanetsugu. Ada juga pendapat yang mengatakan Date Masamune kuatir dengan nasib ibunya yang berada di Istana Yamagata disandera oleh Mogami Yoshiaki.

Berkat pasukan tambahan dari Masamune, pasukan pengikut Sakenobe Hidetsuna yang berada di pihak Mogami bertempur gagah berani melawan pasukan Naoe Kanetsugu. Pertempuran menjadi berlangsung seimbang. Istana Hasedō yang dipertahankan Shimura Mitsuyasu hanya dengan sedikit prajurit ternyata tidak bisa juga ditaklukkan oleh Kanetsugu. Setelah hasil Pertempuran Sekigahara diketahui oleh kubu kedua belah pihak pada tanggal 29 September, pertempuran secara cepat dimenangkan pasukan Mogami Yoshiaki.

Naoe Kanetsugu segera memerintahkan pasukannya untuk mundur dengan Maeda Toshimasu berada di bagian paling belakang. Mogami Yoshiaki segera memerintahkan pasukannya untuk mengejar sekaligus memimpin sendiri penyerangan besar-besaran. Pengejaran ini berubah menjadi pertempuran yang kacau balau, topi baja yang dikenakan Mogami Yoshiaki sempat tertembak dan harus bersusah payah melarikan diri sementara pasukan Mogami Yoshiyasu (putra Yoshiaki) terus melakukan pengejaran. Pada tanggal 4 Oktober, pasukan Kanetsugu berhasil kembali dengan selamat di Istana Yonezawa.

Daerah Hokuriku

Maeda Toshinaga yang merasa harus mendukung penyerangan terhadap Uesugi Kanetsugi berangkat dari Kanazawa pada tanggal 26 Juli 1600. Memasuki bulan Agustus, Yamaguchi Munenaga yang bertahan di dalam Istana Daishōji berhasil dikepung oleh pasukan Maeda Toshinaga dan jatuh pada tanggal 3 Agustus. Istana Kitanojō yang dijaga Aoki Kazunori juga sudah berhasil dikepung, tapi akhirnya pasukan Toshinaga terpaksa mundur dengan tergesa-gesa akibat kabar bohong tentang pasukan Ōtani Yoshitsugu yang datang menyerang dari belakang. Kabar bohong ini konon disebarkan sendiri oleh Yoshitsugu.

Di tengah jalan, Maeda Toshinaga membagi pasukannya menjadi dua. Setengah dari pasukannya dikirim untuk menyerang Niwa Nagashige yang bertahan di dalam Istana Komatsu. Pada tanggal 9 Agustus 1600, pasukan Nagashige yang sebelumnya sudah tercerai berai akibat serangan mendadak kembali dihantam oleh pasukan inti Toshinaga sehingga korban jatuh dalam jumlah besar di pihak Nagashige. Niwa Nagashige akhirnya menawarkan perdamaian dan menyerahkan Istana Komatsu. Toshinaga yang berhasil pulang ke Kanazawa segera menyusun kembali pasukannya dengan tergesa-gesa dan baru berhasil berangkat dari Kanazawa pada tanggal 12 September 1600 sehingga pada akhirnya tidak berhasil sampai di Sekigahara.

Daerah Kinai

Istana Ōtsu


Kyōgoku Takatsugu yang berada di kubu Pasukan Timur tidak berhasil mempertahankan Istana Ōtsu dan diasingkan sebagai pendeta di kuil Onjōji, Gunung Kōya.
Istana Tanabe
Hosokawa Tadaoki ketika sedang pergi berperang menitipkan Istana Tanabe di provinsi Tango kepada Hosokawa Yūsai yang hanya ditemani 500 prajurit. Pasukan Barat yang dipimpin panglima tertinggi Onogi Shigekatsu (penguasa Istana Fukuchiyama) mengepung Istana Tanabe dengan lebih dari 15.000 prajurit dari pasangan bapak dan anak Koide Yoshimasa-Koide Hidemasa dan Akamatsu Hirohide. Pertempuran berlangsung seimbang tapi tidak berlangsung habis-habisan karena beberapa orang komandan kubu Pasukan Barat seperti Tani Morimoto pernah berguru kepada Hosokawa Yūsai yang dikenal ahli dalam seni menulis Kadō.

Keadaan pertempuran kemudian tidak lagi menguntungkan pihak Pasukan Timur, sehingga satu-satunya pilihan Hosokawa Yūsai adalah gugur secara terhormat daripada ditaklukkan musuh. Buku berisi ilmu rahasia seni menulis Kadō yang disebut Kokindenju sudah diputuskan untuk diwariskan semuanya kepada murid yang bernama Hachijōnomiya Toshihitoshinnō. Kabar ini diteruskan oleh Hachijonomiya kepada Kaisar Goyōzei yang merasa takut akan kehilangan Hosokawa Yūsai. Kaisar mengeluarkan perintah kepada pihak Pasukan Barat agar menghentikan penyerangan ke Istana Tanabe. Pasukan Barat tidak mau menghentikan penyerangan begitu saja, lagipula Yūsai juga menolak untuk menyerahkan Istana Tanabe. Pada tanggal 12 September 1600, kaisar mengirim tiga orang utusan pribadi yang bernama Nakanoin Michikatsu, Karasuma Mitsuhiro dan Sanjūnishi Sanuki ke Istana Tanabe. Hosokawa Yūsai akhirnya menerima usulan damai dan menyerahkan Istana Tanabe kepada Onogi Shigekatsu pada tanggal 18 September 1600.

Sehabis mengusir Hosokawa Yūsai dari Istana Tanabe, Onogi Shigekatsu mendengar kabar kekalahan Pasukan Barat di Sekigahara. Shigekatsu segera pulang melarikan diri ke Istana Fukuchiyama. Tidak lama kemudian Istana Fukuchiyama dikepung oleh pasukan Hosokawa Tadaoki yang baru saja menang perang dan pasukan Tani Morimoto yang membelot ke kubu Pasukan Timur. Shigekatsu memohon agar nyawanya diampuni, tapi akhirnya terpaksa melakukan bunuh diri pada tanggal 18 November 1600.

Kyusu

Kuroda Josui, Katō Kiyomasa, Nabeshima Naoshige sedang berada di wilayah kekuasaannya masing-masing di Kyushu. Kiyomasa dan Noshige pada awalnya mempertahankan sikap netral, sedangkan Josui berusaha keras membantu Pasukan Timur dengan tanpa ragu-ragu menyumbangkan semua uang dan perbekalan yang disimpan di Istana Nakatsu. Berkat semua yang yang dimilikinya, Kuroda Josui dengan cepat berhasil membentuk pasukan yang terdiri lebih dari 3.500 ronin.

Sementara itu, Ōtomo Yoshimune dari kubu Pasukan Barat ingin lebih memanaskan pertentangan antara kubu Timur-Barat. Yoshimune yang menerima dukungan dari Mōri Terumoto berencana untuk merebut kembali provinsi Bungo. Pada tanggal 9 September 1600, Ōtomo Yoshimune menjejakkan kaki di provinsi Bungo yang baru pertama kali dilakukannya sejak diasingkan. Yoshimune yang mengumpulkan bekas pengikutnya menantang pasukan Kuroda Josui untuk bertempur di Ishigakihara (sekarang kota Beppu).

Pada tanggal 13 September 1600, kedua belah pihak terlibat bentrokan bersenjata. Kubu pihak Yoshimune akhirnya menyerah kepada kubu Josui akibat terbunuhnya jenderal dari pihak Yoshimune. Pada tanggal 15 September 1600, Ōtomo Yoshimune memutuskan untuk menjadi biksu setelah menyerahkan diri kepada pasukan yang dipimpin Mori Tomonobu yang bertempur untuk kubu pasukan Josui. Katō Kiyomasa yang ketika mendengar berita kemenangan pasukan Josui sedang memimpin bala bantuan untuk Josui dari Kumamoto segera berbalik arah menyerang wilayah kekuasaan Konishi Yukinaga.

Pasukan Josui terus menyerang dan berturut-turut menaklukkan istana yang terdapat di Kita Kyushu. Katō Kiyomasa bersama Nabeshima Naoshige kemudian mengepung Istana Yanagawa dan berhasil memaksa Tachibana Muneshige untuk menyerah. Pada waktu itu, Tachibana Muneshige sedang bertahan di dalam Istana Yanagawa setelah terlambat datang di pertempuran Sekigahara. Pasukan gabungan yang dipimpin Josui kemudian merencanakan untuk menyerang provinsi Shimazu. Shimazu Ryūhaku yang ditinggal untuk menjaga wilayah milik Konishi Yukinaga menjadi panik atas ancaman pasukan gabungan yang dipimpin Josui. Ryūhaku mengirim pasukannya untuk memperkuat Kyushu dengan menjadi semakin tegang menanti serangan dari pasukan gabungan Josui. Penyerangan ke Shimazu yang sudah di depan mata akhirnya dibatalkan setelah ada perintah untuk menghentikan peperangan dari Tokugawa Ieyasu.

Kanto
Satake Yoshinobu menjadi ragu-ragu dalam menentukan pihak yang perlu didukung. Yoshinobu sendiri merupakan sahabat dari Ishida Mitsunari, tapi ayahnya yang bernama Satake Yoshishie menyuruhnya untuk mendukung Pasukan Timur. Pengikut Yoshinobu seperti Tagaya Shigetsune, Yamakawa Asanobu yang memiliki sedikit pasukan, Sōma Yoshitane semuanya mendukung Uesugi Kagekatsu (kubu Pasukan Barat)
Ise
Istana pihak Pasukan Barat yang ada di Ise seperti Istana Anotsu tidak luput dari serangan pasukan Mōri Terumoto yang sedang dalam perjalanan menuju Sekigahara. Penguasa Istana Anotsu yang bernama Tomita Nobutaka menjadi biksu setelah menyerah. Furuta Shigekatsu yang menguasai Istana Matsusaka berhasil mengulur waktu dengan menawarkan perjanjian damai sehingga tidak perlu menyerahkan istana.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Sebelum Sekigahara

Bentrokan Senjata
Pada tanggal 2 Juli 1600, Ishida Mitsunari membujuk Ōtani Yoshitsugu yang bermaksud untuk bergabung dengan pasukan Ieyasu agar justru bergabung dengan kelompok Mitsunari untuk menggulingkan pemerintahan Ieyasu.
Lihat Bagian 1 Terlebih Dahulu

Pada hari berikutnya (12 Juli), Ishida Mitsunari, Mashita Nagamori dan Ankokuji Ekei mengadakan pertemuan rahasia di Istana Sawayama. Dalam pertemuan antara lain disepakati permohonan untuk menunjuk Mōri Terumoto sebagai panglima tertinggi Pasukan Barat. Pada hari yang sama, Ishida Mitsunari dan kelompoknya menyiapkan pos-pos pemeriksaan di dekat sungai Aichi untuk menghentikan pasukan yang bermaksud bergabung dengan Pasukan Timur. Gerakan pasukan Chōsokabe Morichika dan Nabeshima Katsushige menjadi terhenti sehingga akhirnya tidak jadi bergabung dengan Pasukan Timur.

Pada tanggal 17 Juli, Mitsunari menyatakan perang terhadap Ieyasu dengan mengepung Istana Fushimi yang dijaga pengikut Ieyasu bernama Torii Mototada. Mitsunari mengeluarkan peringatan kepada Mototada agar menyerah. Mototada menolak pemintaan Mitsunari sehingga mulai diserang pada tanggal 19 Juli. Istana Fushimi digempur oleh pasukan Ukita Hideie dan Shimazu Yoshihiro. Pasukan yang dipimpin Mototada bertempur dengan sengit sebelum menyerah pada tanggal 1 Agustus.

Selanjutnya, basis-basis kekuatan militer Tokugawa seperti Istana Tanabe di provinsi Tango, Istana Anotsu dan Istana Matsusaka di provinsi Ise, secara berturut-turut semuanya berhasil direbut pasukan Mitsunari di bulan Agustus 1600. Mitsunari yang berniat menyerang provinsi Mino memindahkan markas pasukannya dari Istana Sawayama ke Istana Ōgaki pada tanggal 10 Agustus.

Sementara itu, Pasukan Timur terus maju ke arah barat melalui jalur Tōkaido tanpa dipimpin Tokugawa Ieyasu yang sedang berada di Edo. Fukushima Masanori dan Ikeda Terumasa yang berada di garis depan pimpinan Pasukan Timur berhasil menaklukkan Istana Gifu yang dikuasai Oda Hidenobu (Sanbōshi) pada tanggal 23 Agustus. Ieyasu sedang berada di Edo mengirimkan surat kepada para daimyo. Ieyasu memanfaatkan Tōdō Takatora dan Kuroda Nagamasa untuk membujuk daimyo yang setia pada Toyotomi agar tidak bergabung dengan Pasukan Barat. Setelah mengetahui jatuhnya Istana Gifu, Ieyasu dengan segan memimpin sekitar 30.000 prajurit melalui jalur Tōkaido menuju Osaka.

Putra ketiga Ieyasu yang bernama Tokugawa Hidetada diserahi tugas memimpin pasukan utama Tokugawa yang terdiri dari 38.000 prajurit. Hidetada sedang membawa pasukan melewati jalur Nakasendō berusaha menaklukkan Istana Ueda yang dipertahankan oleh Sanada Masayuki tapi gagal. Pasukan Hidetada yang mendapat perlawanan dari pasukan Masayuki terlambat sampai ke Pertempuran Sekigahara. Akibat datang terlambat di Sakigahara, Tokugawa Hidetada menerima hukuman dari Ieyasu. Hidetada harus menunggu tiga hari sebelum bisa menghadap Ieyasu.

Para bawahan Tokugawa Hidetada seperti daimyo wilayah han Ōgo bernama Makino Yasunari dihukum kurungan karena dituduh bertanggung jawab atas keterlambatan pasukan Tokugawa dan baru dilepas beberapa tahun kemudian.

Ada banyak kecurigaan sehubungan dengan keputusan Tokugawa Hidetada menggunakan pasukan inti Tokugawa untuk menyerang Sanada Masayuki. Daimyo kecil seperti Sanada Masayuki sebetulnya tidak perlu diserang apalagi penyerangan dilakukan persis sebelum terjadinya pertempuran besar. Walaupun tidak sedang dipimpin sendiri oleh Ieyasu, pasukan inti Tokugawa memerlukan waktu terlalu lama untuk menghadapi Sanada Masayuki yang hanya memiliki sedikit prajurit. Pendapat lain yang dapat dipercaya mengatakan Ieyasu menggunakan strategi tidak menurunkan pasukan inti dalam Pertempuran Sekigahara agar pasukan yang dimilikinya tetap utuh agar bisa digunakan di kemudian hari.

Pendapat lain juga mempertanyakan sebab pasukan Hidetada terlambat datang. Pada awalnya, Hidetada menerima perintah dari Ieyasu untuk menaklukkan Istana Ueda di provinsi Shinshu. Perintah menyerang Shinshu dibatalkan oleh Ieyasu setelah mendengar berita jatuhnya Istana Gifu. Tokugawa Ieyasu mengeluarkan perintah yang baru kepada Hidetada agar memimpin pasukan menuju provinsi Mino pada tanggal 29 Agustus tapi pada waktu itu sungai Tonegawa sedang banjir sehingga perjalanan kurir yang membawa pesan dari Ieyasu menjadi terhambat. Kurir dari Tokugawa Ieyasu baru sampai tanggal 9 September, sehingga keterlambatan Hidetada tidak dianggap sebagai kesalahan berat oleh Ieyasu.
Tokugawa Ieyasu juga baru bergabung lokasi berkumpulnya Pasukan Timur di Akasaka, Gunung Oka pada malam sebelum pertempuran (14 September 1600).

Pengikut Ishida Mitsunari yang bernama Shima Sakon mengusulkan agar sebagian pasukan Mitsunari mengambil posisi di sekitar tempat mengalirnya sungai Kuise di Akasaka untuk memancing Pasukan Timur dan menghabisinya. Peristiwa ini disebut Pertempuran Sungai Kuise.

Ishida Mitsunari dan pimpinan Pasukan Barat terpancing keluar menuju Sekigahara ketika sedang mempertahankan Istana Ōgaki akibat desas-desus yang disebarluaskan Ieyasu "Lupakan Istana Ōgaki, taklukkan Istana Sawayama, maju ke Osaka." Ada perbedaan pendapat tentang kebenaran Ieyasu perlu menyebar desas-desus untuk memancing keluar Ishida Mitsunari dan kelompoknya karena pertahanan Istana Ōgaki dikabarkan tidak terlalu kuat.

Formasi Pasukan
Posisi pasukan pada pertempuran Sekigahara.

Pada tanggal 15 September 1600, kedua belah pihak Pasukan Barat dan Pasukan Timur saling berhadapan di Sekigahara. Menurut buku "Sejarah Jepang" yang disusun oleh markas besar Angkatan Darat Jepang, kubu Pasukan Timur tediri dari 74.000 prajurit dan kubu Pasukan Barat terdiri dari 82.000 prajurit. Di lembah sempit Sekigahara berkumpul pasukan dengan total lebih dari 150.000 prajurit.

Penasehat militer dari Jerman bernama Klemens Wilhelm Jacob Meckel yang didatangkan pemerintah Jepang zaman Meiji mengatakan Pertempuran Sekigahara pasti dimenangkan oleh Pasukan Barat setelah melihat peta formasi pasukan di Sekigahara. Pasukan Timur dalam keadaan terkepung dan kemenangan Pasukan Barat sudah di depan mata jika melihat posisi pasukan Mitsunari di gunung Sasao, pasukan Ukita Hideie di gunung Temma, pasukan Kobayakawa Hideaki di gunung Matsuo, dan garis pertahanan pasukan Mōri Hidemoto di gunung Nangū.

Sekigahara sejak pagi diselimuti kabut tebal. Kelompok pasukan yang ada di samping kiri dan samping kanan tidak bisa kelihatan. Fukushima Masanori yang ditunjuk Ieyasu sebagai pimpinan garis depan tidak bisa memutuskan saat tepat melakukan tembakan pertama untuk memulai pertempuran. Masanori tidak bisa melihat situasi karena tebalnya kabut.

Pertempuran Dimulai

Kedua belah pihak saling diam berhadapan di tengah kabut tebal. Pada saat kabut menipis, Ii Naomasa dan pasukan kecil pimpinan Matsudaira Tadayoshi yang berada di samping pasukan Fukushima bermaksud lewat menerobos. Fukushima Masanori yang sudah dijanjikan Ieyasu untuk memimpin penyerangan utama Pasukan Timur di bagian paling depan menjadi terkejut. Masanori memanggil pasukan yang mencoba menerobos agar berhenti, tapi dijawab "Mau lihat situasi" sambil langsung maju ke depan. Pasukan kecil yang dipimpin Tadayoshi secara tiba-tiba menembak ke arah gugus pasukan Ukita Hideie yang merupakan kekuatan utama Pasukan Barat. Tembakan yang dilepaskan Matsudaira Tadayoshi menandai dimulainya Pertempuran Sekigahara.

Pasukan Ukita yang dijadikan sasaran juga langsung balas menembak. Sekigahara menjadi medan pertempuran sengit. Pasukan Fukushima yang terdiri dari 6.000 prajurit dan pasukan Ukita yang terdiri dari 17.000 prajurit saling desak dan saling bunuh tanpa bisa maju selangkah pun juga.

Pasukan Kuroda Nagamasa yang terdiri dari 5.400 prajurit dan pasukan Hosokawa Tadaoki yang terdiri dari 5.100 pasukan secara bersama-sama mengincar pasukan Ishida Mitsunari dan membuka serangan besar - besaran. Pasukan Shima Sakon dan Gamō Satoie yang berada di pihak Ishida Mitsunari juga bertarung dengan gagah berani, musuh yang menyerang pasti dipukul mundur. Ōta Gyūichi yang mengalami sendiri pertempuran sengit Sekigahara menulis sebagai berikut: "Kawan dan lawan saling dorong, suara teriakan ditengah letusan senapan dan tembakan panah, langit bergemuruh, tanah tempat berpijak berguncang-guncang, asap hitam membubung, siang bolong pun menjadi gelap seperti malam, tidak bisa membedakan kawan atau lawan, pelat pelindung leher (pada baju besi) menjadi miring, pedang ditebas ke sana kemari."

Ketika pertempuran sudah berlangsung lebih dari 2 jam, Ishida Mitsunari membuat isyarat asap untuk memanggil gugus pasukan yang belum juga turut bertempur. Mistunari mengirim kurir untuk mengajak pasukan Shimazu untuk ikut bertempur, tapi Shimazu menolak untuk bertempur. Hal ini dilakukan agar pasukan Shimazu tidak banyak menelan korban jiwa . Mōri Terumoto juga tidak bisa ikut bertempur akibat dihalangi di jalan oleh Kikkawa Hiroie dan terpaksa balik ke tanah asalnya. Ieyasu sebelumnya sudah melakukan perundingan rahasia dengan Hiroie yang dijanjikan untuk memperoleh wilayah kekuasaan klan Mōri.

Pembelotan Kobayakawa Hideaki


Kobayakawa Hideaki yang berada di pihak Pasukan Barat sudah diam-diam bersekongkol dengan Ieyasu, tapi sampai lepas tengah hari masih bersikap ragu-ragu dan pasukan Hideaki cuma diam saja. Tokugawa Ieyasu menjadi hilang kesabaran dan memerintahkan pasukannya untuk menembak ke posisi pasukan Hideaki di gunung Matsuo. Kobayakawa Hideaki yang masih ragu-ragu akhirnya memutuskan untuk turun gunung dan bertempur untuk pihak Ieyasu.

Pasukan Kobayakawa Hideaki menggempur sayap kanan gugusan pasukan Ōtani Yoshitsugu. Walaupun sudah bersekongkol dengan Ieyasu, Wakisaka Yasuharu, Ogawa Suketada, Akaza Naoyasu dan Kutsuki Mototsuna yang masih menunggu situasi jalannya pertempuran, akhirnya membelot ke kubu Pasukan Timur. Akibat aksi pembelotan demi pembelotan ke kubu Pasukan Timur, hasil akhir pertempuran Sekigahara yang seharusnya dimenangkan Pasukan Barat berubah dimenangkan Pasukan Timur. Kobayakawa Hideaki hanya berdiri di gunung Matsuo pada saat pasukannya menyerang pasukan Mitsunari,dan sama sekali tidak ikut perang.


Pasukan Barat Tercerai-Berai
 
Di tengah keadaan Pasukan Barat yang mulai tercerai-berai, pasukan yang dipimpin Shimazu Yoshihiro berusaha mundur dengan memotong garis depan menerobos pasukan Ieyasu sambil terus menerus melepaskan tembakan ke arah gugus tempur Ieyasu. Pasukan Fukushima menjadi ketakutan melihat kenekatan pasukan Shimazu yang mundur memotong garis depan. Ii Naomasa dan Matsudaira Tadayoshi berusaha mengejar pasukan Shimazu, tapi malah tertembak dan luka-luka. Kuda yang sedang ditunggangi Honda Tadakatsu tertembak sehingga Tadakatsu jatuh dan menderita luka-luka.

Pada akhirnya, pasukan Shimazu berhasil mundur walaupun menderita korban tewas seperti Shimazu Toyohisa dan Ata Moriatsu dan pasukan yang tersisa jumlahnya tinggal sekitar 80 prajurit. Shimazu Yoshihiro bisa lolos berkat penyamaran Ata Moriatsu yang mengenakan mantel tempur (jinbaori) milik Yoshihiro yang dihadiahkan oleh Toyotomi Hideyoshi. Moriatsu bertempur mati-matian dengan lawan yang menyangkanya sebagai Shimazu Yoshihiro, hingga sadar pasti tewas dan melakukan seppuku. Gugus tempur Pasukan Barat yang lain juga berhasil dihancurkan atau lari tercerai-berai.

Sumber: http://id.wikipedia.org
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Statistik Pertempuran

Waktu : September 490 SM
Hasil : Kemenangan Pasukan Koalisi Athena-Plataean
Perubahan Teritori : Persia gagal menaklukkan Attica.
Pihak yang Terlibat : Athena-Plataean Versus Imperium Persia Achaemenid
Panglima : Miltiades (Athena-Plataean) dan Datis (Persia)
Kekuatan : 7.000-11.000 infantri hoplite Athena-Plataean melawan 20.000 pasukan Persia
Korban : 203 pasukan Athena-Plataean dan 6.400 pasukan Persia gugur, tujuh kapal Persia ditawan
Pengaruh bagi Sejarah : Athena tumbuh sebagai negara-kota demokrasi, pionir demokrasi di dunia.

Latar Belakang Pertempuran

Tahun 511 SM, rakyat Athena mengusir pemimpinnya yang tiran: Hippia. Hippia pergi ke salah satu satrap (gubernur) Persia di Sardis. Ia menjanjikan pada Persia akan menjadikan Athena dalam kekuasaan Persia jika Persia membantunya merebut Athena. Persia bersedia membantunya.

Sementara itu di Athena, Raja Cleomenes I, raja Sparta yang membantu rakyat Athena memberontak justru mengangkat diktator pro-Sparta: Isagoras. Sementara Cleisthenes yang seharusnya menjadi penguasa Athena diusir beserta keluarganya. Cleisthenes menjanjikan bagi rakyat Athena bahwa ia akan membangun demokrasi di Athena. Rakyat Athena mendukungnya dan memberontak. Isogoras pun diusir dan Clesithenes menjadi pemimpin Athena. Ia mendirikan demokrasi di Athena dan membawa Athena menjadi salah satu negara-kota termaju di Yunani. Namun akibat lainnya, Athena harus bersiap menghadapi dua pihak: Sparta dan Persia yang mendukung Hippia.

Athena kemudian mendukung Pemberontakan Ionian--kota-kota Ionia direbut oleh Persia beberapa tahun sebelumnya--. Namun pemberontakan ini gagal dan mengakibatkan Darius I, kaisar Persia, berniat menghukum kota-kota yang mendukung pemberontakan, salah satunya Athena.

Tahun 492 SM, Darius mengirim menantunya, Mardonius, untuk menyerbu Yunani. Ia berhasil merebut Thrace dan menjadikan Kerajaan Makedonia yang dipimpin oleh Raja Alexander I dari Makedonia (kakek Alexander the Great) sebagai sekutu. Dalam pelayaran ke selatan Yunani, kapal-kapal Persia diserbu badai dan menyebabkan mereka kehilangan 300 kapal dan 20.000 pasukan. Mardonius pun mundur kembali ke Asia dan semakin terpukul ketika mereka diserang suku-suku dari Thrace.

Tahun 490 SM, Darius kembali mengirimkan pasukannya ke Yunani. Pasukan ini dipimpin oleh Arthapernes--anak dari satrap yang dikunjungi Hippias-- dan Datis. Tujuan pasukan ini adalah menghukum Naxos (pemimpin Pemberontakan Ionian) dan menaklukkan Athena serta Eretria. Pasukan ini berlabuh di tanah Attica. Lokasi tempat mereka berlabuh berada di dekat Marathon, dan pasukan Athena mulai bersiap diri untuk menahan mereka.



Lokasi Marathon, Attica, di Yunani

Komposisi dan Formasi Tempur

Pasukan Persia terbiasa menempatkan pasukan infantri elitnya di tengah dan pasukan infantri ringannya di sayap. Infantri ini biasanya melepaskan panah pada musuh dan sangat efektif untuk menghadapi pasukan hoplite Yunani yang terkenal lambat karena mereka harus selalu merapatkan dan menjaga formasi phalanx-nya. Mereka membawa juga kavaleri yang akan membantu pasukan infantri menghancurkan lawan yang telah dilemahkan dengan panah.



Holpite Athena secara normal hanya memiliki 8 baris, kemudian dikembangkan menjadi 16 baris oleh Raja Phillip dari Makedonia (ayah Alexander Agung) seperti gambar di atas



Pasukan Elit Immortal dari Persia

Sementara Miltiades yang telah mempelajari kelemahan hoplite terhadap panah, memerintahkan pasukanny untuk berlari mendekati musuh, baru kemudian kembali pada formasi phalanx. Hoplite di tengah memiliki empat baris, lebih tipis daripada biasanya. Sedangkan di sayap, ia meletakkan hoplite dengan delapan baris normal. Sedangkan pasukan Persia berbaris dalam sepuluh baris yang konstan sepanjang barisan pasukan. Jika mereka bertempur dalam jumlah sekitar 40.000-50.000 pasukan, mereka akan memiliki sekitar 40-50 baris pasukan.

Jalan Pertempuran

Ketika kedua pasukan berhadapan, jarak antara keduanya sekitar 1,5 km. Pasukan Athena-Plataean bergerak maju dan mulai berlari ketika mereka memasuki jangkauan panah dan lembing musuh. Sebagian ahli mengatakan bahwa pasukan Athena berlari dalam jarak 1,5 km tersebut, tetapi hal ini cenderung tidak mungkin mengingat baju besi mereka memiliki berat sekitar 32 kg. Sementara pasukan Persia memilih bertahan dan melepaskan panah maupun lembing mereka.













Setelah Pertempuran

Segera setelah Datis berada di kapal, dua resimen hoplite pasukan tengah tetap tinggal dan sisanya pergi kembali untuk melindungi Athena karena kapal-kapal Persia yang dipimpin Artaphernes masih bermaksud menyerbu Athena. Namun, kapal-kapal Persia segera mundur kembali ke Asia ketika pasukan Athena juga telah tiba.

Akibat lebih jauh dari kekalahan Persia ini adalah kekacauan merebak di kota-kota Yunani yang ditaklukkan Persia. Pemberontakan terus terjadi. Sementara Athena berhasil menyelamatkan demokrasinya.

Simpulan

Untuk pertama kalinya, tentara Yunani mampu mengalahkan pasukan Persia di atas daratan. Marathon juga menandai kegagalan operasi maritim skala besar dari Darius I.

Secara taktis, pertempuran ini mewarisi taktik double envelopment 'penyelubungan ganda' dalam pertempuran-pertempuran masa berikutnya. Taktik ini dipakai dengan efektif oleh:

1. Hannibal dalam Pertempuran Cannae





2. Khalid ibn Al-Walid dalam Pertempuran Walaja, meskipun dengan metode yang dibuatnya secara mandiri



3. dalam skala besar oleh pasukan Jerman dalam Pertempuran Tannenberg pada Perang Dunia I.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pertempuran Megiddo

Pertempuran ini saya pilih karena merupakan pertempuran pertama dalam sejarah yang memiliki laporan yang cukup detail: tulisan hieroglif di Kuil Amun, Karnak, Thebes (sekarang Luxor). Catatan tersebut mengandung jumlah pasukan dan penghitungan jumlah korban dan tawanan.

Pertempuran ini diperkirakan berlangsung tanggal 16 April 1457 SM di sebuah kota kuno, Kota Tel Megiddo (di daerah Palestina sekarang), antara 10.000-20.000 pasukan Mesir yang dipimpin oleh Fir'aun Thutmose III melawan pasukan koalisi bangsa Kanaan yang dipimpin oleh raja Kadesh yang jumlahnya lebih kecil. Kemenangan didapatkan oleh Mesir. Pada pertempuran ini juga untuk pertama kalinya ada catatan tertua dari penggunaan panah komposit

Pertempuran Muye



Pertempuran ini berlangsung pada tahun 1046 SM di Muye, tenggara Yin (Ibukota Dinasti Shang), Henan Tengah. Dalam pertempuran ini, tercatat 530.000 pasukan Shang yang dipimpin oleh Di Xin dikalahkan oleh pasukan Zhou dan sekutunya yang dipimpin oleh Panglima Wu. Pasukan Zhou berjumlah lebih sedikit, terdiri dari 300 kereta perang, 3.700 kereta perang Shang yang memberontak, 3.000 pasukan elit Zhou, 45.000 pasukan infantri, dan 170.000 budak Shang yang membelot.

Nilai penting pertempuran ini adalah berdirinya Dinasti Zhou sebagai dinasti terkuat di daratan Cina dan awal dimulainya masa feodal di Cina.

Pertempuran Gunung Gilboa



Pertempuran ini diperkirakan berlangsung beberapa tahun sebelum 1000 SM. Satu-satunya sumber tentang pertempuran ini adalah kitab suci umat Kristen dan Yahudi. Pertempuran berlangsung di Gilboa antara pasukan kerajaan yang dipimpin oleh Raja Saul (Thalut menurut klaim umat Islam) melawan pasukan Filistin. Pertempuran ini dimenangkan oleh bangsa Filistin dan Saul gugur. Kematiannya memudahkan Daud yang populer menjadi raja Israel Bersatu. Namanya sebagai raja Israel ditulis dalam catatan yang dimiliki kerajaan tetangganya di daerah Mesopotamia.

Naiknya Daud ke kekuasaan membawa Israel Bersatu memperluas teritorinya dan menjadi kerajaan paling berpengaruh di Timur Tengah saat itu.

Pengepungan Yerusalem I dan II



Kedua pengepungan ini dilakukan oleh Nebuchadnezzar II, Raja Babilonia, atas Yerusalem, ibukota Kerajaan Yudea. Dalam pengepungan pertama, beribu-ribu orang Israel dijadikan budak. Peristiwa ini dikenal sebagai Pembuangan Pertama, awal dari diaspora bangsa Israel. Pengepungan ini disebabkan pemberontakan Raja Yehoyakim atas Babilonia (Yudea merupakan salah satu negeri taklukan Babilonia saat itu).

Beberapa tahun setelah Raja Zedekia diangkat menjadi raja baru oleh Nebuchadnezzar II, Zedekia juga memberontak. Nebuchadnezzar II kembali mengepung Yerusalem. Kali ini akibatnya jauh lebih buruk, Kuil Sulaiman (Masjid Al-Aqsha menurut klaim umat Islam) dihancurkan total. Hampir seluruh bangsa Israel Yudea dibuang dan dijadikan budak. Pengepungan kedua menandakan berakhirnya Kerajaan Yudea.

Pemberontakan Persia



Persia yang menjadi daerah taklukan Media memberontak yang mengakibatkan berbagai pertempuran, dimulai tahun 552 SM dan berakhir pada 550 SM. Dalam pertempuran-pertempuran selama dua-tiga tahun tersebut, Cyrus the Great berhasil membawa Persia pada kemerdekaan. Cyrus the Great bahkan memperluas imperium barunya dan menaklukkan Media dan Babilonia. Imperiumnya menjadi imperium terbesar pada zaman itu: Imperium Persia Achaemenid.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Pertempuran dan pengepungan

Alesia merupakan kota atas bukit yang dikelilingi lembah sungai, dengan ciri-ciri pertahanan yang kukuh. Serangan langsung merupakan bunuh diri, karena itu Caesar memutuskan stratgi siegewar, dengan harapan bisa memaksa musuh menyerah karena kelaparan. Dengan perkiraan 80,000 orang pasukan di Alesia, bersama dengan penduduk asli, hal ini tidak memakan waktu lama.
Lihat Bagian 1 Terlebih Dahulu

Untuk memastikan pengepungan berjalan sempurna, Caesar memerintahkan pembangunan tembok kepungan, dikenal dengan nama circumvallation, di sekeliling Alesia. Perincian rekayasa ini diketahui dari tulisan Commentaries Caesar dan penelitian arkeologis di lapangan tersebut. Sekitar 18 kilometer tembok setinggi 4 meter dibangun dalam waktu hanya tiga minggu. Garis ini diikuti pula dengan dua parit selebar empat setengah meter, dan sedalam satu setengah meter. Parit berseberangan dengan tembok diisi dengan air dari sungai sekeliling. Ini merupakan suatu kehebatan rekayasa zaman Romawi. Tetapi hal ini bukanlah hal baru bagi curule aedile, pegawai terpilih dari kota Romawi, yang pernah membelokkan sungai Tiber kedalam Circus Maximus untuk pertunjukan perang maritim, sebagai hiburan. Tembok ini didukukung pula dengan perangkap manusia dan lubang dalam di depan parit, dan watchtower didirikan dengan jarak tertentu dilengkapi artilleri Romawi.

Pasukan berkuda Vercingetorix sering menyerang kerja pembangunan sebagai usaha mencegah pengepungan total. Namun Pasukan kavaleri dukungan Jerman sekali lagi terbukti berguna dan memukul mundur musuh. Setelah dua minggu pembangunan, sepasukan kavaleri Gallia berhasil meloloskan diri melalui tembok yang belum selesai dibangun. Memperkirakan pasukan bantuan akan dipanggil, Caesar memerintahkan pembangunan tembok kedua contravallation, yang menghadap keluar dan mengelilingi pasukannya antara dinding pertahanan pertama dengan dinding pertahanan kedua. Garisan kedua sejajar dengan yang pertama dari segi reka bentuk dan memanjang sejauh 21 kilometer, meliputi pula empat kemah kavaleri. Set dinding pertahanan ini akan melindungi tentara Romawi apabila pasukan bantuan Gallia tiba. Posisi mereka dalam keadaan siap mengepung dan dikepung.

Akibat pengepungan ini, keadaan di Alesia menjadi semakin buruk. Dengan 80,000 tentera ditambah penduduk asli, terlalu banyak manusia terkurung dalam plato dan berebut makanan yang sedikit. Mandubii memutuskan untuk mengeluarkan anak-anak dan wanita dari (citadel), dengan harapan bisa menyimpan makanan untuk pejuang. Ia berharap Caesar akan membuka ruang untuk membiarkan anak-anak dan wanita lewat. Ini juga merupakan kesempatan bagi menerobos garis Romawi. Tetapi Caesar memutuskan untuk tidak memberikan jalan bagi rakyat ini dan dibiarkan kelaparan di tanah antara dinding kota dan dinding kepungan. Nasib buruk mereka menurunkan moral pasukan di dalam kota.

Vercingetorix berusaha untuk membakar semangat pasukannya, tetapi tetap harus berhadapan dengan keinginan menyerah di kalangan pasukannya. Tetapi pasukan bantuan sampai pada saat yang tepat dan membangkitkan harapan pasukan Gallia yang terkepung.

Pada akhir September, suku Gallia di bawah pemerintahan Commius, menyerang dinding contravallation Caesar. Vercingetorix turut mengarahkan serangan secara serentak dari sebelah dalam. Tapi tidak satupun serangan ini yang membuahkan hasil. Hingga menjelang matahari terbenam pertempuran berhenti.


Pengepungan Alesia oleh Caesar berdasarkan hipotesis lokasi di Alise-sainte-Reine
Legenda: tanda silang memperlihatkan posisi Alesia di daerah Gallia (modern: Perancis). Tanda lingkaran memperlihatkan titik lemah tembok pengepungan


Besoknya serangan Gallia dilakukan pada waktu malam. Kali ini mereka lebih berjaya dan Caesar terpaksa melepaskan sebagian garis kubu pertahanannya. Hanya tindakan antisipasi pasukan berkuda di bawah pemerintahan Marcus Antonius dan Gaius Trebonius yang menyelamatkan keadaan. Dinding sebelah dalam juga diserang, tetapi kehadiran parit, yang terpaksa dilewati pengikut Vercingetorix, menghalangi mereka sehingga mennggagalkan serangan kejutan. Tetapi pada saat ini keadaan pasukan Romawi juga terdesak. Mereka sendiri terkepung, sehingga makanan terpaksa dijatah dan tenteranya hampir letih.

Pada keesokkan harinya, 2 Oktober, Vercassivellaunus, sepupu Vercengetorix, melancarkan serangan besar-besaran dengan 60,000 orang, berkonsentrasi pada kelemahan di kubu pertahanan Romawi (lihat tanda lingkaran di peta). yang meskipun disamarkan Caesar, tetapi tetap berhasil ditemukan Gallia. Di daerah ini tembok tidak dapat dibangun karena kondisi alam yang tidak memungkinkan. Serangan dilakukan pasukan Vercingetorix secara bersama yang mendesak dari setiap sudut dari arah tembok pertahanan dalam.

Caesar mempercayai displin dan keberanian tenteranya dan mengeluarkan perintah menjaga tembok pertahanan. Dia sendiri berkuda di sekeliling kepungan guna menaikkan semangat legiuner. Pasukan berkuda Labienus ditugaskan mendukung pertahanan kawasan di tempat yang garis pertahanannya ditembusi. Dengan tekanan yang terus meningkat, Caesar terpaksa melakukan balasan dari serangan bahagian dalam dan berhasil memukul mundur pasukan Vercingetorix.

Pada saat ini area yang dipertahankan oleh Labienus hampir roboh. Caesar memutuskan untuk mengambil tindakan nekad dan membawa 13 cohort pasukan berkuda (sekitar 6,000 orang) untuk menyerang pasukan bantuan 60,000 dari belakang. Tindakan ini mengejutkan kedua pihak yang sedang bertempur. Di sisi Labienus, melihat pimpinan mereka berani mengambil risiko, menggandakan usaha mereka sementara suku Gallia menjadi panik dan mencoba mundur.

Seperti yang biasa terjadi di pertempuran lain, pasukan musuh yang mundur dalam keadaan kacau menjadi mangsa mudah bagi pasukan Romawi yang berdisplin tinggi. Suku Gallia yang mundur dihancurkan, dan Caesar dalam Commentaries menulis bahawa hanya faktor kelelahan orang-orangnya saja yang menyelamatkan suku Gallia dari pemusnahan.

Di Alesia, Vercingetorix menyaksikan kekalahan pasukan bantuan. Berhadapan dengan kelaparan dan moral yang rendah, dia terpaksa menyerah tanpa pertempuran akhir. Pada hari berikutnya, pemimpin Gallia dengan terhormat menyerahkan senjatanya kepada Julius Caesar, mengakhiri pengepungan Alesia.


Akhir pertempuran

Alesia terbukti mengakhiri pemberontakan massal dan terorganisir terhadap penjajahan Romawi di Gallia. Wilayah tersebut ditundukkan secara penuh menjadi jajahan Romawi dan akhirnya dibagi menjadi wilayah-wilayah administratif yang lebih kecil. Pemberontakan lain baru terjadi pada abad ke 3 di Kerajaan Gallia.

Pasukan pertahanan Alesia dijadikan tawanan termasuk pula pasukan bantuan yang masih selamat. Sebagian dijual sebagai budak atau dijadikan pembantu di legiuner Caesar, kecuali yang berasal dari suku Aedui dan Averni, yang dibebaskan dan diampuni demi mempertahankan aliansi dengan kedua suku penting ini.

Bagi Caesar, Alesia merupakan kemenangan tersendiri yang besar, baik dari segi militer dan politik. Senat Pompey dan Cato mempengaruhi untuk menetapkan 20 thanksgiving untuk kemenangan ini, tetapi menolak penghormatan bagi Caesar untuk melakukan arakan triumvirat kemenangan Romawi, sebuah pengakuan atas prestasi terbesar bagi Jenderal manapun. Akibatnya ketegangan politik meningkat, dan dua tahun kemudian, pada 50 SM, Caesar menyeberangi Rubicon, yang memulai perang saudara Republik Romawi pada 49 SM hingga 45 SM, yang dimenanginya.

Setelah dipilih sebagai konsul, untuk setiap tahun-tahun perang, dan kemudian diberikan beberapa kekuasaan diktatorial sementara Caesar akhirnya dijadikan dictator perpetuus (diktator seumur hidup), oleh senat Romawi pada tahun 44 SM. Penghormatan dan kekuasaannya yang terus meningkat melemahkan tradisi republik Romawi, dan akhirnya menyebabkan runtuhnya Republik Romawi dan dimulainya masa Kerajaan Romawi.

Komandan pasukan berkuda Caesar akhirnya terpecah dalam beberapa haluan. Labienus menyeberang kepada faksi Optimates ("orang baik"), faksi aristokratik konservatif dalam perang saudara, dan terbunuh dalam Pertempuran Munda pada tahun 45 SM. Trebonius, salah seorang letnan Caesar yang paling dipercaya, dilantik sebagai konsul oleh Caesar pada tahun 45 SM sebelum akhirnya menjadi salah seorang senator yang terlibat dalam pembunuhan Caesar pada peristiwa Ides of March (15 Maret 44 SM).Dia sendiri dibunuh setahun berikutnya.

Antonius tetap setia kepada Caesar. Dia dijadikan wakil utama Caesar, sebagai Master of the Horse, dan ditugaskan di Itali dalam perang saudara. Pada tahun 44 SM dia dipilih sebagai rekan consular Caesar. Setelah pembunuhan Caesar, Antonius mengejar pembunuh Caesar dan ikut dalam pemilihan kekuasaan tertinggi bersama Octavian (kemudian menjadi Caesar Augustus). Awalanya ia membentuk aliansi dengan Octavian (dan Marcus Aemilius Lepidus) dalam Triumvirat Kedua, namun kemudian dikalahkan oleh Octavian dalam Pertempuran Actium pada tahun 31 SM. Bersama sekutunya dan kekasihnya ratu Cleopatra dia lari ke Mesir, di mana mereka bunuh diri pada tahun berikutnya.

Vercingetorix dijadikan tahanan dan dilayani dengan penghormatan kebangsawanan selama lima tahun berikutnya, sementara menunggu dipamerkan dalam perayaan triumvirat Caesar. Seperti biasanya tradisi untuk ketua musuh yang ditawan dan diarak, pada akhir perarakan kemenangan dia dibawa ke Tullianum (dikenal juga sebagai Penjara Mamertine) dan dihukum mati.

Dengan kemenangan ini, Romawi memegang kontrol Perang Gallic dan beberapa saat kemudian, seluruh Gaul menjadi provinsi Romawi. Namun Caesar harus segera menghadapi perang saudara akibat meningkatnya pengaruh Pompey di senat setelah Marcus Crassus tewas dalam Pertempuran Carrhae di Parthia.

Sumber: http://www.kaskus.us
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pertempuran Sekigahara (関ヶ原の戦い sekigahara no tatakai) adalah pertempuran yang terjadi tanggal 15 September 1600 menurut kalender lunar (21 Oktober 1600 menurut kalender Gregorian) di Sekigahara, distrik Fuwa, Provinsi Mino, Jepang. Pertempuran melibatkan pihak yang dipimpin Tokugawa Ieyasu melawan pihak Ishida Mitsunari sehubungan perebutan kekuasaan sesudah wafatnya Toyotomi Hideyoshi. Pertempuran dimenangkan oleh pihak Tokugawa Ieyasu yang memuluskan jalan menuju terbentuknya Keshogunan Tokugawa.


 

Dendam akibat Pertempuran Sekigahara berperan dalam melahirkan gerakan menggulingkan pemerintahan Keshogunan Edo di abad ke-19 yang dimulai dari wilayah han Satsuma dan Chōshū. Pihak yang bertikai dalam pertempuran ini terbagi menjadi kubu Tokugawa (Pasukan utara) dan kubu pendukung klan Toyotomi (Pasukan Barat). Klan Toyotomi sendiri tidak memihak salah satu pihak yang bertikai dan tidak ambil bagian dalam pertempuran.

Setelah pertempuran selesai, kekuasaan militer cenderung berhasil dikuasai pihak Tokugawa sehingga Pertempuran Sekigahara juga terkenal dengan sebutan Tenka wakeme no tatakai (天下分け目の戦い, pertempuran yang menentukan pemimpin Jepang). Pada saat terjadinya pertempuran belum digunakan istilah Pasukan Barat dan Pasukan Timur. Kedua istilah tersebut baru digunakan para sejarawan di kemudian hari untuk menyebut kedua belah pihak yang bertikai.

Latar Belakang

Perselisihan Di Dalam Pemerintahan Toyotomi

Pemerintah Toyotomi yang berhasil menjadi pemersatu Jepang menyangkal keberadaan pertentangan tajam antara faksi bersenjata bentukan pemerintah dan pihak birokrat yang terdiri dari pejabat tinggi pengatur kegiatan beragama, ekonomi dan pemerintahan. Faksi bersenjata terdiri dari komandan militer pro klan Toyotomi yang pernah diturunkan di garis depan perang penaklukan Joseon. Bentrokan langsung antar faksi bersenjata dan pihak birokrat dapat dicegah oleh Toyotomi Hideyoshi dan adik kandungnya yang bernama Toyotomi Hidenaga.

Pertentangan menjadi semakin panas setelah pasukan ditarik mundur dari Joseon dan wafatnya Toyotomi Hidenaga di tahun 1591. Di akhir hayatnya, Toyotomi Hideyoshi mengambil sumpah setia para pengikut loyal yang terdiri dari dewan lima menteri dan lima orang pelaksana administrasi untuk membantu pemerintahan yang dipimpin Toyotomi Hideyori. Pertentangan di kalangan militer pengikut Hideyoshi mencuat ke permukaan sejak wafatnya Toyotomi Hideyoshi pada bulan Agustus 1598 di Istana Fushimi.

Tokugawa Ieyasu merupakan salah satu anggota dari dewan lima menteri yang menjadi tokoh yang sangat berpengaruh. Ieyasu mengatur pembagian wilayah untuk para daimyo berikut nilai kokudaka untuk setiap wilayah. Ieyasu juga menghapus pelarangan ikatan perkawinan di antara keluarga para daimyo yang berlaku di zaman pemerintahan Hideyoshi. Maeda Toshiie yang bertentangan dengan Tokugawa Ieyasu juga diharuskan menandatangani perjanjian non-agresi dengan Ieyasu.

Setelah Maeda Toshiie wafat di bulan Maret tahun berikutnya (1599), bentrokan bersenjata terjadi antara faksi birokrat pimpinan Ishida Mitsunari dan faksi bersenjata pimpinan kelompok Katō Kiyomasa, Fukushima Masanori dan 7 komandan militer. Ishida Mitsunari kabur bersembunyi ke rumah kediaman Ieyasu dan dituduh Ieyasu bertanggung jawab atas terjadinya bentrokan. Ishida Mitsunari lalu dipecat sebagai anggota pelaksana pemerintahan dan dikenakan tahanan rumah di Istana Sawayama.

Ada pendapat yang meragukan cerita Ishida Mitsunari yang kabur bersembunyi di rumah kediaman Ieyasu, karena peristiwa ini tidak didukung bukti sejarah yang kuat. Kekuatan penentang Tokugawa Ieyasu tamat dengan habisnya karier politik Ishida Mitsunari dan kepulangan para anggota dewan lima menteri ke daerah masing-masing. Tokugawa Ieyasu yang tidak lagi mempunyai lawan politik memimpin pasukan dari Istana Fushimi untuk berangkat ke Osaka dan memimpin pemerintahan dari Istana Osaka. Tokugawa Ieyasu kemudian berusaha merebut kekuasaan pemerintah dengan cara memanfaatkan pertentangan antara faksi militer dan faksi birokrat di dalam pemerintahan Toyotomi yang semakin melemah.

Pemicu Peperangan


Akibat terungkapnya rencana pembunuhan Tokugawa Ieyasu yang didalangi Maeda Toshinaga (putra pewaris Maeda Toshiie), anggota dewan lima pelaksana pemerintahan yang terdiri dari Asano Nagamasa, Ōno Harunaga dan Hijikata Katsuhisa ikut menjadi tersangka sehingga dipecat dan dikenakan tahanan rumah. Pasukan Toyotomi yang dibawah perintah Ieyasu berusaha menangkap Maeda Toshinaga yang dituduh sebagai dalang pemberontakan. Atas tuduhan pemberontakan ini, Maeda Toshinaga menunjukkan bahwa dirinya merupakan pengikut pemerintah Toyotomi yang setia dengan memberikan ibu kandungnya Hōshun-in (Matsu) kepada Ieyasu untuk disandera.

Memasuki tahun 1600, Tokugawa Ieyasu menggunakan kesempatan kaburnya Fujita Nobuyoshi (mantan pengikut klan Uesugi) untuk mengkritik Uesugi Kagekatsu penguasa Aizu yang dituduh telah memperkuat diri secara militer. Ieyasu juga memperingatkan kemungkinan Uesugi Kagekatsu bertujuan menyerang Kyoto sekaligus meminta Kagekatsu untuk datang ke Kyoto untuk menjelaskan duduk persoalan.

Penasehat Kagekatsu yang bernama Naoe Kanetsugu menolak tuduhan Ieyasu, tapi pasukan pemerintah Toyotomi mulai menyerang posisi Kagekatsu. Tokugawa Ieyasu yang ditunjuk sebagai panglima gabungan memimpin pasukan para daimyo yang loyal terhadap Toyotomi untuk menuju ke wilayah kekuasaan Uesugi di Aizu.

Sepeninggal Ieyasu yang berangkat ke Aizu, Ishida Mitsunari yang selesai dikenakan tahanan rumah kembali berkelompok dengan Ōtani Yoshitsugu, anggota dewan pelaksana administrasi Mashida Nagamori dan Ankokuji Ekei. Kelompok Mitsunari mendapat dukungan militer dari pasukan Mōri Terumoto yang bersama-sama membentuk Pasukan Barat. Kelompok Mitsunari berencana untuk menyandera istri dan anak-anak para daimyo pengikut Ieyasu sebelum mengangkat senjata melawan pasukan Ieyasu.

Ieyasu menyadari pergerakan militer Mitsunari sewaktu berada di Oyama (provinsi Shimotsuke) berdasarkan laporan pengikutnya yang bernama Torii Mototada yang tinggal di Istana Fushimi. Ieyasu yang sedang dalam perjalanan untuk menaklukkan Uesugi Kagekatsu di Aizu segera membatalkan rencana menyerang Kagekatsu. Ieyasu lalu mengadakan pertemuan dengan para daimyo pengikutnya mengenai strategi menghadapi Ishida Mitsunari. Pertemuan ini dikenal sebagai Perundingan Oyama. Daimyo seperti Sanada Masayuki dan Tamaru Tadamasa melepaskan diri dari pasukan Ieyasu, tapi sebagian besar daimyo ternyata memutuskan untuk terus mendukung Ieyasu. Pasukan Ieyasu kemudian menuju ke arah barat untuk kembali ke Kyoto.

Penjelasan lain mengatakan penaklukkan Uesugi Kagekatsu semata-mata digunakan Tokugawa Ieyasu sebagai alasan untuk dapat bentrok dengan pasukan Mitsunari. Daerah Kinai sengaja dibiarkan tidak terjaga untuk mengundang pergerakan pasukan Mitsunari. Istana Fushimi sengaja ditinggalkan pasukan Ieyasu dan hanya dijaga pasukan Torii Mototada untuk memancing penyerangan dari pasukan Mitsunari.

Pihak yang saling berhadapan dalam Pertempuran Sekigahara tidak bisa dengan mudah dibagi dua menjadi Pasukan Timur yang terdiri dari pasukan Tokugawa dan Pasukan Barat adalah pasukan Toyotomi. Ada pendapat yang mengatakan Pasukan Timur justru terdiri dari pasukan reguler di bawah pemerintah Toyotomi, sedangkan Pasukan Barat justru merupakan pasukan pemberontak. Keberadaan Pasukan Barat hampir-hampir tidak diketahui oleh tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan Hideyori. Beberapa pejabat tinggi yang tidak setuju dengan pergerakan Pasukan Barat juga mengambil sikap pura-pura tidak tahu.

Pihak yang bertikai dalam Pertempuran Sekigahara

( S Mengirimkan pasukan ke Sekigahara, ×T Membelot dari Pasukan Barat ke Pasukan Timur)
Pasukan Timur Komandan militer Kokudaka Pasukan Barat Komandan militer Kokudaka

Tokugawa Ieyasu 2.550.000 S
Mōri Terumoto 1.205.000

Maeda Toshinaga 830.000
Uesugi Kagekatsu 1.200.000

Date Masamune 580.000
Ukita Hideie 570.000 S

Katō Kiyomasa 245.000
Shimazu Yoshihiro 560.000 S

Fukushima Masanori 200.000 S
Kobayakawa Hideaki 357.000 ×T

Hosokawa Tadaoki 180.000 S
Ishida Mitsunari 194.000 S

Asano Kichinaga 160.000 S
Konishi Yukinaga 200.000 S

Ikeda Terumasa 152.000 S
Mashita Nagamori 200.000

Koroda Nagamasa 180.000 S
Ogawa Suketada 70.000 ×T

Katō Yoshiakira 100.000 S
Ōtani Yoshitsugu 50.000 S

Tanaka Yoshimasa 100.000 S
Wakisaka Yasuharu 33.000 ×T

Tōdō Takatora 80.000 S
Ankokuji Ekei 60.000 S

Mogami Yoshiaki 240.000
Satake Yoshinobu 544.000

Yamauchi Kazutoyo 69.000 S
Oda Hidenobu 135.000

Hachisuka Yoshishige 177.000
Chōsokabe Morichika 220.000 S

Honda Tadakatsu 100.000 S
Kutsuki Mototsuna 10.000 ×T

Terazawa Hirotaka 80.000 S
Akaza Naoyasu 20.000 ×T

Ikoma Kazumasa 150.000 S
Kikkawa Hiroie 142.000 ×T

Ii Naomasa 120.000 S
Natsuka Masaie 50.000

Matsudaira Tadayoshi 100.000 S
Mōri Hidemoto 200.000 S

Tsutsui Sadatsugu 200.000 S
Toda Katsushige 10.000 S

Baca Lebih Lanjut Disini

Sumber: http://id.wikipedia.org
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Pertempuran di sungai Salsu adalah salah satu pertempuran paling mematikan dalam sejarah, lebih dari 300.000 tentara cina di bawah dinasti Sui tewas terbunuh dalam invasinya ke kerajaan Goguryeo (sekarang Korea Utara). Pertempuran ini terjadi pada tahun 612, pada masa perang Goguryeo-Sui yang kedua. Di bawah pimpinan Jenderal Eulji Moon Deok yang brilian, pasukan kavaleri Geoguryo yang jauh lebih sedikit dari tentara dinasti Sui dapat mencapai kemenangan yang gemilang.



Pada tahun 612, kaisar Yang Di memerintahkan 1.000.000 pasukan untuk menyerang kerajaan Geoguryo. Saat itu, jendral Eulji Moon Deok yang memimpin pertahanan benteng-benteng Geoguryo. Ia menghadapi invasi besar-besaran Sui baik dari darat maupun dari laut. Tentara Sui yang banyak tidak menjamin kemenangan mereka. Mereka tidak mempelajari keadaan geografis Geoguryo secara mendalam, selain itu, kaisar Yang Di bukanlah seorang ahli strategi, ia hanya tahu memerintahkan pasukan maju, tapi tak memberi mereka koordinasi apapun. Yang Di lebih sibuk dengan urusan hiburan bagi istananya dan proyek-proyek tak berguna seperti kanal raksasa yang membebani rakyat dengan kerja paksa, selain itu, invasinya ke kerajaan Champa banyak menurunkan moral pasukan Sui, walaupun berhasil meraih kemenangan, tetapi banyak prajurit Sui yang tewas terkena wabah malaria. Yang Di adalah seorang raja yang ambisius dan tak mau mendengar pendapat orang lain. ia hanya percaya dirinya sendiri. Orang yang mempertanyakan kebijakannya akan langsung dihukum mati.

Jalannya pertempuran Salsu terjadi di sungai Chongchon. tentara Sui yang hendak mundur setelah frustasi dengan wabah penyakit dan perbekalan yang menipis akan menyebrang sungai Chongchon untuk kembali ke tanah Sui. Tetapi ada anomali yang tak mereka sadari, tingkat air sungai Chongchon jauh lebih rendah daripada biasanya, sebenarnya ini adalah sebuah jebakan dari jendral Eulji yang memerintahkan pasukannya untuk membendung aliran sungai Chongchon, alih-alih memikirkan penyebabnya, tentara-tentara Sui yang sudah kelelahan itu segera menyebrangi sungai, saat itulah jenderal Eulji yang sudah mengawasi tentara Sui sejak penarikan mundur mereka membuka bendungan air sungai itu, maka terjadilah air bah dalam seketika, ratusan ribu tentara Sui tewas disapu air bah yang maha dahsyat, 10.000 pasukan kavaleri Geoguryo muncul mendadak dan menyerbu sisa pasukan Sui yang tak tersapu air bah. Bencana besar terjadi. Dari 305.000 pasukan Sui yang hendak menyebrang sungai, hanya sekitar 2.700 yang mampu kembali dengan selamat ke tanah Sui.


Kaisar Yang Di

Akibat pertempuran ini naas bagi dinasti Sui, kas negara kosong akibat menanggung biaya perang, negara hampir bangkrut, bangsawan-bangsawan tak lagi percaya pada kaisar, rakyat yang marah juga memberontak pada kaisar Yang Di, hingga akhirnya dinasti Sui pun runtuh, tak kuasa menghadapi pemberontakan rakyat. Pemerintahan tiran dinasti Sui pun digantikan oleh dinasti Tang. Sedangkan bagi bangsa Geoguryo, mereka bisa mencicipi kemerdekaan singkat mereka sebelum kembali menghadapi invasi dinasti Tang pada tahun 645 pada pertempuran Ansi dan akhirnya kerajaan Geoguryo runtuh pada tahun 668, setelah menghadapi aliansi dinasti Tang dan Silla (bangsa Korea Selatan) dalam perang selama hampir 8 tahun.


Sungai Chongchon
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Pertempuran Taginae (juga dikenal sebagai Pertempuran Busta Gallorum) pada bulan Juni / Juli 552, pasukan dari Kekaisaran Bizantium di bawah Narses memecah kekuatan Ostrogoth di Italia, dan membuka jalan bagi penaklukan Bizantium lengkap dari Semenanjung Italia. Seperti Pertempuran Agincourt pada tahun 1415, itu dicontohkan bencana kekalahan dari kavaleri dengan infanteri bersenjata rudal.

Dari 549 sejak Kaisar Justinian aku telah merencanakan untuk mengirim pasukan besar ke Italia untuk menyimpulkan perang berkepanjangan dengan Ostrogoth dimulai pada 535. Selama 550-51 pasukan ekspedisi besar berjumlah 20.000 orang (mungkin 25.000 laki-laki?) Telah berangsur-angsur berkumpul di Salona di Adriatik, yang terdiri dari unit Bizantium teratur dan kontingen besar sekutu asing, terutama Lombardia, Heruls dan Bulgaria. [3] kekaisaran pengurus (cubicularius) Narses ditunjuk untuk perintah pada pertengahan 551. Musim semi berikutnya Narses memimpin pasukan besar ini di sekitar pantai
Laut Adriatik sejauh Ancona, dan kemudian berbalik pedalaman bertujuan untuk berbaris menuruni Via Flaminia ke Roma.

Pertempuran

Dekat desa Taginae (biasanya terletak di suatu tempat di sebelah utara modern Gualdo Tadino), Narses bertemu dengan tentara Ostrogothic diperintahkan oleh Raja Totila, yang telah maju untuk menangkap dia. Menemukan sendiri jauh kalah jumlah, Totila pura-pura masuk ke dalam perundingan sementara perencanaan serangan mendadak, tapi Narses tidak tertipu oleh siasat ini.

Meskipun ia menikmati keunggulan dalam angka, Narses pasukannya ditempatkan dalam posisi defensif yang kuat. Di tengah ia berkumpul tubuh besar sekutu Jermanik turun dalam barisan yang padat, dan menempatkan pasukan Bizantium untuk kedua sisi. Pada setiap sayap ia ditempatkan 4.000 kaki-pemanah.

Totila awalnya mencoba mengepung lawan dengan merebut sebuah bukit kecil di kiri Byzantium yang mendominasi satu-satunya rute ke bagian belakang Narses 'line, tetapi kekuatan lima puluh Bizantium infanteri dikerahkan di yang kompak terlindung baik pembentukan berhasil mengalahkan serangan berturut-turut dari Ostrogothic kavaleri.



Setelah gagal untuk mengubah Narses posisi, dan 2.000 mengharapkan bantuan dari Teias, Totila digunakan berbagai expedients untuk menunda pertempuran, termasuk jujur menawarkan negosiasi dan duel disahkan antara pertempuran-garis. Dalam salah satu kesempatan, Totila mengirim desertir bernama Byzantium Coccas keluar untuk menantang Bizantium untuk satu pertempuran. Coccas itu besar dan sangat kuat. Ia memiliki reputasi di antara Goth sebagai pejuang yang kejam dan kuat. Seorang Armenia bernama Anzalas, salah satu Narses 'pengawal, menjawab tantangan itu. Coccas dikenakan biaya Anzalas, tetapi pada saat terakhir, membelok Anzalas kudanya dan menusuk Gothic juara di samping. Bukan pertanda yang paling menguntungkan untuk Totila.

Namun, Raja Gotik taktik menunda lagi. Kedua tentara melihat Totila, berpakaian ungu dan emas bersinar baju zirah, dan menunggang kuda jantan yang sangat besar, cantered keluar menuju tak-bertuan antara dua pasukan yang besar. Kudanya menari dan berjingkrak-jingkrak dalam lingkaran, dibesarkan, berputar, dan berlari mundur sebagai Totila melemparkan tombak ke udara dan menangkapnya. Akhirnya, ia naik kembali ke pasukannya sendiri dan berubah menjadi pertempuran baju besi. Teias telah tiba.

Bala bantuan-Nya telah tiba, pecah Totila pembentukan dan pensiunan untuk makan siang. Narses, waspada dari kemungkinan tipu muslihat, mengizinkan pasukannya untuk menyegarkan diri mereka sendiri tanpa meninggalkan posisi mereka. Totila, rupanya berharap untuk mengambil musuhnya terkejut, tiba-tiba meluncurkan mount skala besar serangan terhadap pusat Bizantium. Kuno dan modern menuduhnya penulis memiliki kebodohan, tapi mungkin Totila berusaha untuk dekat dengan musuh secepat mungkin untuk menghindari efek dari Byzantium hebat panahan. Narses sudah siap untuk langkah demikian, bagaimanapun, dan memerintahkan para pemanah berkumpul di sisi depan mereka untuk miring terhadap pusat supaya pertempuran-line menjadi berbentuk bulan sabit. Terperangkap dalam enfilading api dari kedua belah pihak, yang berkelanjutan kavaleri Ostrogothic korban tinggi dan serangan mereka goyah. Kursus dan durasi pertempuran berikutnya tidak yakin, tapi menjelang sore Narses memerintahkan muka umum, dan Ostrogoth pecah dan kabur. Account Meskipun bervariasi, mungkin selama kekalahan berikutnya yang Totila dibunuh.

Narses meneruskan perjalanan ke Roma yang jatuh dengan perlawanan terbatas. Bangsa Ostrogoth Totila berkumpul kembali di bawah pengganti Teias, tapi mengalami kekalahan terakhir pada Pertempuran Mons Lactarius (dekat Gunung Vesuvius) dan sesudah itu tidak memainkan peran penting dalam sejarah Italia.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pemberontakan Nika dikenal juga dengan nama Kerusuhan Nika, berlangsung sekitar satu pekan di Konstantinopel (Istanbul Modern) pada tahun 532 M. Konstantinopel adalah ibukota Imperium Romawi Timur. Latar belakang kerusuhan ini adalah pertikaian antar sekte agama sekaligus antar suporter balapan kereta perang yeng merupakan olahraga populer di seantero Romawi, timur dan barat. Empat tim yang terkenal memiliki warna karakter tersendiri: Biru, Merah, Hijau, dan Putih. Di Romawi Timur sendiri, dua tim yang paling berpengaruh adalah tim Biru dan Hijau. Kaisar ketika kerusuhan ini terjadi adalah Justinian I, pendukung tim Biru.





Tim-tim ini memiliki asosiasi khusus secara aliran agama, kelompok geng-geng preman jalanan, dan kelompok-kelompok politik. Bahkan suporter -suporter ini sering kali berupaya mempengaruhi kebijakan politik kaisar dengan meneriakkan tuntutan politik mereka ketika balapan sedang berlangsung. Pasukan imperial dan pasukan penjaga kota tidak akan mampu untuk menjaga keamanan selama balapan berlangsung tanpa kerja sama dengan faksi penyelenggara yang biasanya ditunggangi bangsawan-bangsawan di kota berkaitan: termasuk di dalamnya bangsawan yang merasa lebih berhak untuk menjadi kaisar dibanding Justinian.

Beberapa tahun sebelum kerusuhan terjadi, tepatnya tahun 531, beberapa anggota pendukung tim Biru dan Hijau ditangkap terkait kasus pembunuhan dalam sebuah kerusuhan kecil yang terjadi setelah balapan rutin berlangsung. Pembunuh biasanya akan digantung sebagai hukuman. Tetapi pada tanggal 10 Januari 532, dua orang dari mereka yang tertangkap--masing-masing dari tim Biru dan Hijau--berhasil melarikan diri dan berlindung di sebuah gereja yang kemudian dikepung oleh massa yang marah dan bersiap untuk melindungi dua orang ini dari pasukan penjaga keamanan.

Justinian pun mengalami kesulitan. Ia juga sedang menghadapi beberapa masalah negara: negosiasi dengan Imperium Persia di timur kekaisarannya, ketidakpuasan rakyat dengan pajak yang tinggi, dan sekarang ia harus menghadapi potensi krisis horizontal di ibukotanya sendiri. Untuk itu, ia mengumumkan untuk menyelenggarakan balapan tanggal 13 Januari sekaligus sebagai waktu untuk keputusan hukuman bagi mereka yang melanggar hukum. Namun tim Biru dan Hijau menghendaki agar dua orang yang melarikan diri diampuni.

Tanggal 13, dua kelompok suporter yang sedang emosi tiba di Hippodrome (stadion tempat balapan berlangsung) untuk menyaksikan balapan yang dijanjikan. Hippodrome sendiri berada di sebelah istana kaisar dan kaisar sendiri menonton dari tempat duduk khususnya. Di awal balapan, para suporter melemparkan caci maki kepada kaisar mereka karena lambatnya keputusan Justinian. Di saat hari hampir berakhir, teriakan dukungan mulai berubah dari teriakan "Biru" atau "Hijau" menjadi "Nika" yang berarti menang atau taklukkan, dan akhirnya amarah massa suporter meledak. Mereka turun dari tribun dan mulai memasuki istana kaisar, Hagia Sophia. Beberapa senator menganggap ini sebagai saat yang tepat untuk menggulingkan Justinian. Perusuh ternyata bersenjata, didalangi oleh senator-senator penentang kaisar. Mereka membunuh para penjaga istana, membakar beberapa bangunan di kota, termasuk gereja megah di Hagia Spohia. Beberapa hari kemudian, mereka kemudian mendeklarasikan kaisar baru, Hypatius, yang merupakan keponakan kaisar sebelumnya, Anastasius I.

Justinian ternyata cukup berani untuk tidak melarikan diri meskipun jalan lari terbuka lebar ke arah laut menuju daratan Anatolia (Turki modern). Ia memikirkan strategi untuk menghadapi kerusuhan. Ia memerintahkan seorang kasim kekaisaran yang terkenal, Narses, untuk membawa sekeranjang emas ke tengah kerumunan massa yang telah membunuh beratus-ratus orang. Narses langsung berlari menuju koordinator berpengaruh dari suporter Biru dan ia mengatakan bahwa Justinian mendukung mereka untuk menghabisi suporter Hijau. Ia juga memberitahukan bahwa Hypatius adalah suporter Hijau. Kemudian Narses membagi-bagikan emas tersebut. Koordinator suporter tim Biru memberitahukan kepada rekan-rekannya dan beberapa saat kemudian, mereka semua keluar dari Hippodrome untuk memboikot pemahkotaan Hypatius. Akibatnya, suporter Hijau tertinggal di dalam Hippodrome dan Belisarius serta Mundus, dua panglima pasukan imperial, masuk ke dalam hippodrome untuk menghukum para perusuh. Sekitar 30.000 orang pendukung tim Hijau tewas. Hypatius dieksekusi mati dan senat-senat pemberontak dibuang.

Nilai penting dari pertempuran ini adalah terbukanya kesempatan bagi Justinian untuk mencapai cita-citanya membuat kodifikasi hukum Romawi. Hukum sipil dan kriminal di banyak negara Amerika, Eropa, dan Afrika modern banyak yang merujuk pada hukum buatan Justinian ini.

Sumber: http://www.kaskus.us
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Pertempuran Chalons dikenal juga dengan nama Pertempuran Dataran Catalaunia dan Pertempuran Campus Mauriacus. Pertempuran ini diperkirakan terjadi tanggal 20 Juni 451 M antara koalisi Romawi-Visigoth-Frank-Burgundi-Alani melawan koalisi Hun-Ostrogoth-Gepid. Lokasinya adalah di bagian timur laut Prancis modern.

Pada masa itu, kontrol Imperium Romawi Barat terhadap daerah-daerah taklukannya di Eropa barat bagian utara mulai melemah. Masing-masing suku bangsa di utara memang masih menjadi bagian dari Romawi, tetapi sewaktu-waktu, pemberontakan mereka akan meledak. Bangsa-bangsa ini antara lain Jerman dan Burgundi. Sedangkan bangsa lainnya telah bebas dari pengaruh langsung Romawi, antara lain Visigoth dan Franks. Kepemimpinan Romawi barat secara langsung hanya terbatas pada wilayah-wilayah pantai Mediterania.

Namun, di tengah ancaman datangnya bangsa barbar dari Asia, Hun, yang dipimpin oleh pemimpin terbesar mereka, Attila, Romawi mengambil jalan untuk melakukan persekutuan dengan Visigoth dan Franks yang sebenarnya mengganggu mereka. Visigoth dan Franks juga dalam ancaman besar jika Hun menjarah daerah mereka. Jenderal Romawi, Flavius Aetius, segera berangkat dengan pasukannya menuju Gaul untuk membujuk Raja Visigoth, Theodoric I, untuk bersekutu menghadang Attila. Theodoric I setuju dan pasukan gabungan berangkat menuju Aurelianum tanggal 14 Juni. Bersama mereka, bergabung pula pasukan Frank, Burgundi, dan Alani.






Attila mendengar kabar bersatunya Visigoth dan Romawi sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan Aurelianum karena tidak ingin terkepung di dalam kota. Romawi-Visigoth mengejar dan kedua pihak bertemu tanggal 20 Juni di dataran Catalaunia. Pertempuran tidak dapat dielakkan. Pasukan koalisi Romawi-Visigoth unggul di awal dan membuat pasukan Hun mundur, tetapi serangan balik Hun memberi pukulan yang cukup berpengaruh pada musuh. Theodoric I tewas dalam pertempuran hari pertama ini.

Pertempuran berlanjut di hari kedua. Attila bertahan di kemahnya yang diperkuat dengan dinding-dinding kereta. Anak Theodoric I, Thorismund, berniat untuk menghabisi Hun. Namun niat ini ditahan Aetius dan menyuruhnya untuk pulang agar bisa mengamankan tahta ayahnya dari adiknya agar tidak terjadi perang saudara. Aetius sebebarnya bermaksud agar Hun tidak hancur sepenuhnya sehingga Visigoth tidak melepaskan persekutuannya dengan Romawi. Thorismund pun segera pulang. Aetius juga melakukan hal yang sama dengan sekutu Franknya dengan tujuan agar ia bisa menguasai semua harta rampasan perang.

Sementara di kemah, Attila mengira mundurnya Visigoth dan Frank sebagai jebakan sehingga ia tidak berani keluar dari kemahnya sampai akhirnya ia dan pasukan Hun juga mundur. Pertempuran ini pun selesai tanpa kejelasan hasil. Kedua pasukan harus menanggung jumlah korban yang cukup banyak. Namun secara strategi, Romawi-Visigoth bisa dianggap menang dengan mundurnya Attila.

Secara makro-historis, pertempuran ini sangat penting. Pertempuran ini menandai melemahnya kekuatan Hun (meskipun masih sempat membumihanguskan beberapa kota di semenanjung Italia) dan dimulainya Abad Pertengahan 'Middle Age. Pertempuran ini juga merupakan pertempuran pertama yang diikuti oleh banyak bangsa. 

Sumber: http://www.kaskus.us
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Pertempuran Adrianople merupakan salah satu pertempuran penting dalam Perang Gothic. Pertempuran ini juga dikenal dengan nama Pertempuran Hadrianopolis. Pihak yang terlibat dalam pertempuran ini adalah pasukan Romawi yang dipimpin langsung oleh kaisarnya di bagian timur, Valens, dan pasukan Goth yang dipimpin oleh rajanya, Fritigern. Pertempuran berlangsung tanggal 9 Agustus 378 M.

Latar Belakang

Secara garis besar, latar belakang pertempuran ini bisa langsung disamakan dengan latar belakang Perang Gothic, yaitu dipersulitnya orang-orang Goth untuk menjadi warga negara Romawi. Orang-orang Goth yang sebenarnya beragama sama dengan Romawi serta memiliki tingkat pendidikan yang setara harus terusir dari kampung halamannya karena serbuan Hun dari timur yang nantinya akan menyerbu Romawi juga. Ketika orang-orang Goth ini tiba di perbatasan, Valens sebenarnya telah mengizinkan mereka untuk masuk dan menjadi tentara Romawi untuk membantu dalam perang melawan Persia Sassanid yang mulai berkembang pengaruhnya. Tetapi gubernur di provinsi perbatasan Romawi malah mempersulit mereka dengan mengharuskan istri dan anak perempuan menjadi pelacur. Mereka tidak terima dan melakukan pemberontakan. Pertempuran Adrianople adalah salah satu upaya Valens untuk menumpas mereka.

Pasukan

Kaisar Valens meminta bantuan pasukan dari kaisar Romawi di barat, Gratian. Gratian mengirim bantuan dan Valens berhasil mengumpulkan sekitar 30.000 pasukan, mayoritas infantri berat. Sebagian pasukan kavalerinya mayoritas ia bawa dari Arab ketika ia pergi dari Antiokia (kota besar Romawi di utara Syria) menuju lokasi pertempuran. Kavaleri ini bukanlah kavaleri yang cocok untuk pertempuran sengit, tetapi kavaleri ringan yang cocok untuk pertempuran kecil pembuka.

Sedangkan Fritigern hanya memiliki sekitar 10.000 pasukan dan mengharapkan bantuan dari 5.000 kavaleri beratnya yang sedang melakukan misi lain.

Jalan Pertempuran






Sesudah Pertempuran dan Akibat Penting Pertempuran Adrianople

Kekalahan Romawi pada pertempuran ini menjadi awal kehancuran Kekaisaran Romawi Barat karena Goth (Ostrogoth dan Visigoth) bisa menjadi kerajaan merdeka yang berdiri sendiri. Apalagi dalam beberapa tahun berikutnya, bangsa Hun telah tiba di Eropa dan bersiap "menyapu bersih" semua yang bisa mereka ambil atau hancurkan.

Selain itu, pertempuran ini juga memicu semakin besarnya peran kavaleri dalam pertempuran. Romawi pun bersiap untuk membuat cataphract-nya yang mulai terinspirasi juga dari cataphract Parthia dan Persia. Lama-kelamaan, lahirlah ksatria-ksatria kavaleri feodal yang berperan besar dalam pertempuran abad pertengahan, terutama Perang Salib.

Sumber: http://www.kaskus.us
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Statistik

Tanggal : September 52 SM
Lokasi : Alise-Sainte-Reine saat ini (Perancis)
Hasil : Kemenangan menentukan bagi Roma, penguasaan Galia keseluruhan.

Kekuatan

Roma
Pasukan : ~30,000-60,000, 12 Legiun Roma dan sekutunya
Korban : 12.800

Galia
Pasukan: ~330.000 sekitar 80.000 dikepung ~250.000 di luar kepungan
Korban : 40.000-250.000

 Pertempuran Alesia atau Pengepungan Alesia adalah konflik yang terjadi pada September 52 SM di sekitar Gallia oppidum di Alesia, pusat kota utama dan kota bukit suku Mandubii, kemungkinan terletak di di Chaux-des-Crotenay (Jura). Penyelidikan awal meletakkan Alesia di puncak Gunung Mont Auxois, di atas Alise-Sainte-Reine modern di Perancis, tetapi lokasi ini tidak sesuai dengan gambaran Caesar mengenai pertempuran tersebut. Alise-Sainte-Reine masih merupakan lokasi resmi Alesia. Pertempuran ini terjadi antara tentara Republik Romawi, dikomandoi oleh Kaisar Julius (Julius Caesar), dibantu oleh komandan kavaleri Markus Antonius, Titus Labienus dan Gaius Trebonius, melawan aliansi suku-suku Gallia yang bersatu di bawah pimpinan Vercingetorix dari Averni.

Alesia merupakan pertempuran utama antara bangsa Gallia dan Romawi dan menandakan titik perubahan dalam Perang Gallia oleh Roma. Pengepungan Alesia dianggap sebagai salah satu pencapaian militer Caesar teragung dan masih merupakan salah satu contoh klasik siegewar. Kejadian ini digambarkan oleh beberapa sejarahwan pada zaman tersebut, termasuk Caesar sendiri dalam De Bello Gallico.

Setelah kemenangan Romawi, Gallia (letaknya di sekitar Perancis masa kini) ditaklukkan dan menjadi provinsi Romawi. Penolakan senat Romawi untuk memberikan Caesar penghormatan bagi kemenangannya dalam Perperangan Gallia akhirnya menjadi salah satu faktor penyebab perang saudara Romawi 50-45 SM.

Awal Peperangan

Julius Caesar telah berada di Gallia semenjak 58 SM. Adalah menjadi kebiasaan bagi konsul, pegawai lantikan tertinggi Romawi, pada akhir tahun jabatannya sebagai konsul, untuk dilantik sebagai gubernur salah satu jajahan Romawi oleh Senat Romawi. Setelah jawatan konsul pertamanya pada tahun 59 SM, Caesar dilantik sebagai gubernur Cisalpine Gallia (kawasan antara Alpen, Apennines dan Adriatic), dan Transalpine Gallia ("Gallia di luar Alps"). Dengan promagistrasi imperium, dia mempunyai kekuasaan mutlak dalam jajahan tersebut.

Caesar mengalahkan suku Gallia satu demi satu seperti Helvetii, Belgae atau Nervii, dan mendapatkan sumpah setia sekutu (pledge of alliance) dari suku-suku lain. Kejayaan dalam Perang Gallia memberi kontribusi besar kekayaan kepada Republik dalam bentuk harta rampasan dan tanah baru untuk dikenakan cukai. Caesar sendiri menjadi amat kaya, kerana sebagai jenderal, dia berhak atas kelebihan dari penjualan tahanan perang.

Tetapi kejayaan dan kemashyuran turut membawa musuh. Triumvirate Pertama, gabungan politik (walaupun tidak rasmi) dengan Pompey dan Crassus, berakhir pada 54 SM, dengan kematian Julia (anak perempuan Caesar dan isteri Pompey) dan Crassus dalam pertempuran Carrhae. Tanpa kaitan politik dengan Pompey, orang-orang seperti Marcus Porcius Cato yang Muda memulai kampanye menentang Caesar, mempropagandakan ketidakpercayaan dan menuduhnya ingin menumbangkan bentuk republik dan memulai kekaisaran Romawi.

Pada musim dingin 54-53 SM, suku Eburones yang sebenarnya patuh, di bawah pemerintahan Ambiorix, memberontak menentang penjajahan Romawi dan memusnahkan Legiun XIV dalam serangan kejutan yang dirancang dengan rapi. Ini merupakan satu pukulan hebat untuk Caesar dari Gallia, karena dia kehilangan seperempat kekuatan militernya, sementara evolusi politik di Romawi membuatnya tidak mungkin meminta bantuan dari senat Romawi. Pemberontakan Eburones merupakan kekalahan Romawi pertama yang nyata dan membuat perasaan kebangsaan Gallia meluas dan memicu pemberontakan lain.

Pertempuran ini memakan waktu hampir setahun, tetapi Caesar berhasil menghancurkan kepungan Gallia dan mengamankan suku-suku di sana. Bagaimanapun, pergolakan di Gallia tidak berakhir. Suku-suku Gallia menyadari bahwa dengan bersatu, kemerdekaan dapat direbut kembali dari Romawi. Persidangan Majelis Utama (general council) kemudian diadakan di Bibracte atas prakarsa Aedui, yang sebelumnya merupakan penyokong setia Caesar. Hanya Remi dan Lingones yang bersikukuh mempertahankan aliansi dengan Romawi. Majelis Dewan (council) melantik Vercingetorix, salah seorang ketua suku Averni, menjadi komandan Aliansi Pasukan Gallia.

Saat hal ini terjadi Caesar sedang menggelar perkemahan pada musim dingin di Cisalpine Gallia. Ia tidak menyadari adanya persekutuan untuk menentangnya. Tanda pertama dimulai dari Carnutes yang membunuh semua penetap Romawi di daerah Cenabum (modern: Orléans). Keganasan ini diikuti pula dengan penyembelihan seluruh warganegara Romawi, pedagang dan penetap di semua daerah utama Gallia.

Mendengar berita ini, Caesar dengan cepat menggerakkan pasukannya menyeberangi Alps, yang masih diselimuti salju, menuju pusat Gallia. Ini dilakukan dalam waktu singkat dan Caesar berhasil mengejutkan semua suku Gallia. Dia memecah tenteranya menjadi empat legion dengan Titus Labienus untuk melawan Senones dan Parisii di Utara. Caesar sendiri mengejar Vercingetorix dengan enam legiun dan kalaveri sekutu Jermannya.

Kedua pihak bertemu di kota bukit Gergovia, di mana Vercingetorix mendapat posisi pertahanan yang kuat. Caesar terpaksa mundur untuk menghindari kekalahan total setelah mengalami beberapa kekalahan kecil dan menyadari posisinya yang buruk. Pada musim panas 52 SM, beberapa pertempuran terjadi antara pasukan berkuda kavaleri, dengan kemenangan di pihak Caesar yang berhasil merusak tentera Gallia. Vercingetorix memutuskan bahwa belum saatnya perang besar terjadi lalu memerintahkan berkumpul di kota Mandubii di Alesia.
Bersambung
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Pertempuran Hormizdegan merupakan pertempuran puncak antara Pasukan Parthia dengan pasukan pemberontak Persia Sassanid, keturunan Persia Achaemenid yang kekaisarannya pernah dihancurkan oleh Alexander The Great di abad ke-3 SM. Pertempuran ini terjadi sekitar 24 April 224 M.

Persia Sassanid merupakan bangsa taklukan Parthia dan selama bertahun-tahun berada di bawah kekuasaan Parthia. Sampai pada saat Dinasti Arsacid-Parthia berkuasa. Raja Persia yang menjadi bawahan Parthia, Ardashir, memulai pemberontakannya dengan menaklukkan provinsi-provinsi tetangganya: Kerman, Isfahan, Susiana (Khuzestan modern), dan Mesene (Kuwait Modern). Syahansyah (Raja dari Segala Raja) Parthia, Artabanus IV, segera mempersiapkan pasukannya menumpas pemberontakan. Pertempuran puncak antara pemberontak Persia dan Parthia memuncak pada Pertempuran Hormizdegan ini. Artabanus terbunuh dan Parthia kalah serta hancur sebagai imperium.

Pertempuran ini menandai berdirinya Imperium Persia Sassanid yang ingin mengembalikan kejayaan imperium nenek moyangnya, Persia Acahemenid. Persia Sassanid akan berdiri selama empat abad sampai dihancurkan oleh Imperium atau Kekhalifahan Islam di abad ke-8 M.
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pemberontakan Sorban Kuning (Hanzi: 黃巾起義;黃巾之亂, hanyu pinyin: huangjin qiyi, bahasa Inggris: Yellow Turban Rebellion) adalah sebuah pemberontakan besar yang pecah di penghujung Dinasti Han tepatnya pada tahun 184. Peristiwa ini juga menjadi cerita pembuka dari roman sejarah terkenal Kisah Tiga Negara.



Pemberontakan ini dipimpin oleh tiga bersaudara, Zhang Jiao (張角), Zhang Liang (張梁) dan Zhang Bao (張寶). Sebelumnya, Zhang Jiao hanya seorang pemimpin aliran keagamaan Taipingdao (太平道), seiring dengan bertambahnya pengikut aliran sampai ratusan ribu umat, ia kemudian menyusun rencana pemberontakan terhadap kekaisaran yang memang telah lemah itu.

Dalam pemberontakan itu, ia memerintahkan pengikutnya untuk mengikatkan sorban kuning di kepala mereka dan dari sinilah pemberontakan itu mendapat namanya. Namun, pemberontakan ini ditumpas oleh jenderal-jenderal dan penguasa daerah yang masih setia terhadap Dinasti Han. Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan, penguasa daerah dan jenderal tadi menyusun kekuatan sendiri dan dimulailah sebuah rivalitas antar raja-raja perang yang menandai berakhirnya Dinasti Han.

Pemberontakan Sorban Kuning berlangsung di daratan China pada tahun 184-205 M di masa-masa akhir pemerintahan Dinasti Han. Pemberontakan ini dilatar belakangi krisis pangan, bencana alam banjir, dan kebijakan pajak yang luar biasa tinggi oleh Dinasti Han.

Kebencian rakyat pada pemerintah dimanfaatkan oleh sekte Sorban Kuning pimpinan Zhang Jiao yang memiliki dasar Taoisme. Ia menyebarkan pengikutnya ke segala penjuru China untuk merekrut pengikut. Dalam beberapa tahun, mereka memiliki cukup banyak anggota, tetapi mereka terlalu terburu-buru dan pemberontakan mulai terjadi di seluruh penjuru China, terkonsentrasi paling kuat di utara Sungai Kuning, provinsi You, dan daerah Yingchuan-Runan-Nanyang. Jumlah total pemberontak ini sekitar 360.000 pasukan.

Dinasti Han segera menerjunkan pasukannya dan memerintahkan keluarga-keluarga feodal paling berpengaruh untuk menggempur pemberontakan dan akhirnya pemberontakan dapat dipadamkan. Namun, pemberontakan ini semakin melemahkan kekaisaran dan memperkuat posisi tuan-tuan tanah dan akhirnya Dinasti Han runtuh dan China memasuki era Tiga Kerajaan. 

Sumber: http://www.kaskus.us
  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments