Previous Next
  • Perang Teluk

    Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki. Akibat invasi ini, Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990...

  • 5 Negara yang Terpecah Akibat Perang Dunia II

    Negara yang terpecah adalah sebagai akibat Perang Dunia II yang lalu di mana suatu negara diduduki oleh negara-negara besar yang menang perang. Perang Dingin sebagai akibat pertentangan ideologi dan politik antara politik barat dan timur telah meyebabkan negara yang diduduki pecah menjadi dua yang mempunyai ideologi dan sistem pemerintahan yang saling berbeda dan yang menjurus pada sikap saling curiga-mencurigai dan bermusuhan. Setelah perang dunia kedua, terdapat empat negara yang terpecah-pecah, antara lain:

  • Serangan Sultan Agung 1628 - 1629

    Silsilah Keluarga Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Dilahirkan tahun 1593, merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyokrowati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banowati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat. Yang menjadi Ratu Wetan adalah putri dari Batang keturunan Ki Juru Martani, melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I)...

  • Perang Dingin

    Perang Dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947—1991. Persaingan keduanya terjadi di berbagai bidang: koalisi militer; ideologi, psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan; dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, yang akhirnya tidak terjadi. Istilah "Perang Dingin" sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara kedua negara adikuasa tersebut...

  • Perang Kamboja-Vietnam

    Pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan saigon tahun 1975, negara-negara anggota ASEAN mencemaskan kemungkinan penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Asia Tenggara. Ketegangan terus memuncak mengingat ASEAN adalah negara-negara Non-Komunis sedangkan negara-negara Indochina adalah negara komunis. Kemenangan Vietnam pada Perang Vietnam sudah tentu mengkhawatirkan ASEAN ditengah rencana Amerika Serikat untuk mengurangi kehadiran pasukannya yang selama ini secara tak langsung melindungi ASEAN dari invasi komunis ke kawasan tersebut...

Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Poin penting lain terkait kegagalan strategi perang rezim Zionis Israel. Rezim penjajah ini memasuki sebuah perang mampu merealisasikan tujuannya menduduki sebuah daerah. Bayangkan, selama 33 hari mereka berperang di kota Bent Jbeil yang hanya berjarak 4 kilometer dari perbatasan Palestina pendudukan, tapi tetap tidak mampu mendudukinya. Kegagalan ini terus berlangsung hingga perundingan gencatan senjata disepakati.



 
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya, tahapan perundingan gencatan senjata akan dilakukan oleh rezim Zionis Israel lewat PBB bila mereka telah menduduki sebuah daerah. Artinya, perundingan itu hanya sekadar pengesahan Zionis Israel atas daerah itu dan bahwa Israel telah memiliki daerah tersebut.

Kenyataan yang terjadi pada hakikatnya merupakan sebuah kekalahan lain rezim Zionis Israel. Namun yang paling penting dari semua ini, untuk pertama kalinya front dalam negeri Israel menjadi sasaran serangan Hizbullah Lebanon. Ini istilah yang dibuat oleh Israel sendiri di mana seluruh kawasan Palestina pendudukan utara telah menjadi medan tempur.

Ada satu masalah besar yang sampai saat ini masih menjadi teka-teki bagi militer rezim Zionis Israel. Rezim penjajah ini masih belum mampu membongkar sistem komunikasi apa yang dipakai Hizbullah dalam perang 33 hari. Karena menurut mereka apa saja yang diketahui mereka sebagai sistem komunikasi Hizbullah mulai dari antena hingga bangunan telah mereka bombardir hingga rata dengan tanah. Tapi mereka sedemikian terkejut, betapa Sayid Hasan Nasrullah hingga akhir perang masih tetap tampil dan berhubungan dengan pasukannya di lini depan.

Rezim Zionis Israel betul-betul dalam kebingungan. Betapa tidak, setiap kali Sayid Hasan Nasrullah mengeluarkan perintah, pasti ada rudal yang ditembakkan dan ini menjadi tanda tanya besar bagi Israel. Apa sebenarnya sistem komunikasi yang dipakai Hizbullah yang tidak dimiliki oleh militer Irak?

Untuk menjawab masalah ini pasca perang 33 hari, Zionis Israel mendatangkan satu delegasi dari Amerika. Tim khusus ini ditugaskan mengkaji sistem komunikasi apa yang dipakai Hizbullah sehingga mampu bertahan selama dibombardir hebat dalam 33 hari. Karena sistem ini mampu memberikan kekuatan kepada Hizbullah untuk melanjutkan perlawanannya.
Kekalahan yang dialami di Lebanon Selatan dalam perang 33 hari ini membuat Zionis Israel kembali merevisi strategi perangnya dan kembali pada strategi pertama. Ini memaksa perubahan dalam kepemimpinan dan Jenderal Dan Halutz menjadi korban pertamanya. Ia kemudian digantikan oleh Jenderal Gabi Ashkenazi yang berasal dari angkatan darat. Dengan demikian, militer Zionis Israel memusatkan kekuatannya pada pasukan darat. Mereka baru memahami bahwa tanpa memusatkan kekuatan pada angkatan darat, mereka tidak akan mampu meraih kemenangan di satu perang pun. Sementara angkatan udara kembali pada peran semulanya sebagai pasukan pendukungMasalah lain yang dibicarakan serius oleh Zionis Israel adalah melindungi front dalam negeri. Bila kita ingin mengetahui kapan Zionis Israel akan menyerang negara lain, kita harus tahu sejauh mana mereka mampu melindungi front dalam negerinya. Pasca perang 33 hari hingga kini setiap tahunnya Zionis Israel menggelar latihan perang dan setiap kalinya mereka baru memahami betapa mereka punya masalah serius di front dalam negeri. Manuver tersebut sangat memalukan bagi Zionis Israel!

Rezim Zionis Israel senantiasa memperkenalkan dirinya sebagai bagian dari ‘negara' Barat, tapi jelas bahwa terkait masalah perlindungan dalam negerinya mereka harus dikategorikan dalam negara-negara dunia ketiga. Karena di setiap latihan militer yang mereka gelar terlihat jelas ketidakkompakan dalam sistem pertahanan kota, antara bagian gawat darurat dan rumah-rumah sakit dan begitu juga antarbunker-bunker yang ada. Ini masalah serius yang muncul dalam setiap manuver militer yang dilakukan Zionis Israel setiap tahunnya.

Benar, dari sisi ini Zionis Israel harus dikategorikan dalam kelompok negara-negara dunia ketiga. Pasca latihan militer, seorang komandan militer kepada televisi Israel mengatakan bahwa manuver militer yang dilakukan ini menunjukkan betapa Israel tidak akan melakukan perang hingga lima tahun mendatang!!!

Ada poin lain yang patut dicermati saat rezim Zionis Israel kalah dalam perang 33 hari. Faktor yang tidak boleh dipandang remeh ini adalah pengaruh Intifada II terhadap militer Zionis Israel. Dalam Intifada II perjuangan bangsa Palestina dilakukan di Tepi Barat Sungai Jordanm, bukan dari Jalur Gaza. Geografi Tepi Barat juga berbeda dengan Gaza.

Jalur Gaza sebuah kawasan padat penduduk dan untuk melakukan infiltrasi ke sana, militer Zionis Israel menghadapi kesulitan dan membutuhkan biaya besar. Berbeda dengan Gaza, Tepi Barat Sungai Jordan memiliki wilayah lebih luas dengan populasi yang menyebar. Di kawasan ini, militer Zionis Israel dengan mudah memasuki setiap daerah dan menangkap warga Palestina.

Dengan gambaran tersebut, setiap konflik atau kontak senjata militer Zionis Israel dengan warga Palestina sejak tahun 2000 hingga 2006 dalam Intifada II dianggap mudah oleh mereka. Di masa itu, militer Israel menganggap setiap konflik dengan warga Palestina sebagai rekreasi mereka. Mereka sampai pada satu kesimpulan bahwa setiap kali ingin menangkap warga Palestina, maka hal itu dapat dilakukan dengan mudah dan kenyataan di lapangan memang terbukti demikian. Tapi kesalahan besar militer Zionis Israel adalah mereka terjun dalam perang 33 hari dengan cara pandang ini!!!

Dalam catatan kenangan seorang perwira militer Israel disebutkan, "Saat itu kami telah berhasil melewati jalur perbatasan. Yang terlintas di benak adalah kami akan menghadapi seorang Arab yang sedang duduk di bawah tendanya sambil memangku klashinkov. Begitu mendekatinya dengan mudah kami merampas senjata itu dari tangannya lalu meringkus dan memboyongnya ke Israel... Tapi semua bayangan itu buyar ketika kami telah memasuki daerah Lebanon. Karena kami menghadapi satuan militer terlatih, sangat efisien, dipersenjatai dengan senjata modern, punya semangat tinggi dan mampu melakukan operasi-operasi militer sulit. Semua ini gara-gara dampak Intifada II yang kami hadapi selama ini."

Pasca kekalahan itu rezim Zionis Israel terjun dalam sebuah perang lagi di Gaza selama 22 hari. Sebuah perang yang sangat tidak seimbang. Dalam perang ini hanya militer Zionis Israel yang secara berkesinambungan membombardir Jalur Gaza. Perang 22 hari bukan perang klasik di mana ada dua pihak yang melakukan konflik senjata. Namun hal penting dan sangat mempengaruhi konstelasi politik Timur Tengah adalah selama 22 hari menyerang Gaza pemerintahan Hamas tidak juga bertekuk lutut seperti yang mereka harapkan.

Tentu saja setelah tidak mampu merealisasikan tujuannya, apa yang dilakukan militer Zionis Israel selama 22 hari terhitung satu kekalahan. Perang ini sangat berdampak besar. Karena untuk pertama kalinya dipublikasikan laporan Goldstone yang mengecam Zionis Israel di tingkat internasional. Rezim Zionis Israel dikecam di seluruh dunia dan bermunculan keberanian untuk mengadili para pemimpin Israel di negara-negara Barat. Para perwira dan pejabat tinggi Zionis Israel menjadi tersangka dan diusut secara hukum.

Begitu besarnya pengaruh kekalahan Zionis Israel dalam perang 22 hari di Jalur Gaza, sehingga kini para pengambil keputusan di Israel akan berpikir panjang untuk memutuskan menyerang daerah lain. Mereka tahu benar, bahwa bila terjadi perang dan melakukan kejahatan lain, maka merekalah yang bahkan dikecam di tingkat internasional.(IRIB/MZ/SL)

Sumber: http://indonesian.irib.ir/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Mengingat pengambil keputusan perang adalah perdana menteri, maka siapa yang menjadi Perdana Menteri Rezim Zionis Israel menjadi sangat penting. Di Israel seorang perdana menteri harus memiliki pengalaman militer. Oleh karena itu, sangat mungkin sekali metode pengambilan keputusan seorang perdana menteri akan berbeda dengan perdana menteri lainnya.


Dengan gambaran semacam ini, tujuh prinsip klasik metode perang Israel tetap dipertahankan oleh para penguasa Tel Aviv hingga lengsernya diktator Irak Saddam Husein. Begitu cepatnya Baghdad jatuh oleh pasukan pendudukan Amerika pada tahun 2003 memunculkan adanya perubahan dalam strategi militer Israel. Rezim penjajah Palestina begitu terpesona dengan kemenangan cepat Amerika di Irak. Oleh karenanya mereka segera membentuk tim membahas faktor-faktor apa saja yang menentukan kemenangan Amerika.

Faktor pertama yang mereka temukan adalah penggunaan teknologi canggih. Mereka menilai teknologi canggih yang dimiliki oleh AS mampu menundukkan Baghdad dalam sekejap. Atas dasar ini, mereka sampai pada satu kesimpulan bahwa Israel harus memanfaatkan teknologi canggih dalam perang mendatangnya.

Faktor kedua menurut mereka ada pada peran urgen dan prinsip dari angkatan udara Amerika. Kekuatan udara AS menjadi faktor paling determinan dalam menaklukkan kekuatan militer Irak. Sementara pasukan darat AS dengan mudah masuk dan menguasai Baghdad. Sejatinya angkatan darat AS praktis tidak memasuki perang yang sesungguhnya. Karena militer Irak sebenarnya sudah takluk dihancurkan angkatan udara Amerika terlebih dahulu. Itulah mengapa mereka dapat dengan cepat menduduki Irak.

Poin penting lainnya terkait hancurnya sistem komunikasi militer Irak. Pasukan udara Amerika dengan memanfaatkan teknologi modern berhasil menghancurkan sistem jalur komunikasi militer Irak. Militer AS menghancurkan jalur komunikasi yang menghubungkan staf komando Irak di Baghdad dengan satuan-satuan tempurnya di daerah-daerah. Pasukan Irak yang berada di Basrah akhirnya tidak mampu melakukan hubungan dengan Baghdad yang berujung pada ketidakmampuan mereka untuk mengambil keputusan. Di sini, para komandan pasukan Irak yang berada di garis depan dan di daerah-daerah malah mendapatkan informasi perang lewat televisi Aljazeera, disebabkan hubungan ke Baghdad terputus.

Faktor penting lainnya adalah korban yang sangat sedikit dari pihak Amerika. Kenyataan ini sangat mempesonakan militer Israel karena hal ini yang sangat diinginkannya.

Akhirnya militer Israel menjadikan perang Amerika di Irak sebagai panduannya dan meninggalkan strategi militer klasik yang sebelum ini diterapkannya. Langkah pertama yang mereka lakukan adalah fokus memperkuat angkatan udaranya. Atas dasar ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah Israel seorang perwira angkatan udara diangkat menjadi kepala staf gabungan militer Israel. Ia adalah Jenderal Dan Halutz.

Pemilihan Jend. Dan Halutz bermakna bahwa Israel serius mengubah strategi perang dari penekanan pada angkatan darat pada angkatan udara. Tidak hanya itu, Israel bahkan mengambil langkah lebih jauh mengubah kebijakannya terkait pasukan cadangan. Karena di Israel selalu saja dibahas terkait anggaran milier yang begitu besar, bahkan lebih besar dari anggaran pembangunan. Oleh karena itu, anggaran pasukan cadangan pun disunat dan difokuskan membentuk pasukan darat dalam kelompok-kelompok kecil namun diharapkan sangat efektif agar mampu membantu peran signifikan angkatan udara.

Setelah melakukan perubahan ini rezim Zionis Israel mencoba menerapkan strategi barunya dalam perang 33 hari di Lebanon. Berdasarkan analisa dan strategi baru ini Israel beranggapan dengan teknologi modern bukannya sepekan, tapi hanya dalam dua hari mereka bakal mampu menghancurkan kekuatan Hizbullah. Mereka beranggapan hanya dalam dua hari mereka mampu berhasil menghancurkan seluruh pusat-pusat kekuatan Hizbullah lewat kekuatan udara dan setelah itu mereka akan menduduki Lebanon dalam sebuah operasi kecil dari pasukan daratnya. Perang ini akan berakhir sedemikian mudahnya.

Perang 33 hari dimulai dengan gambaran ini. Dua hari dari prediksi para komandan militer Israel telah berlalu, tapi ternyata hasilnya berbeda dari prediksi yang ada. Sepekan berlalu dan tidak ada yang berubah hingga perang berlanjut menginjak pekan kedua. Akhirnya militer Israel baru mulai memahami bahwa strategi yang mereka pakai gagal meraih tujuan yang telah ditetapkan sebelum ini. Karena dalam perang 33 hari itu, tidak satupun dari para pemimpin level satu dan dua tidak ada yang tewas dalam serangan udara Israel. Yang terjadi adalah hanya dua dari pemimpin level tiga dari Hizbullah yang syahid dan mereka yang tewas lainnya berasal dari pasukan biasa Hizbullah yang syahid di medan tempur dan bukan diakibatkan serangan udara.

Semua ini menunjukkan betapa kekuatan udara tidak mampu mengakhiri perang dan ini baru dimengerti Israel setelah perang berlanjut hingga pekan kedua. Para pemimpin militer dan politik Israel baru sadar bahwa strategi yang mereka pakai itu ternyata keliru. Mereka tidak dapat menyelesaikan perang hanya bergantung pada kekuatan udara. Sementara segala target yang dibayangkan selama ini telah dimusnahkan mereka sejak pekan pertama. Karena apa saja yang mereka anggap sebagai pusat Hizbullah telah mereka bombardir dan tidak ada yang tersisa.

Kelemahan mereka dari sisi intelijen terkait target-target Hizbullah membuat mereka bak orang tolol yang akhirnya memaksa membuka arsip mereka terkait letak tempat-tempat Hizbullah. Setelah mendapatkannya tanpa perlu dikaji kembali mereka langsung membombardir daerah itu. Padahal tempat-tempat yang dahulunya milik Hizbullah itu telah beralih kepemilikian. Sebagai contoh, ada sebuah rumah di kota Nabatieh yang dahulunya milik seorang pemimpin Hizbullah yang telah diidentifikasi oleh pihak Israel beberapa tahun lalu sebelum perang 33 hari. Rumah itu sebenarnya telah dijual kepada seseorang dan dalam perang itu menjadi target serangan udara Israel. Akibat serangan itu, sebuah keluarga berikut 8 anaknya syahid seketika.

Ketidakmampuan Israel mendapatkan informasi intelijen terkait tempat-tempat Hizbullah lagi-lagi menjadi kekalahan intelijen rezim penjajah ini. Dari sisi persenjataan pun mereka tidak tahu apa senjata yang dimiliki Hizbullah. Ketika Hizbullah menggunakan senjata-senjata barunya, khususnya rudal dari darat ke laut, mereka kecolongan dan mengklaim bahwa rudal itu ditembakkan oleh para perwira Sepah Pasdaran Iran. Karena informasi intelijen yang mereka miliki menyebutkan bahwa Hizbullah benar memiliki rudal ini, tapi belum mampu menggunakannya. Di sini, kegagalan mereka coba ditepis dengan memunculkan perang urat saraf agar kekalahan intelijen mereka dapat ditutupi.
Bersambung ... (IRIB/SL/MZ)

Sumber: http://indonesian.irib.ir/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Substansi rezim Zionis Israel sebagai agresor sudah tidak dapat ditutup-tutupi lagi bagi siapapun. Bahkan sejatinya rezim ini didirikan berdasarkan penjajahan Palestina. Sepanjang sejarah kita tidak akan menyaksikan sebuah kekuatan penjajah yang tidak menjadi agresor. Dengan kata lain, penjajahan hanya akan terealisasikan dengan agresi dan perang. 
Artinya, setiap kali ada penjajahan, sebelumnya pasti terjadi perang sebagai pendahuluannya. Pendeknya, penjajahan dan perang punya hubungan kausalitas. Oleh karenanya tidak diperlukan alasan untuk mengatakan bahwa rezim Zionis Israel adalah rezim agresor. Karena ketika rezim ini disebut penjajah berarti ia adalah agresor.

Adapun terkait masalah strategi militer Zionis Israel dalam melakukan perang dan prinsip-prinsip yang diterapkannya secara klasik dapat disimpulkan dalam 7 poin berikut:

1. Perang di daerah musuh
 

Rezim Zionis Israel sejak pembentukannya punya keyakinan bahwa agresi dan perang harus dimulai di mana medan pertempuran harus ada di kawasan musuh. Alasannya sederhana, karena secara strategi militer, Zionis Israel tidak memiliki luas wilayah yang besar dan dengan sendirinya tidak memiliki kedalaman strategi. Oleh karenanya, Zionis Israel tidak pernah mengizinkan pasukan musuh melewati perbatasannya dan melakukan perang di dalam wilayah Zionis Israel.

2. Kuasai informasi dan intelijen
 

Rezim Zionis Israel tidak akan memutuskan untuk melakukan agresi bila belum sampai pada kesimpulan bahwa mereka telah menguasai informasi dan intelijen musuh. Agresi yang mereka lakukan, baik itu benar atau salah, kembali pada penguasaan intelijen.

3. Serangan dadakan
 

Militer Zionis Israel senantiasa melakukan agresinya berdasarkan prinsip serangan mendadak. Ini adalah poin paling penting dalam mengidentifikasi perilaku selanjutnya dalam agresi-agresi selanjutnya. Apakah mereka dapat memulai perang baru dengan dasar serangan dadakan dan membuat musuhnya kecolongan.

4. Cepat dan dalam waktu singkat
 

Mengingat rezim Zionis Israel tidak mampu melakukan perang luas dan berkepanjangan, baik dari sisi militer dan opini publik Israel sendiri, selama ini mereka melakukan agresi cepat yang membuat musuh kecolongan dengan serangan mematikan terhadap target-target musuh dalam satu pekan. Oleh karenanya, satu pekan pertama perang operasi militer boleh dikata sudah berakhir. Benar, mungkin saja pihak musuh Israel melanjutkan perang dan itu akan berkepanjangan hingga tujuh atau sepuluh pekan. Namun operasi militer Israel sudah harus berhasil dalam pekan pertama.

5. Korban harus minim
 

Rezim Zionis Israel dalam merencanakan perangnya selalu menekankan satu prinsip ini bahwa dalam perang yang mereka lakukan hendaknya korban yang jatuh di pihak mereka sangat minim. Oleh karenanya, bila mereka merencanakan perang yang kemungkinannya bakal menjatuhkan korban yang banyak, mereka pasti tidak akan memulai serangan itu.

6. Angkatan Darat Penentu Kemenangan
 

Perang yang ditebar rezim Zionis Israel hingga sebelum perang 33 hari senantiasa bertumpu pada kekuatan angkatan darat sebagai penentu kemenangan perang. Sementara kekuatan angkatan udara hanya memainkan peran sebagai pasukan pendukung.

7. Kuasai lalu berunding gencatan senajata
 

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, rezim Zionis Israel akan berusaha sebisa mungkin agar di pekan pertama harus telah melakukan serangan mematikan ke target-target penting musuh lalu menduduki sebagian daerah musuh. Bila hal itu telah dilakukan, di pekan kedua Amerika, Barat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan mengintervensi dan memaksa kedua pihak agar melakukan perundingan damai. Sekalipun demikian, mungkin saja pihak yang diserang Israel masih tetap melanjutkan serangan balasannya. Bila hal itu dilakukan rezim Zionis Israel seakan-akan mendapat angin dan pembenaran untuk melakukan serangan balasan. Namun biasanya mereka segera meminta dilakukannya gencatan senjata.

Mencermati kenyataan ini, gencatan senjata dalam kamus strategi perang Israel tidak bermakna perdamaian. Gencatan senjata yang diinginkan Israel berarti mereka telah merealisasikan tujuan-tujuan militernya dan aksi selanjutnya adalah menjajah daerah yang telah dikuasainya. Oleh karena itu, mereka tidak boleh menderita kerugian dan korban yang banyak, tapi dengan gencatan senjata itu mereka sebenarnya telah mengokohkan posisi barunya.

Hal menarik dalam masalah agresi Zionis Israel terkait siapa pengambil keputusan dalam melakukan perang. Ternyata para politikus di Israel yang menjadi pengambil keputusan di Israel dan bukan para komandan militernya. Di sini, para komandan militer hanya memberikan laporan dan analisa mereka kepada kabinet. Pengambilan keputusan memulai perang berada di tangan Perdana Menteri Zionis Israel dan sejumlah menteri khusus. Di Israel sendiri para pengambil keputusan di kabinet disebut ‘Kabinet Kecil Keamanan' yang mencakup Perdana Menteri, Menteri Peperangan, Menteri Dalam Negeri dan beberapa menteri khusus lainnya yang bertugas membahas masalah ini. Keseluruhannya ada tujuh menteri yang ikut dalam sidang istimewa ini. Berbeda dengan sistem di negara-negara lain di mana ada Dewan Keamanan Nasional yang akan mengambil keputusan soal masalah ini, di Israel dewan ini sekalipun ada, tapi boleh dikata tidak memiliki fungsi apa-apa.
Bersambung ... (IRIB/SL/MF)

Sumber: http://indonesian.irib.ir/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Komandan pasukan AS dan NATO di Afghanistan, Jenderal David Petraeus mengatakan, Iran memiliki kepentingan atas stabilitas Afghanistan dan Tehran menentang Taliban. "Republik Islam Iran adalah sebagai hal yang dikhawatirkan oleh Amerika Serikat, karena negara itu mungkin menjadi tempat perlindungan bagi kelompok teroris transnasional," kata Petraeus dalam wawancaranya dengan VOA bahasa Persia kemarin (Jumat,29/10).

 "Iran juga menentang kepemimpinan Sunni ekstrim di kelompok al-Qaeda dan Taliban," tambahnya.

Mengomentari bantuan finansial Iran kepada pemerintah Presiden Afghanistan Hamid Karzai, Jenderal AS ini mencatat bahwa apa yang didapat Karzai dari Tehran adalah kecil jika dibandingkan dengan apa yang perolehnya dari AS dan sekutu-sekutunya.

Karzai, Senin lalu (25/10) menyatakan bahwa kepala stafnya telah menerima uang dari Iran, tapi menegaskan proses itu transparan dan bentuk bantuan dari negara tetangga.

"Bantuan diserahkan oleh berbagai negara sahabat untuk membantu pemerintah dan pengeluaran negara," kata Karzai pada konferensi pers di ibukota Afghanistan, Kabul.

Pada tahun 2002, Tehran berjanji memberikan bantuan dana 570 juta dolar untuk program rekonstruksi Afghanistan dan cicilan akhir diserahkan pada Maret 2006 lalu.

Selama konferensi rekonstruksi Afghanistan pada Februari 2006, Iran menjanjikan bantuan tambahan sebesar 100 juta dolar. Dana tambahan ini membuat Iran termasuk salah satu negara donor terbesar bagi rekonstruksi tetangganya sejak invasi AS pada 2001. Iran juga melakukan kerjasama bilateral dengan pemerintah Afghanistan untuk membangun jalan dan rel kereta api bagi transportasi lintas perbatasan. (IRIB/RM/SL) 

Sumber: http://indonesian.irib.ir/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Rakyat Iran hari ini (Kamis,4/11) turun ke jalan-jalan menandai peringatan 31 tahun pendudukan Kedutaan Besar AS di Tehran. Ribuan warga Tehran berkumpul di depan gedung bekas kedutaan AS di kota itu untuk memperingati pendudukan tersebut. Sejumlah besar warga Tehran melambaikan bendera, membawa spanduk dan meneriakkan slogan-slogan anti AS dan rezim Zionis Israel.














Demo 13 Aban

Pada November 1979 dan dalam waktu kurang dari satu tahun setelah kemenangan Revolusi Islam yang menumbangkan rezim monarki dukungan AS, mahasiswa Iran yang menamakan dirinya "Mahasiswa Pengikut Garis Imam Khomeini ra" merebut dan menduduki kedutaan AS di Tehran.

Aksi pendudukan itu dibenarkan karena gedung itu telah menjadi pusat spionase dan perencanaan untuk menggulingkan sistem republik Islam di Iran yang baru berdiri. Para mahasiswa menemukan sejumlah dokumen rahasia terkait konspirasi itu.

Hari pendudukan kedutaan AS di Tehran kini dikenang sebagai Hari Nasional Perlawanan terhadap Arogansi Dunia oleh rakyat Iran. Setiap tahunnya, rakyat Iran terutama mahasiswa mengadakan demonstrasi di seluruh penjuru Iran untuk menandai hari bersejarah itu.

Pada hari Rabu (3/11), Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei memuji pendudukan itu sebagai indikasi keberanian pemuda revolusioner Iran.

"Peristiwa itu melambangkan keberanian dan kegagahan generasi muda revolusioner Iran terhadap otoritas AS. Mereka dengan berani menduduki sarang spionase AS dan memaksa negara itu bertekuk lutut," kata Ayatullah Khamenei dalam sebuah pidato di depan para pelajar di kota Tehran.

"Kenyataan ini harus selalu tersimpan dalam memori sejarah bangsa Iran khususnya para pemuda yaitu, AS tidak pernah mencari hubungan baik dengan negara-negara lain. Mereka ingin membangun hubungan berbentuk tuan dan budak serta menjarah kepentingan bangsa-bangsa lain. Jika tidak ada yang menghalanginya, maka mereka bahkan bisa menginjak-injak kemuliaan sebuah bangsa," tegasnya. (IRIB/RM/MF)

Sumber: http://indonesian.irib.ir/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Pembentukan pemerintahan baru Irak merupakan masalah internal dan jangan ada pihak yang mengintervensi masalah ini, ujar Menteri Luar Negeri Irak Hoshyar Zebari dalam sebuah pernyataan yang dialamatkan kepada pemerintah Arab Saudi. 


 












Hoshyar Zebari

Sebagaimana dilaporkan kantor berita Irak, Kamis (4/11), Zebari menyatakan, Irak mampu mencari solusi konstitusional dan demokratis untuk keluar dari krisis yang ada. 

Ditambahkannya, "Karena itu, sahabat kami dari negara-negara Arab terutama pemerintah Arab Saudi perlu memahami masalah ini dan cukup membantu memelihara persatuan dan stabilitas Irak dengan mendorong kelompok-kelompok politik di negara ini untuk berpartisipasi dalam proses politik."

Sebelumnya di tengah upaya kelompok-kelompok politik Irak untuk segera mencapai kesepakatan terkait pembentukan pemerintahan baru di negara itu, Raja Arab Saudi Abdullah Bin Abdull Aziz meminta partai-partai Irak untuk menggelar sebuah pertemuan di Riyadh. 

Dalam pesannya kepada seluruh kelompok politik Irak, Raja Saudi meminta mereka untuk membahas proses pembentukan pemerintahan baru Irak di Riyadh di bawah pengawasan Liga Arab. 

"Kami nyatakan kesiapan penuh kami untuk membantu Anda dan mendukung resolusi apapun yang Anda capai nanti guna memulihkan keamanan dan perdamaian di bumi Mesopotamia," kata Raja Saudi dalam sebuah pernyataannya.

Namun para politisi Irak menyatakan keraguannya tentang ketulusan dan niat baik Riyadh untuk membantu Baghdad. Selama ini, Saudi dituduh mendanai kelompok ekstrim dan militan untuk melancarkan operasi teror di Irak. (IRIB/RM/MF) 

Sumber: http://indonesian.irib.ir/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Departemen Luar Negeri Iran tengah mengkaji laporan periodik kondisi Hak Asasi Manusia (HAM) Amerika Serikat (AS) di Dewan HAM PBB. Deplu Iran secepatnya akan merilis laporan pelanggaran HAM di Amerika.


 











Kekejaman Tentara AS

Menjelang sidang Dewan HAM yang membahas kondisi HAM di AS di Jenewa, Deplu Iran berencana merilis laporan pelanggaran HAM oleh negara adidaya yang mengklaim sebagai pembela HAM di dunia. Demikian dilaporkan pusat penerangan Deplu Iran seperti dikutip Fars News Kamis (4/11).

Dalam laporan ini ditegaskan bahwa AS yang mengklaim sebagai pembela hak asasi manusia belum berniat menutup penjara Guantanamo dan Abu Ghraib meski ada tekanan dari komunitas internasional, PBB dan janji Presiden Barack Obama.

Laporan ini menambahkan, AS hingga saat ini belum juga bersedia bergabung dengan konvenan internasional hak ekonomi, sosial dan budaya yang menjadi bagian utama dari HAM. Komite hak anak-anak di PBB juga menyatakan bahwa AS adalah negara produsen dan penyebar kejahatan anak-anak di dunia. Dua negara dunia saat ini belum menandatangani konvensi perlindungan anak dan salah satunya adalah AS.

Dalam laporan ini disebutkan, sejak tahun 2001 hingga kini tercatat 334 orang tewas akibat siksaan polisi AS dan hal ini patut untuk disesalkan. (IRIB/Fars/MF/AHF)

Sumber: http://indonesian.irib.ir/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Petualangan Amerika Serikat (AS) di dunia dan klaimnya sebagai pembela Hak Asasi Manusia (HAM) bukan hal yang baru. Isu HAM menjadi senjata ampuh bagi Washington. Sampai-sampai setiap petinggi Gedung Putih dengan seenaknya menuding negara lain melanggar HAM. HAM sepertinya telah menjadi hak monopoli AS. Sikap petinggi Washington juga didukung oleh media massa negara ini. Media-media massa tersebut dalam setiap pemberitaannya seolah-olah mengkhawatirkan nasib manusia di berbagai penjuru dunia. 


Pemerintah AS gencar memproses para penentang kebijakan Gedung Putih baik yang meninggal, cidera maupun dipenjara. Sementara itu, mayoritas pengamat menuding AS melakukan pelanggaran HAM di dalam negeri dan dunia. Dewan HAM PBB sebagai lembaga yang menangani setiap isu pelanggaran HAM di dunia hingga saat ini masih belum menyelidiki pelanggaran HAM di AS. Namun demikian rencananya pada 5 November mendatang kasus HAM di AS menjadi agenda di dewan ini.

Setelah Dewan HAM PBB menyatakan akan menyelidiki kasus pelanggaran HAM di AS, isu ini menjadi topik utama media dan pengamat. Bahkan berbagai seminar terkait hal tersebut marak digelar di berbagai negara. Dalam beberapa hari lalu tercatat tiga konferensi yang membahas rapor merah AS terkait pelanggaran HAM yang dihadiri oleh para pengamat dari dalam dan luar negeri di gelar di Iran. Para peserta menyebutkan berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan AS. Menurut mereka Washington bukan saja sebagai negara pelanggar terbesar HAM di dunia, bahkan eksistensi negara ini dibentuk dengan merampas hak warga pribumi yaitu warga Indian. 

Ketua pusat kajian internasional di Universitas Tehran, Dr. Mohammad Asghar Khani di konferensi bertema "HAM dan AS" mengatakan,"Secara keseluruhan AS adalah negara pelanggar HAM terbesar di dunia. Gedung Putih pun tak segan-segan menganiaya penduduk pribumi, suku Indian. Contoh nyata pelanggaran HAM AS terhadap suku Indian adalah adanya gugatan terhadap Washington dari suku pribumi yang hingga kini masih berada di pengadilan. Gugatan terkait kepemilikan tanah warga suku Indian ini telah berusia 150 tahun."

Warga kulit hitam keturunan Afrika adalah kelompok lain yang mendapat perlakuan sewenang-wenang dari pemerintah AS. Mereka diangkut dari negaranya dan dikirim ke AS sebagai budak. Perlakuan tak manusiawi dan kerja paksa di luar batas kemampuan manusia telah membuat banyak dari para budak Afrika menemui ajal. Hingga saat ini warga kulit hitam AS masih juga belum mendapat hak yang sama dengan warga kulit putih. Dewan HAM PBB dalam laporan terbarunya mengisyaratkan kekejaman para polisi Amerika terhadap warga kulit hitam.

Globalnya, kaum minoritas di AS baik itu agama maupun etnis diperlakukan secara diskriminatif. Khususnya etnis Muslim, kelompok ini dituding sebagai teroris setelah peristiwa 11 September. Polisi dan dinas keamanan AS dengan dalih keamanan nasional, berulang kali menangkap warga Muslim tanpa alasan tertentu dan menjebloskannya ke penjara. Warga Muslim AS kerap menjadi sasaran pelanggaran HAM oleh Gedung Putih. Mereka senantisa dicurigai dan mengalami kesulitan untuk melaksanakan ritual keagamaannya. Contoh nyata adalah masalah pembangunan masjid di New York yang berdekatan dengan lokasi tragedi 11 September.

Undang-undang Dasar AS menyebutkan kebebasan berpendapat sebagai hak asasi manusia. Namun pemerintah dan media massa AS sengaja melupakan hak ini. Di dalam negeri, siapapun tidak berhak berbicara miring mengenai Zionis, bagi mereka yang berani melanggar maka akan dikeluarkan dari tempat kerja atau dikucilkan. Keluarganya pun tak luput dari aksi intimidasi. Beberapa bulan lalu, Oktavia Nasser, editor televisi CNN dipecat gara-gara memuji Allamah Fadlullah dan menyampaikan penghargaannya terhadap marja Syiah Lebanon saat meninggal dunia.

Peristiwa semacam ini kerap terjadi terhadap jurnalis dan wartawan yang menyatakan rasa solidaritasnya kepada bangsa Palestina serta mengutuk kejahatan rezim Zionis Israel. Sepertinya hal ini juga menyebabkan Washington lebih memilih bungkam terhadap brutalitas Israel.

Di sisi lain, di AS terdapat ratusan radio dan televisi serta koran yang dilarang mengambil berita dari televisi al-Manar. Dr. Hossein Marandi, anggota dewan ahli di universitas hubungan luar negeri Deplu Iran menyebutkan sejumlah berkas pelanggaran HAM di Amerika. Ia menyatakan, Sayid Mahmoud Mosavi warga Iran yang memiliki kewarganegaraan AS dipenjara dengan tudingan membela Tehran. Sayid Mahmoud Mosavi di penjara pun masih sempat menyumbang uang sebesar 2000 dolar bagi warga tertindas Jalur Gaza.

Tindakan manusiawi Sayid Mahmoud Mosavi ini bukannya mendapat penghargaan dari Washington, malah ia disiksa karena membantu warga Palestina. Hal ini membuktikan bahwa slogan membela HAM hanya propaganda Washington. Dr. Ibrahim Mottaki, guru besar ilmu hubungan internasional di Universitas Tehran menjelaskan, "Angka pelanggaran HAM di Amerika meningkat drastis dalam sepuluh tahun terakhir di banding dengan era perang dingin serta dekade 1990."

Komisaris Tinggi HAM PBB dalam laporan terbarunya menyatakan kekhawatirannya atas pelanggaran HAM di Amerika termasuk aksi penyiksaan terhadap para tahanan, kekerasan polisi dan aksi diskriminasi. Dalam laporan tersebut mayoritas warga yang menjadi korban adalah etnis minoritas, warga kulit hitam, Muslim dan para imigran. Dewan HAM juga melaporkan, sejak tahun 2001 hingga saat ini tercatat 346 orang tewas akibat dihajar pentungan polisi atau sengatan listrik.

Pemerintahan Barat lainnya juga sama seperti AS, kerap melanggar hak asasi manusia baik di dalam maupun luar negeri. Bedanya, AS di luar negeri lebih buas lagi membantai manusia. Dr. Asghar Khani meyakini bahwa Washington pertama kali melakukan pelanggaran HAM di dalam negeri dan kemudian merembet ke kebijakan luar negeri. Ia mengatakan, sejak tahun 1949 hingga 2009 terjadi kudeta di berbagai negeri sebanyak 80 kali dengan dukungan CIA. Selain itu, AS juga menggelar berbagai perang di negara berkembang yang mengakibatkan tewasnya ratusan warga tak berdosa. Poin penting yang diisyaratkan para peserta konferensi adalah upaya agitasi media massa yang bekerja demi kepentingan pemerintah AS guna menjustifikasi brutalitas militer negara itu.

Dr. Mottaki mengatakan, setiap kali AS melakukan agitasi dan propaganda media massa terkait pelanggaran HAM di sebuah kawasan, maka hal ini adalah persiapan Washington untuk melakukan serangan militer. Dengan kata lain, AS menyerbu sebuah negara dengan dalih memerangi terorisme dan menegakkan demokrasi di seluruh negara. Nader Talibzadeh, produser film dan pengamat politik menandaskan, "Jika media massa AS seperti CNN dan Fox News tidak berusaha menyimpangkan opini publik dengan tipu dayanya, maka berbagai peperangan di dunia tidak akan meletus dan peluang perang di masa depan pun tidak akan terwujud."

Pelanggaran HAM oleh AS di luar negeri memiliki dimensi luas dan salah satu buktinya adalah aksi penyiksaan terhadap tahanan di Irak dan Afghanistan. Menurut laporan berbagai organisasi internasional, AS memiliki banyak penjara di luar negeri baik itu di Eropa maupun penjara Abu Ghuraib di Baghdad. Di penjara-penjara ini, militer Amerika tak segan-segan menyiksa para tahanan dengan beragam siksaan dan pelecehan seksual. Komisaris Dewan HAM PBB melaporkan, AS saat ini memenjarakan ribuan warga asing di penjaranya baik yang berstatus rahasia maupun tidak. 

Amnesti Internasional dalam laporannya juga menyebutkan adanya praktek penyiksaan militer AS terhadap tahanan di penjara rahasia negara itu. Lembaga ini menambahkan, Amerika terus melanjutkan tindakan tak manusiawinya terhadap tahanan. Michael Hayden, Mantan Direktur CIA di depan Senat membeberkan teknik-teknik rumit penyiksaan termasuk Waterboarding.

Kini opini publik dunia tengah menanti hasil penyelidikan pelanggaran HAM di Amerika di sidang Dewan HAM PBB 5 November mendatang. Dr. Mohammad Javad Larijani, pengamat HAM asal Iran mengatakan, "Kami menyambut sidang khusus Dewan HAM yang menyelidiki kasus pelanggaran hak asasi manusia di Amerika, karena AS menganggap dirinya sebagai parameter HAM di dunia dan tidak ada yang berhak mengungkit-ungkit kondisi HAM di negara itu. Namun dengan digelarnya sidang ini maka tingkat pelanggaran HAM di AS akan dikaji." (IRIB/MH/RM)

Sumber: http://indonesian.irib.ir/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:



































Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Abstrak

Konfigurasi politik era Perang Dingin memang sangat kompleks, 2 super power (Amerika Serikat dan Uni Soviet) menyebarkan pengaruhnya dimana-mana tanpa terkecuali di kawasan Asia Pasifik. Asia Timur, merupakan kawasan yang sangat potensial dalam politik internasional sejak era Perang Dunia dengan munculnya “the rising star” Jepang dan Republik Rakyat Cina. Melihat potensi yang sangat besar di kawasan ini ditambah dengan munculnya Cina sebagai kekuatan komunis baru di kawasan ini dan jatuhnya imperialisme Jepang era post-Perang Dunia 2, maka pertarungan pengaruh Amerika Serikat dan Uni Soviet semakin ketat, melihat adanya satu wilayah seperti Korea yang bisa dikatakan seperti kehilangan arah tujuan dan mengalami kekosongan pemerintahan setelah lepas dari kekuasaan Jepang.


Latar Belakang dan Situasi Konflik

Ada berbagai alasan mengenai penyebab dari sering munculnya konflik di Semenanjung Korea. Beberapa penyebabnya antara lain dapat dikategorikan sebagai berikut :

Secara Geografis :

Bagian utara Korea berbatasan dengan wilayah Cina (Manchuria sebagai wilayah industri berat).
Bagian timur laut Korea berbatasan dengan sebagian wilayah Uni Soviet dan ada pelabuhan yang sangat penting bagi Uni Soviet serta adanya pangkalan armada laut Uni Soviet di Asia Pasifik pada era abad 19.
Bagian tenggara Korea merupakan wilayah perairan Jepang yang notabenenya sejak era post-Perang Dunia 2 merupakan sekutu terdekat Amerika Serikat di kawasan ini.

Pada awalnya, wilayah Korea merupakan bagian dari wilayah imperialisme Jepang pada era Perang Dunia 2, namun dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu pada Agustus 1945, maka wilayah Korea diambil alih oleh pihak Uni Soviet setelah Jepang kalah berperang dengan Uni Soviet pada tanggal 8  Agustus 1945.
Berdasarkan pada kebijakan containment AS, maka pihak Washington dan Moscow mengadakan suatu perundingan untuk membagi kekuasaan Korea secara garis 38 derajat lintang utara sehingga ada pembatasan wilayah demi alasan politik yang membentuk Korea bagian utara di bawah pengaruh Uni Soviet dan Korea bagian selatan berada di bawah pengaruh Amerika Serikat.

Pada tahun 1948, masing-masing pihak (USSR dan AS) mendirikan pemerintahan di masing-masing wilayah Utara dan Selatan. Korea Utara (Republik Rakyat Demokratik Korea) dengan ideologi komunis berada di bawah kepemimpinan Kim Il Sung, seorang mantan prajurit tentara merah Uni Soviet. Dan Korea Selatan (Republik Korea) dengan ideologi liberal berada di bawah kepemimpinan Syngman Rhee, seorang terpelajar yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk studi di AS dan sangat anti-komunis.
Pada tahun 1949 semua pasukan AS dan USSR ditarik dari kedua wilayah ini.

Pada bulan Juni 1950, pecahlah perang antara Korea Utara dan Korea Selatan dengan alasan perbedaan ideologi dan isu perbatasan menjadi isu yang sangat sensitif antara kedua wilayah ini karena pembatas wilayah bukan dianggap sebagai perbatasan antar negara.

Situasi di Dewan Keamanan PBB sedang terjadi boikot pihak USSR karena mendukung Cina untuk mengantikan Taiwan yang saat itu menjadi perwakilan, melihat situasi ini, AS memanfaatkannya dengan mencari dukungan dari PBB. Dan dengan dukungan inilah maka pasukan perdamaian PBB dan pasukan AS mendarat di Korea Selatan untuk memukul mundur pasukan Korea Utara dan USSR yang saat itu terlebih dulu menyerang Korea Selatan. Melihat semakin dekatnya pasukan AS dari perbatasan Korea Utara dengan Cina, maka pihak pemerintah Cina merasa terancam dan mengirim sejumlah relawan non-People Liberation Army untuk ikut berperang di sana.

Pada tahun 1953 perang berakhir dan pihak AS mengadakan perjanjian Mutual Security Treaty dengan Korea Selatan sehingga keberadaan pasukan AS dipertahankan guna mencegah terjadinya serangan dari pihak Utara. Lain halnya dengan China-USSR, mereka tidak menempatkan pasukannya di Korea Utara tetapi pengaruh ideologi Marxist-Leninist semakin kuat. Akhirnya pada tahun 1961 pihak USSR-China mengadakan perjanjian pertahanan dengan Korea Utara.

Keadaan Saat Ini

Walaupun perang antara Korea Utara dan Korea Selatan telah berakhir pada tahun 1953, namun konflik-konflik skala kecil masih sering terjadi sampai saat ini, terlebih konflik kepentingan politik dengan pergantian kepemimpinan pihak Korea Selatan. Kedua belah pihak sering mengadakan percobaan perundingan damai, namun pada akhirnya selalu gagal dan tidak membuahkan hasil yang signifikan.

Gagalnya perundingan damai ini terlebih dikarenakan dengan adanya pembangunan kapasitas nuklir di Korea Utara yang secara langsung menyebabkan gangguan stabiitas keamanan kawasan tersebut. Pihak Korea Utara telah terbukti beberapa kali melakukan percobaan peluncuncuran senjata nuklirnya yaitu diantaranya adalah pada bulan Oktober 2006 dan Mei 2009. Menghadapi kepemilikan dan ancaman senjata nuklir Korea Utara ini, telah diadakan perundingan 6 negara yang diinisiasi oleh IAEA yang dikenal dengan nama Six Parties Talk antara Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, Cina, Rusia dan Amerika Serikat. Namun perundingan ini sampai saat ini masih sulit dalam menemukan upaya untuk menekan niat dari Korea Utara untuk menghilangkan kepemilikan senjata nuklirnya. Senjata nuklir ini sering kali digunakan sebagai bargaining instrument Korea Utara dalam upayanya mendapat bantuan luar negeri.

Dampak dari adanya konflik di Semenanjung Korea.

Secara signifikan, dampak adanya Perang Korea ini dapat dibagi ke dalam 3 bagian, yaitu :

1. Dampak Ekonomi kedua belah pihak (Utara dan Selatan) :

Perang antar kedua pihak ini mengakibatkan hancurnya infrastruktur dan ekonomi negara.
Pada tahun 1970 ekonomi kedua belah pihak sempat seimbang, namun orientasi ekonomi Korea Utara lebih memprioritaskan pada kepentingan militer dibanding dengan kebutuhan rakyatnya sendiri. Korea Utara seringkali mengalami kekurangan makanan dan menyebabkan tingginya tingkat kematian penduduk akibat kelaparan. Korea Utara seringkali meminta bantuan dari luar negeri, tak terkecuali dari pihak Korea Selatan.
Berbeda halnya dengan Korea Selatan, mereka lebih menekankan pertumbuhan ekonomi dengan liberalisasi pasar dan perdagangan, sehingga perindustrian dan kemajuan ekonomi Korea Selatan maju dengan pesat dan menjadi salah satu Macan Asia.

2.  Dampak Politik :

Korea Selatan mengadopsi sistem politik yang demokratis, berbeda dengan sistem politik di Korea Utara yang komunis-sentralistik. Dengan sistem demokrasi, maka pihak militer meninggalkan perannya dari arena politik, sedangkan pihak Korea Utara lebih menekankan nilai hierarki struktur keluarga sebagai pemimpin berikutnya.

3.   Dampak Militer dan Keamanan :

Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas sebelumnya, Korea Utara lebih menekankan ekonomi dalam upayanya meningkatkan kapasitas militer dan nuklirnya. Dengan adanya sikap dan pengaruh dari kepemilikan senjata nuklir ini, maka secara tidak langsung menyebabkan instabilitas kawasan Asia Pasifik, terlebih dengan beberapa percobaan peluncuran nuklir Korea Utara yang menurut data intelijen mampu menjangkau sebagian wilayah Amerika Serikat.

Sumber: http://coretcoretkuliah.wordpress.com
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Perang Saudara Spanyol adalah perang sipil di Spanyol antara pemberontak (dikenal sebagai Nacionales), pemerintah republik dan pendukungnya. Itu terjadi antara Juli 1936 dan April 1939, dan berakhir di kekalahan penyebab Republik, diikuti oleh kediktatoran Francisco Franco. Jumlah korban telah lama diperdebatkan, dengan perkiraan umumnya berkisar antara 500.000 dan 1.000.000 orang tewas dalam perang. Banyak intelektual Spanyol dan seniman (termasuk banyak dari Generasi Spanyol dari 1927) baik dibunuh atau dipaksa ke pengasingan. Perekonomian Spanyol membutuhkan puluhan tahun untuk pulih.
Akibat politik dan emosional dari perang tersebut berjalan lancar lebih dari satu bangsa. simpatisan Republikan menyatakannya sebagai perjuangan antara "tirani dan demokrasi", atau "fasisme dan kebebasan." Franco, di sisi lain, dipandang sebagai pertempuran antara "gerombolan merah" komunisme dan "peradaban," atau, nilai-nilai tradisional konservatif Spanyol. Namun, dikotomi ini adalah penyederhanaan: kedua belah pihak telah bervariasi dan bahkan ideologi yang saling bertentangan dalam barisan mereka.
 

Perang dipandang kemudian sebagai prefigurasi Perang Dunia II.
 


Pengantar 
 
Dari tahun 1934 sampai 1936, 
Republik Spanyol Kedua diperintah oleh koalisi tengah-kanan yang termasuk Katolik konservatif Confederación Española de Derechas Autónomas (CEDA). Selama waktu ini, ada pemogokan umum di Valencia dan Zaragoza, konflik jalan di Madrid dan Barcelona, dan pemberontakan seorang penambang di Asturias, yang diletakkan paksa oleh pasukan diperintahkan oleh Jenderal López Ochoa dan legiuner diperintahkan oleh Letnan Kolonel Juan Yagüe , di bawah arahan Menteri Perang Diego Hidalgo. Selama ini, pemerintah dikeluarkan untuk membatalkan upaya besar keuntungan sosial yang telah dibuat di tahun-tahun sebelumnya, khususnya dalam reformasi agraria. 

Setelah serangkaian krisis pemerintah, pemilihan tanggal 16 Februari 1936, dibawa ke kekuasaan pemerintah Front Populer didukung oleh pihak kiri dan ditentang oleh mereka yang memihak sisi kanan dan pusat.
Pada tanggal 17 Juli 1936, ada sebuah pemberontakan melawan pemerintah konservatif baru-baru ini terpilih Front Populer Kiri dari Spanyol. Pemberontakan itu bukan hanya sebuah kudeta militer, namun memiliki komponen sipil substansial. Para pemberontak berharap untuk mendapatkan kontrol langsung dari ibukota, Madrid, dan semua kota-kota penting lainnya di Spanyol. Sevilla, Pamplona, A Coruña, Cádiz, Jerez de la Frontera, Córdoba, Zaragoza dan Oviedo semua jatuh di bawah kendali pemberontak, juga dikenal sebagai Nasionalis atau fasis, tapi mereka gagal di Barcelona dan Madrid. Karena itu, perang saudara berlarut-larut terjadi. 


Para peserta aktif dalam perang menutupi keseluruhan posisi politik dan ideologi dari waktu. Sisi Nasionalis termasuk fasis dari Falange, Carlist dan monarkis Legitimis, dan nasionalis Spanyol dan paling konservatif. Di sisi Republik yang paling liberal, nasionalis Basque dan Catalan, sosialis, komunis Stalinis dan Trotskyis, dan anarkis ideologi beragam. 


Untuk melihat rincian lain, termasuk Nasionalis mayoritas ulama Katolik dan praktek Katolik (di luar wilayah Basque), elemen penting dari tentara, sebagian besar pemilik tanah dan banyak pengusaha. Partai Republik termasuk sebagian besar pekerja perkotaan, petani, dan banyak dari kelas menengah terdidik, khususnya mereka yang tidak pengusaha. 


Para pemimpin pemberontakan itu ialah jenderal Francisco Franco, Emilio Mola dan José Sanjurjo. Sanjurjo adalah pemimpin pemberontakan yang diragukan lagi, tetapi ia tewas dalam kecelakaan pesawat pada tanggal 20 Juli karena ia akan ke Spanyol untuk mengambil kendali dari sisi pemberontak. Franco, komandan keseluruhan tentara Spanyol sejak 1933 dan sudah mencatat pro-fasis, terbang dari Kepulauan Canary ke koloni Spanyol di Maroko dan mengambil komando di sana. Untuk tiga tahun sisa perang, Franco adalah komandan yang efektif dari semua Nasionalis, dan ia dengan sederhana mengatur peristiwa (termasuk menugaskan misi untuk saingan politik yang mungkin akan membuat mereka terbunuh) sehingga pada akhir perang tidak akan ada oposisi untuk pemerintahannya.


Salah satu motif utama diklaim pada saat pemberontakan awal Nasionalis untuk menghadapi antiklerikalisme rezim Republik dan untuk membela Gereja Katolik Roma, yang dikecam atas dukungan untuk monarki dan yang banyak di sisi Republik disalahkan untuk penyakit negara. Pada hari-hari pembukaan perang, gereja, biara dan bangunan keagamaan lain dibakar tanpa tindakan pada bagian dari Republik berwenang untuk mencegahnya. Pasal 24 dan 26 dari Konstitusi Republik melarang Jesuit, yang sangat banyak menyinggung Nasionalis. Nothwithstanding dalam hal ini agama, nasionalis Basque, yang hampir semuanya memihak Republik, yang, untuk sebagian besar, berlatih Katolik. Yohanes Paulus II baru-baru ini dikanonisasi
beberapa para martir dari Perang Saudara Spanyol, dibunuh karena pendeta atau biarawati. 

Pemberontakan ditentang oleh pemerintah (dengan pasukan yang tetap setia), juga oleh Sosialis, Komunis dan kelompok anarkis. Kekuatan Eropa seperti Inggris dan Perancis secara resmi netral tapi masih dikenakan embargo senjata di Spanyol, dan secara aktif berkecil hati berpartisipasi anti-fasis warganya. Kedua fasis Italia di bawah Benito Mussolini dan Jerman Nazi melanggar pasukan embargo dan mengirim kelompok (corpo Truppe Volontari dan Legion Condor) dan senjata untuk mendukung Franco. Selain itu, ada beberapa relawan pasukan dari negara-negara lain yang berjuang dengan Nasionalis, seperti Eoin O'Duffy dari Irlandia. 


Partai Republik menerima dukungan terbatas dari Uni Soviet maupun dari relawan dari berbagai negara, yang dikenal sebagai Brigade Internasional. sukarelawan Amerika membentuk Abraham Lincoln Brigade dan Kanada membentuk Batalyon Mackenzie-Papineau (yang "Mac-Pap"). Di antara orang asing yang lebih terkenal berpartisipasi dalam upaya melawan kaum fasis adalah Ernest Hemingway dan George Orwell, yang kemudian menulis tentang pengalaman di Homage ke Catalonia. Novel Hemingway Untuk Siapa Bell Tolls terinspirasi oleh pengalamannya di Spanyol. Norman Bethune menggunakan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan khusus obat medan perang. Sebagai pengunjung biasa Errol Flynn menggunakan laporan palsu kematian di medan perang untuk mempromosikan film-filmnya. 

Namun, meskipun Nasionalis terbuka menerima bantuan dalam bentuk senjata dan pasukan dari Jerman dan Italia, Partai Republik tidak menerima bantuan dari setiap kekuatan utama dunia (misalnya Inggris atau Perancis atau Amerika Serikat). Banyak dari kekuasaan ini masih mempraktekkan kebijakan peredaan terhadap rezim Fasis, atau mereka melihat unsur-unsur revolusioner sosial dalam kekuatan anti-fasis dengan jijik, atau mereka percaya bahwa Partai Republik adalah Komunis.


Jerman menggunakan perang sebagai ajang pengujian untuk tank lebih cepat dan pesawat yang hanya tersedia pada saat itu. The Messerschmitt Me-109 tempur dan Junkers Ju 52 transportasi / pembom keduanya digunakan dalam Perang Saudara Spanyol. Selain itu, I-15 fighter Soviet dan I-16 fighter digunakan. Perang Saudara Spanyol juga menjadi contoh perang total, di mana pemboman kota Guernica Basque oleh Legion Condor, seperti yang digambarkan oleh Pablo Picasso di Guernica, meramalkan episode Perang Dunia II seperti kampanye pengeboman di Inggris oleh Nazi dan pemboman Dresden oleh Sekutu.

Perang: 1936 


Pada hari-hari awal perang, lebih dari 50.000 orang yang tertangkap di sisi yang "salah" dari baris yang dibunuh atau dieksekusi. Angka-angka itu mungkin sebanding pada kedua sisi garis. Dalam paseos ("promenade"), sebagai eksekusi disebut, para korban dibawa dari tempat perlindungan atau penjara dan dibawa oleh orang-orang bersenjata yang ditembak di luar kota. Mungkin yang paling terkenal ini adalah penyair dan dramawan Federico García Lorca. Melanggar perang yang disediakan alasan untuk menyelesaikan piutang dan menyelesaikan permusuhan lama. 


Setiap harapan cepat mengakhiri perang itu putus pada tanggal 21 Juli, hari kelima dari pemberontakan, ketika ditangkapnya Nasionalis pangkalan angkatan laut utama Spanyol di El Ferrol di barat laut Spanyol. Hal ini mendorong negara-negara Fasis di Eropa untuk membantu Franco, yang sudah dihubungi pemerintah Jerman dan Italia sehari sebelumnya. Pada tanggal 26 Juli Jerman dan Italia banyak pemain mereka dengan Nasionalis. 


The Axis Powers membantu Franco sejak awal. pasukan Nasionalis-Nya memenangkan kemenangan besar pada tanggal 27 September, ketika kota Toledo ditangkap. (A garnisun Nasionalis di bawah Kolonel Moscardo telah memegang Alcazar di pusat kota sejak awal pemberontakan). Dua hari kemudian, Franco memproklamirkan diri Generalísimo dan Caudillo ("kepala suku") sedangkan mempersatukan berbagai Falangist dan elemen royalis penyebab Nasionalis dalam satu gerakan. Pada bulan Oktober, Nasionalis melancarkan serangan besar atas Madrid, tetapi perlawanan meningkat oleh pemerintah dan kedatangan "sukarelawan" dari Uni Soviet berhenti memajukannya pada bulan November 8. Sementara itu, pemerintah bergeser dari Madrid ke Valencia, keluar dari zona tempur, pada tanggal 6 November. 


Pada tanggal 18 November Jerman dan Italia secara resmi mengakui rezim Franco, dan pada tanggal 23 Desember, Italia mengirim "sukarelawan" sendiri untuk memperjuangkan Nasionalis.

Detil kronologi: 1936 

 
16 Februari: Popular Front memenangkan pemilu
17 Juli: Tentara pemberontakan di Maroko.
18 Juli: Pemberontakan meluas sampai ke Spanyol Iberia.
19 Juli: Franco terbang dari Kepulauan Canary ke Tetuan dan mengambil komando tentara di Afrika. Santiago Quiroga Casares mengundurkan diri sebagai kepala pemerintah Republik. Diego Martínez Barrio mencoba untuk membentuk pemerintahan baru, tetapi tidak dapat memperoleh dukungan parlemen cukup luas. José giral membentuk pemerintahan, yang memerintahkan untuk menerbitkan kepada rakyat umum.
20 Juli: Mulai pengepungan dari Alcazar de Toledo.
21 Juli: Para pemberontak Nasionalis memiliki kontrol dari zona Spanyol dari Maroko, Kepulauan Canary, Balearik (kecuali Menorca), bagian utara Spanyol Sierra de Guadarrama dan Río Ebro (kecuali Asturias, Santander, bagian utara dari País Vasco ( Basque Country, dan Catalonia). Di antara kota-kota besar, para pemberontak terus ke Sevilla, tetapi
Republik mempertahankan Madrid dan Barcelona.
23 Juli: Nasionalis menyatakan pemerintah dalam bentuk Junta de Defensa Nacional, yang memenuhi untuk pertama kalinya di Burgos.
24 Juli:
Bantuan Prancis mulai ke sisi Republik.
28 Juli: Kedatangan pertama pesawat Jerman dan bantuan Italia dari sisi Nasionalis.
Juli-Agustus: "kejutan" revolusi sosial, menyeleksi rakyat sipil.
8 Agustus: Prancis menutup perbatasan dengan Spanyol.
14 Agustus: Pasukan Nasionalis di bawah Kolonel Yagüe mengambil Badajoz, menyatukan dua bagian wilayah Nasionalis.
4 September: Sosialis mengambil alih kepemimpinan dari pemerintah Republik di bawah Francisco Largo Caballero.
9 September: Konferensi London non-intervensi di Spanyol.
September: Komintern menyetujui pembentukan Brigade Internasional.
1 Oktober: Franco menyatakan dirinya kepala negara dan Generalísimo.
Pemerintah Republik mengakui otonomi Negeri Basque (dalam praktek, Biscay dan Guipúzcoa) sebagai Euzkadi, dengan José Antonio Aguirre sebagai presiden.
4 November: Dengan Nasionalis di gerbang Madrid, anarkis CNT bergabung dengan Pemerintahan Largo Caballero.
6 November: Pertahanan Madrid diatur dalam Junta de Defensa baru dibuat oleh Jendral Jose Miaja. Pemerintah Republik bergerak ke Valencia.
8 November: Mulainya pertempuran Madrid. Kedatangan pertama dari Brigade Internasional.
18 November: Italia dan Jerman mengakui pemerintahan Franco.
19 November: Pemimpin anarkis Buenaventura Durruti adalah terluka serius selama pertempuran di Madrid. Ia meninggal di hari berikutnya.
20
November: José Antonio Primo de Rivera, putra diktator Miguel Primo de Rivera dan pendiri Falange, dieksekusi di penjara di Alicante, di mana ia telah menahan tahanan sejak sebelum pemberontakan.
23
November: Pertempuran Madrid berakhir; dengan habisnya front stabilisasi kedua belah pihak.
Perang: 1937 

 
Dengan peringkat dirinya membengkak oleh tentara Italia dan tentara kolonial Spanyol dari Maroko, Franco melakukan upaya lain untuk menangkap Madrid pada bulan Januari dan Februari 1937, tapi gagal lagi. Kota besar Málaga diambil pada tanggal 8 Februari, dan pada tanggal 28 April pasukan Franco masuk Guernica, di Negara Basque, dua hari setelah pemboman kota yang oleh Legion Condor Jerman dilengkapi dengan Heinkel Dia-51 biplanes (legiun tiba di Spanyol pada tanggal 7). Setelah jatuhnya Guernica, pemerintah mulai melawan kembali dengan meningkatkan efektifitas. 


Pada bulan Mei, pemerintah mengambil langkah untuk merebut kembali Segovia, memaksa Franco untuk menarik pasukan dari depan Madrid untuk menghentikan mereka. Mola, komando kedua Franco, dibunuh pada tanggal 3 Juni, dan pada awal Juli, pemerintah sebenarnya meluncurkan serangan-ofensif di daerah Madrid, Nasionalis mundur dengan susah payah. 


Setelah itu, Franco kembali mengambil inisiatif menyerang Aragon pada bulan Agustus dan kemudian mengambil kota-kota Santander (sekarang di Cantabria) dan Gijón (di Asturias). Pada tanggal 28 Agustus, Vatikan mengakui Franco di bawah tekanan dari Mussolini, dan pada akhir November, dengan Nasionalis mendekati Valencia, pemerintah pindah lagi, ke Barcelona.
 

Detil kronologi: 1937
 
17 Januari: Nasionalis mulai bertempur untuk mengambil Málaga. Tiga kolom Nasionalis berkumpul di kota dari Sevilla dan Granada.
6 Februari: Pasukan Republik tiba di Almería, setelah terorganisir dengan buruk dari Málaga dibom terus menerus oleh artileri Jerman. Pasukan dan antara 60.000 dan 100.000 warga sipil melarikan diri di sepanjang jalan pantai, ditembak oleh tembakan artileri dari kapal Canarias dan Almirante Cervera.
06-24 Februari: Serangan Nasionalis dari Jarama, oleh pasukan di bawah Jenderal Orgaz, upaya untuk mengisolasi Madrid. Dalam pertempuran berat, pasukan Republik di bawah Jenderal Pozas dan Miaja mencegah mereka mencapai tujuannya.
08-18 Maret: Pertempuran Guadalajara, upaya lain untuk mengisolasi Madrid. Setelah kemajuan pesat pasukan Nasionalis dan Italia, serangan balasan Republik, dibantu oleh tank-tank Soviet dan pesawat terbang, sedangkan Italia menderita kekalahan serius.
31 Maret: Mulainya serangan Jendral Mola dari Nasionalis untuk mengambil Bilbao, dipertahankan oleh pasukan di bawah komando Jenderal Llano de la Encomienda.
April 19: Keputusan Unifikasi: Franco menyatakan penggabungan dari Falange dan Carlists, menciptakan Falange Tradicionalista Española y de las junta de Ofensiva Nacional-Sindicalista (FET y de las Jons).
April 26: Pemboman di Guernica oleh Legion Condor Luftwaffe's.
3-08 Mei: Pertempuran pecah antara pasukan anti-Nasionalis di Barcelona, dengan POUM Trotskyis dan anarkis CNT di satu sisi dan PSUC sosialis di sisi lain.
17 Mei: Pemerintah Largo Caballero jatuh. Dokter Juan Negrin, sosialis, menjadi kepala pemerintah.
31 Mei: Pasukan Jerman membom Almería untuk menekan serangan udara pada kapal perang Republik Deutschland.
3 Juni: Jendral Mola dari Nasionalis meninggal dalam kecelakaan pesawat. Fidel Dávila mengambil alih sebagai komandan pasukannya untuk menyerang Bilbao.
16 Juni: POUM dilarang dan para pemimpinnya ditangkap.
17 Juni: Jaime I, salah satu kapal Republican terbaik, tenggelam di Cartagena.
19 Juni: Bilbao diambil alih oleh Nasionalis, menyebabkan runtuhnya sistem pertahanan dengan optimis dinamakan "Cinturón de Hierro" ("Ikat Pinggang Besi").
21 Juni: Agen Soviet membunuh pemimpin POUM Andreu Nin.
07-26 Juli: Pertempuran Brunete. Mencoba untuk mengurangi tekanan Nasionalis di Madrid, Jendral Miaja memrintahkan serangan yang diarahkan oleh Jenderal Juan Modesto dan Enrique Jurado. Mereka mengambil Brunete, bergerak ke depan sekitar delapan kilometer. Serangan balasan Nasionalis disutradarai oleh Jendral José Enrique Varela hampir sepenuhnya menghapus keuntungan ini.
26 Agustus: Jatuhnya Santander.
September 4-5: Asturias diserang dari Timur setelah sungai Deva disilangkan; Llanes jatuh.
September 5-22: Pertempuran El Mazuco; 1.700 Asturia dan Basque menahan 30.000 Nasionalis di dalam dan sekitar Sierra de Cuera.
21 Oktober: Jatuhnya Gijón
November 31: Pemerintah Republik meninggalkan Valencia ke Barcelona.
15 Desember: Mulainya Pertempuran Teruel

Perang: 1938

 
Kedua belah pihak bentrok di atas kota Teruel sepanjang Januari dan Februari, dengan Nasionalis akhirnya menahan dengan baik pada Februari 22. Pada tanggal 14 April, Nasionalis menerobos ke Laut Mediterania, membagi pemerintah Spanyol menjadi dua. Pemerintah berusaha untuk menuntut perdamaian pada bulan Mei, tapi Franco menuntut penyerahan tanpa syarat, dan perang pun berkecamuk.


Pemerintah kini telah meluncurkan kampanye habis-habisan untuk mengembalikkan wilayah mereka dalam Pertempuran Ebro, yang dimulai pada 24 Juli dan berlangsung hingga 26 November. Kegagalan mereka semua tapi menentukan hasil akhir perang. Delapan hari sebelum tahun baru, Franco memukul balik dengan melemparkan kekuatan besar menjadi invasi Catalonia.


Detil kronologi: 1938 

 
8 Januari: pasukan Republik diperintahkan oleh Jenderal Hernández Sarabia dan Leopoldo Menendez mengambil kota Teruel, diserahkan oleh Kolonel Rey d'Harcourt. Kondisi musim dingin yang ekstrim mencegah kedatangan tepat waktu pasukan yang dikirim oleh Franco di bawah komando Jenderal Varela dan Aranda.
20 Februari: pasukan Republik dipaksa untuk meninggalkan Teruel dan mengikuti jalan raya ke Valencia, di bawah tekanan pasukan Maroko diperintahkan oleh Jenderal Yagüe. Akhir Pertempuran dari Teruel.
6 Maret: Pertempuran laut di Cape Palos (Baleares cruiser heavy Nasionalis tenggelam oleh perusak Republik).
13 Maret: Perancis membuka kembali perbatasannya untuk transit senjata ke zona Republik.
5 April: Menteri pertahanan Sosialis Indalecio Prieto berhenti sebagai protes dari pengaruh Soviet atas tentara.
April 15: Nasionalis mencapai Mediterania di Vinaroz, membagi zona Republik menjadi dua.
Juni: Prancis sekali lagi menutup perbatasan.
24 Juli: Mulainya Pertempuran Ebro.Pasukan Republik mencoba untuk mengalihkan Nasionalis dari menyerang Valencia dan untuk mengurangi tekanan pada Catalonia. Pada awalnya, pasukan Republik, diperintahkan oleh Jenderal Modesto, dan meraih kesuksesan besar, tetapi dibatasi oleh kekuatan udara unggul Nasionalis. Pertempuran hebat berlanjut ke November
21 September: Dokter Negrin, kepala pemerintahan Republik, dalam pidato untuk Liga Bangsa-Bangsa, mengumumkan bahwa Brigade International akan ditarik dari zona tempur.
30 Oktober: Serangan balasan Nasionalis, memaksa pasukan Republik kembali ke Ebro.
16 November: Akhir dari Pertempuran Ebro.
23 Desember: Pertempuran untuk Barcelona dimulai. Sebuah serangan Nasionalis enam-cabang ini diluncurkan, dengan memisahkan dari Pyrenees ke Ebro. Mereka mengambil Borjas Blancas, mengelilingi Tarragona dan mencapai pinggiran Barcelona. Pemerintah Republik mundur dari Barcelona ke Gerona, meskipun pasukan terus menjaga pertahanan kota.


Perang: 1939 

 
Nasionalis menaklukkan Catalonia dalam kampanye angin puyuh selama dua bulan pertama, 1939. Tarragona jatuh pada 14 Januari, Barcelona pada tanggal 26 dan Girona pada tanggal 5 Februari. Lima hari setelah jatuhnya Girona, perlawanan terakhir di Catalonia hancur.
 

Pada tanggal 27 Februari, pemerintah Britania Raya dan Perancis enggan mengakui rezim Franco. Hanya Madrid dan beberapa benteng lainnya tetap untuk pasukan pemerintah. Pada tanggal 28 Maret, dengan bantuan kekuatan pro-Franco di dalam kota ("kolom kelima" terkenal Jendral Mola telah disebutkan dalam siaran propaganda pada tahun 1936), Madrid jatuh ke Nasionalis. Keesokan harinya, Valencia, yang telah berjuang di bawah senjata Nasionalis selama hampir dua tahun, juga menyerah. Kemenangan diproklamasikan pada tanggal 1 April, ketika pasukan Republik yang terakhir menyerah.


Detil kronologi: 1939


15 Januari: Prancis sekali lagi memungkinkan mengalirkan senjata ke Republik.
26 Januari: Barcelona jatuh ke tangan Nasionalis.
5 Februari: Nasionalis mengambil Gerona, tentara Republik di Catalonia hampir hancur.
27 Februari: Prancis dan Inggris mengakui rezim Franco.
28 Februari: Manuel Azaña mengundurkan diri sebagai Presiden Republik
04-12 Maret: Anti-komunis kudeta oleh Kolonel Segismundo Casado. Di jalan-jalan di Madrid, ada Perang Saudara dalam Perang Saudara. The Consejo de Defensa Nacional, dipimpin oleh Kolonel Casado, mencoba tanpa hasil untuk bernegosiasi dengan Franco. Pemerintah Republik masuk ke dalam pengasingan di Perancis.
28 Maret: Dengan disintegrasi virtual tentara Republik, Nasionalis mengambil Madrid.
29 Maret: Efektif akhir permusuhan.
April 1: Franco mengumumkan akhir perang.

Revolusi Sosial 

 
Di wilayah yang dikuasai anarkis, (Aragon dan Catalonia), di samping keberhasilan militer, ada sebuah revolusi sosial yang luas di mana para pekerja dan para petani tanah dan industri, dan mendirikan dewan sejajar dengan (fungsi non-) pemerintah. Revolusi ini ditentang oleh pendukung komunis Soviet dan republikan demokratis. Kolektif agraria telah sukses besar meskipun oposisi yang luas dan kurangnya sumber daya (Franco sudah mendapatkan tanah dengan beberapa sumber daya alam terkaya). Keberhasilan ini bertahan di benak revolusioner libertarian sebagai contoh bahwa masyarakat anarkis bisa berkembang, di bawah kondisi yang tepat. 


Ketika perang berlangsung, pemerintah dan komunis mampu meningkatkan akses mereka ke tangan Soviet untuk mengembalikan kontrol pemerintah atas upaya perang, baik melalui diplomasi dan kekuatan. Milisi Revolusioner (anarkis dan POUM) yang terintegrasi dengan tentara reguler, meskipun dengan perlawanan (POUM itu dilarang, palsu mencela sebagai alat kaum fasis). Di bulan Mei 1937, ratusan atau ribuan tentara anti-fasis membunuh satu sama lain untuk menguasai titik-titik strategis di Barcelona, sebagai George Orwell berkaitan dalam Homage ke Catalonia.
  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments