Previous Next
  • Perang Teluk

    Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki. Akibat invasi ini, Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990...

  • 5 Negara yang Terpecah Akibat Perang Dunia II

    Negara yang terpecah adalah sebagai akibat Perang Dunia II yang lalu di mana suatu negara diduduki oleh negara-negara besar yang menang perang. Perang Dingin sebagai akibat pertentangan ideologi dan politik antara politik barat dan timur telah meyebabkan negara yang diduduki pecah menjadi dua yang mempunyai ideologi dan sistem pemerintahan yang saling berbeda dan yang menjurus pada sikap saling curiga-mencurigai dan bermusuhan. Setelah perang dunia kedua, terdapat empat negara yang terpecah-pecah, antara lain:

  • Serangan Sultan Agung 1628 - 1629

    Silsilah Keluarga Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Dilahirkan tahun 1593, merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyokrowati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banowati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat. Yang menjadi Ratu Wetan adalah putri dari Batang keturunan Ki Juru Martani, melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I)...

  • Perang Dingin

    Perang Dingin adalah sebutan bagi sebuah periode di mana terjadi konflik, ketegangan, dan kompetisi antara Amerika Serikat (beserta sekutunya disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya disebut Blok Timur) yang terjadi antara tahun 1947—1991. Persaingan keduanya terjadi di berbagai bidang: koalisi militer; ideologi, psikologi, dan tilik sandi; militer, industri, dan pengembangan teknologi; pertahanan; perlombaan nuklir dan persenjataan; dan banyak lagi. Ditakutkan bahwa perang ini akan berakhir dengan perang nuklir, yang akhirnya tidak terjadi. Istilah "Perang Dingin" sendiri diperkenalkan pada tahun 1947 oleh Bernard Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menggambarkan hubungan yang terjadi di antara kedua negara adikuasa tersebut...

  • Perang Kamboja-Vietnam

    Pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan saigon tahun 1975, negara-negara anggota ASEAN mencemaskan kemungkinan penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Asia Tenggara. Ketegangan terus memuncak mengingat ASEAN adalah negara-negara Non-Komunis sedangkan negara-negara Indochina adalah negara komunis. Kemenangan Vietnam pada Perang Vietnam sudah tentu mengkhawatirkan ASEAN ditengah rencana Amerika Serikat untuk mengurangi kehadiran pasukannya yang selama ini secara tak langsung melindungi ASEAN dari invasi komunis ke kawasan tersebut...

Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Menegaskan bahwa pendiri Wikileaks, Julian Assange telah "melemahkan organisasi," sebuah organisasi baru yang bakal menjadi saingan situs terkenal Wikileaks karena berani membocorkan dokumen rahasia, secara resmi akan diluncurkan hari Senin ini (13/12). Para pendiri situs Openleaks.org mengatakan mereka adalah mantan anggota WikiLeaks yang tidak senang dengan cara WikiLeaks berjalan di bawah kepemimpinan Assange.


"Tindakan Assange telah melemahkan organisasi," kata salah satu pendiri Openleaks, Daniel Domscheit-Berg mengatakan dalam sebuah film dokumenter yang ditayangkan Minggu malam di jaringan televisi Swedia SVT. Dia mengatakan WikiLeaks menjadi "terlalu banyak terfokus pada satu orang, dan satu orang itu selalu jauh lebih lemah dari sebuah organisasi."

Dalam sebuah e-mail ke CNN, Domscheit-Berg mengatakan kelompok mereka berharap akan meluncurkan situs Openleaks.org pada Senin ini (13/12). Seperti WikiLeaks, yang memfasilitasi pengungkapan informasi rahasia yang berasal dari anonim, Openleaks mengatakan tujuannya adalah untuk membantu orang dalam menyampaikan materi dari media massa dan organisasi lain tanpa teriidentifikasi.

Harian Swedia Dagens Nyheter, mengutip dokumen internal Openleaks, melaporkan bahwa situs baru ini berniat untuk bertindak sebagai perantara, "tanpa agenda politik kecuali dari penyebaran informasi kepada media, organisasi publik, organisasi nirlaba, organisasi perdagangan dan serikat pekerja dan kelompok partisipasi lainnya. " Domscheit-Berg mengatakan WikiLeaks meletakkan "semua yang kami miliki" ke pengungkapan profil tinggi dari ratusan ribu dokumen-dokumen rahasia AS selama lima bulan terakhir.

"Saya pikir hal yang paling bijaksana untuk dilakukan adalah melakukan hal ini secara perlahan-lahan, langkah demi langkah, untuk membangkitkan proyek ini. Dan hal itu tidak terjadi," katanya dalam film dokumenter SVT. Assange dan WikiLeaks telah menjadi fokus dari penghukuman di seluruh dunia sejak rilis pertama dokumen rahasia utama AS yang dirilis pada bulan Juli. Sejak saat itu Wikileaks mulai mengungkapkan lebih dari 250.000 kabel diplomatik AS pada bulan November.

Namun Domscheit-Berg mengatakan, "Jika Anda berkhotbah tentang transparansi untuk orang lain, Anda harus transparan terhadap dirimu sendiri." "Anda harus memenuhi standar yang sama yang Anda harapkan dari orang lain," kata dia kepada SVT. "Dan saya berpikir bahwa di mana kami sudah tidak menuju ke arah yang sama secara filosofis lagi."

Mantan staf WikiLeaks yang lain mengatakan dia tidak puas dengan Assange, tetapi pendiri WikiLeaks itu tidak ingin mendengarkan. Juru bicara WikiLeaks Kristinn Hrafnsson tidak ingin membahas perbedaan pendapat antara Assange dan mantan anggota lain dari organisasi Wikileaks. Tapi untuk peluncuran situs saingannya yang direncanakan dari kelompok saingannya itu, ia berkata, "semakin banyak, semakin baik."(fq/cnn)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Seorang pembuat film Iran telah memulai syuting pembuatan sebuah film dokumenter politik berjudul The 9/11 Black Box, yang menceritakan tentang peristiwa serangan terhadap Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001. Film tersebut akan disutradai dan diproduksi oleh Mohammadreza Eslamlou, kantor berita Mehr melaporkan pada hari Sabtu kemarin (25/12). Adegan pembuka film dokumenter disuting di Jamaran, sebuah lingkungan di Teheran dimana pendiri Republik Syiah Iran, Imam Khomeini tinggal.


Eslamlou mengatakan bahwa para awak juga akan melakukan suting di Istana Qajar-era- Saadabad, bekas kedutaan Amerika Serikat di Teheran, serta beberapa lokasi di dekat perbatasan dengan Afghanistan. "Film ini berfokus pada pemerintahan dunia bayangan, yang ada di balik semua peristiwa yang terjadi di dunia," katanya, mencatat bahwa acara ini sebuah contoh kecil yang dimanfaatkan untuk memutarbalikkan jalannya peristiwa lainnya.

Judul film mengacu pada "9/11 Black Box," istilah yang sering digunakan oleh Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad dalam pidatonya di markas PBB di New York pada bulan September 2010. Merupakan lulusan dari University of Texas di Austin, Eslamlou, 63 tahun, sebelumnya membuat film Hak Asasi Manusia, sebuah film dokumenter anti-Israel.(fq/prtv)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Duta Besar Israel di ibukota Turki Ankara, Gabby Levy, mengecam keras film Turki yang berjudul "Valley of the Wolves: Palestine" yang rencananya akan diputar pada 28 Januari hari ini di Turki. Menurut Levy film bergaya "Rambo" tersebut mencakup unsur-unsur yang akan mendorong orang untuk melakukan tindakan anti-Semit.


Gabby Levy mengatakan dalam konferensi pers yang diadakan di kota Antalya, kota wisata di Turki selatan, "Film ini memiliki ide anti-Israel, dan mendesak orang untuk membenci Yahudi," dan ia menyatakan penyesalannya untuk Festival Film Synchronization Date Night yang akan memutar film tersebut di hari peringatan korban Holocaust.

Dia menambahkan, dirinya telah meminta pejabat di perusahaan yang memproduksi film tersebut untuk mengubah tanggal pemutarannya, menekankan bahwa ia tidak akan menonton film itu.

Perlu dicatat bahwa asosiasi pengawas film Jerman telah mengeluarkan putusan melarang film tersebut diputar di Jerman pada Selasa malam lalu dengan dalih film itu berisi propaganda anti-Israel. Serial film televisi "Valley of the Wolves sangat diminati oleh masyarakat Turki dan Araba, di mana puluhan stasiun televisi Arab memutar serial film ini.(fq/imo)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Sebuah aksi unjuk rasa anti-pemerintah di Mesir telah berubah menjadi aksi kekerasan dan bentrokan pada saat para aktivis oposisi menyerukan rakyat Mesir untuk turun ke jalan nasional untuk menuntut reformasi politik dan ekonomi.

Lebih dari 30.000 polisi telah dimobilisasi ke pusat kota untuk memulai tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa.







Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pasukan militer Mesir telah dikerahkan di Kairo dan mengambil posisi di depan unjuk rasa yang dijadwalkan akan berlangsung setelah shalat Jumat hari ini, saksi mata mengatakan. Pada saat unjuk rasa akan memasuki hari keempat, oposisi utama negara itu, Ikhwanul Muslimin, telah meramalkan "situasi meledak" paling serius di Mesir dalam kerusuhan anti-pemerintah dalam beberapa dasawarsa. Rezim yang berkuasa di Kairo telah mengganggu layanan internet dan mengerahkan pasukan khusus operasi kontraterorisme di samping beberapa ruas jalan di ibukota Kairo, yang akan menghadapi demonstran anti-pemerintah hari Jumat ini.


Meskipun pemerintah Mesir telah melarang unjuk rasa, Ikhwanul Muslimin pada hari Kamis kemarin justru menyerukan kepada rakyat untuk berkumpul secara massal dan menentang larangan tersebut. Juru bicara Ikhwanul Muslimin, Issam al-Arian, memperingatkan bahwa Mesir akan "meledak" jika pemerintah terus menerapkan kebijakan represi dan tidak mendengarkan rakyat. Unjuk rasa adalah reaksi alami untuk sekian dekade kemiskinan dan penindasan, katanya, dan menambahkan bahwa rakyat Mesir hanya akan berhenti berdemonstrasi mereka ketika pemerintah merespon tuntutan mereka.

Menurut kelompok oposisi, polisi anti huru hara Mesir menumpas para pengunjuk rasa anti-pemerintah yang menewaskan sedikitnya sembilan orang dan menahan sampai 1.200 aktivis dalam tiga hari terakhir. Kementerian Dalam Negeri Mesir menolak laporan dan mengatakan bahwa hanya 500 orang yang telah ditangkap. Pada hari Kamis kemarin (28/1), pengunjuk rasa membakar ban dan melemparkan batu ke arah truk polisi dan tentara di pusat kota Kairo. Kelompok oposisi telah berjanji untuk tetap berada di jalanan sampai pemerintahan Presiden Hosni Mubarak berakhir, demokrasi dipulihkan dan kesempatan kerja diciptakan. (fq/prtv)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Protes berlangsung di jalan-jalan Cairo. Mereka menyatakan 25 Januari, sebagasi hari 'Revolusi'. Mereka ingin menjatuhkan Hosni Mubarak yang sudah berkuasa lebih dari 30 tahun. Mubarak yang sudah 'gaek' itu, nampaknya tetap mendapatkan jaminan dan dukungan AS.


Menlu AS, Hillary Rodham Clinton, menyatakan, bahwa Mesir tetap stabil. Inilah bahasa yang diucapkan oleh orang kedua AS, yang nampaknya tetap mendukung Hosni Mubarak. Kejatuhan Mubarak akan menyebabkan terjadi 'tsunami' politik di seluruh Timur Tengah. Mubarak merupakan sekutu utama Israel dan AS. Selama beberapa dekade posisi Mesir, benar-benar menjadi 'penjaga' kepentingan Israel dan AS di Timur Tengah. Mesir menjadi alat Israel dan AS menghadapi kekuatan Islam, yang akan mengancam kepentingan kedua negara itu.

Mesir bukan Tunisia. Mesir memiliki jumlah penduduk 80 juta. Secara geopolitik sangat strategis. Negara yang terbesar penduduknya di Timur Tengah. Bila Mubarak runtuh, maka seluruh kawasan Timur Tengah akan berubah. Mesir menjadi taruhan bagi kepentingan Barat di kawasan itu.

Persoalannya siapa yang akan menggantikan Mubarak? Adakah rezim baru yang dapat menerima kepentingan Israel dan Barat? Ini persoalan kunci. Israel dan AS akan menjaga rezim yang sudah 'gaek' ini, sampai menemukan pengganti, yang diyakini dapat menjaga kepentingannya di kawasan itu. Israel dan Barat tidak akan pernah membiarkan Mesir jatuh ketangan kelompok Islamis. Setidaknya Israel dan AS akan mencari tokoh-tokoh dan kelompok yang moderat, dan dapat menerima kepentingan mereka.

Sebuah kekuatan oposisi terbesar di sepanjang sejarah politik Mesir adalah Ikhwanul Muslimin. Kelompok ini lahir tahun 1928, yang didirikan oleh Hasan al-Banna, dan sekarang telah berkembang di seluruh dunia.

Gerakan ini lekat dengan politik, dan terus berkembang sebagai sebuah gerakan. Tahun 2005 Ikhwan ikut pemilu melalui calon independen, dan mendapatkan suara 20 persen atau 88 kursi di parlemen. Tetapi, pemilu di tahun 2010 yang lalu, Ikhwan tidak mendapatkan satupun kursi, diberangus oleh Mubarak.

Mubarak tidak menginginkan kekuatan oposisi di Mesir ini terus berkembang. Mubarak hanya memberikan 3 persen kursi di parlemen Mesir, bagi kalangan oposisi. Ini sangat tidak mempunyai arti apa-apa. National Democratic Party (NDP), partainya Mubarak menang secara mutlak dalam pemilu parlemen yang lalu, dan menguasai parlemen seluruhnya. Kemenangan NDP sudah di plot, agar transisi kekuasaan yang akan dijalankan Mubarak bisa berjalan mulus. Oposisi harus di depak dari parlemen, agar perubahan politik dapat dijalankan sesuai dengan skenarionya.

Washington seperti yang diucapkan oleh Menlu Hillary, bahwa Mesir stabil selama 30 tahun. Tetapi, Mesir dibawah kendali rezim diktator, yang menolak demokrasi, dan menggunakan aparat militernya, seperti tentara, polisi, dan intelijen menghabisi lawan-lawan politiknya.

Mubarak yang sudah membuat sebuah imperium kekuasaan, parlemen hanyalah sebuah pajangan yang tidak memiliki fungsi apa-apa. Kondisi ini sudah lazim di seluruh duni Arab. Di mana kekuasaan itu, hanya mirip perusahaan pribadi. Partai pemerintah menjadi partai tunggal dan berkuasa mutlak. Kekuasan yudikatif menjadi alat kekuasaan untuk memberangus lawan-lawan politiknya. Jadi stabilitas politik yang diciptakan Mubarak hanyalah bayang-bayang, bukan yang sesungguhnya. Demokrasi yang sejati, adalah sebuah kekuasaan yang bersumber dari rakyat. Dengan jalan pemilihan yang jujur, bebas, dan tanpa intervensi. Di Mesir semua itu tidak ada.

AS dan Barat telah melakukan sikap 'double standard' dengan membiarkan rezim-rezim yang diktator, yang tidak memiliki legitimasi dari rakyatnya. Ini hanya akan menimbulkan ancaman stabilitas di kawasan yang sewaktu-waktu dapat meledak. Tidak ada jaminan yang pasti tentang situasi dan masa depan Mesir, yang sekarang menghadapi situasi yang mirip seperti Tunisia.

Penguasa Mesir sudah sangat terlambat merespon aspirasi rakyatnya yang sekarang berada di jalan-jalan menumpahkan kemarahannya. Gerakan yang sekarang ini terus membuncah di tengah situasi yang semakin tidak menentu, Mubarak nampaknya masih cukup percaya diri, dan membiarkan situasi yang ada, dan yakin masih dapat mengendalikan kekuasaannya.

Kejatuhan Mubarak dari kekuasaannya mempunyai efek domino, yang secara fundamental akan mengubah seluruh kepentingan Israel dan AS di Timur Tengah. Selama ini Mubarak menjadi pilar utama dalam politik 'contaiment' terhadap kekuatan Islam, yang ingin membangun kekuatan politik baru di Timur Tengah, dan ini menimbulkan kekawatiran yang sangat mendalam.

Selama ini Mesir telah digunakan secara efektif menghadapi Hamas di Gaza oleh Israel. Mubarak bersama dengan Raja Abdullah juga digunakan untuk menghadapi ancaman nuklir Iran. Mubarak juga digunakan oleh Israel dan AS menghadapi perubahan politik di Irak, dan Lebanon, yang sangat mengkawatirkan bagi Israel dan AS. Jatuhnya kabinet Hariri, dan sekarang digantikan seorang tokoh baru, yang lebih pro Hisbullah, sangat mengancam keamanan Israel. Sekarang Lebanon sudah berada di dalam cengkeraman Hisbullah.

Israel dan AS ingin mencari pengganti Mubarak yang dapat diajak dialog dan berunding, dan tidak membahayakan kepentingannya. Mohammad el- Baradei, yang pernah mengepalai TIM IAEA, sekarang diusung kalangan oposisi, yang mulai melakukan serangan terhadap Mubarak secara head to head. Mungkin el Baradei ini akan menjadi alternatif yang dapat di terima Barat, khususnya Israel dan AS.

Tentara mulai bersikap netral menghadapi situasi di Mesir, dan tidak ingin melakukan konfrontasi secara total dengan gerakan oposisi yang sekarang terus berlangsung di Mesi yang ingin menjatuhkan rezim diktator. Israel dan AS sudah melakukan langkah-langkah antisipasi dan skenario baru, ketika rezim Mubarak.

Perwira angkatan udara yang sudah berkuasa selama tiga dekade ini, mesikpun masih sangat percaya diri, tetapi telah ditinggalkan anaknya Gamal, yang lari bersama dengan keluarganya menuju London. Mubarak tak ada lagi pilihan, yang dapat menggantikan kekuasaan dari dinasti keturunannya. Ia menghadapi hari-hari kekuasaannya. (m/nk)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:

Peraih hadiah Nobel Mohamed El Baradei, pemimpin oposisi Mesir, menyatakan akan memimpin langsung aksi penggulingan rezim diktator Mubarak, yang sudah berkuasa lebih dari 30 tahun. El Baradei yang pernah mengepalai komisi IAEA di bawah PBB itu, usai shalat Jum'at akan berpartisipasi dalam aksi yang digalang berbagai kalangan oposisi di Mesir untuk menggulingkan rezim Mubarak.


Ikhwanul Muslimin yang merupakan kekuatan oposisi terbesar di Mesir hari Jum'at ini juga akan turun untuk mengambil bagian dalam aksi mengakhiri pemerintahan Mubarak. Bersatunya kekuatasn oposisi Mesir menghadapi rezim Mubarak, memberikan peluang bagi pengakhiran kekuasaan Mubarak. Lebih 1.000 orang telah ditangkap aparat militer Mesir, yang bertujuan ingin mengakhiri rezim Mubarak. Sejauh ini tidak ada pengaruh atas tindakan repressif yang dilakakukan aparat militer Mesir terhadap kelompok-kelompok yang memang mereka ingin menggulingkan pemerintah diktator Mubarak.

Aksi menentang kekuasaan Mubarak ini telah menyebar diberbagai kota di Mesir, seperti Cairo, Suez, dan Alexandria. Puluhan orang terluka ketika bentrok dengan aparat keamanan Kamis, malam. Kalangan oposisi sudah tidak sabar lagi terhadap Mubarak, yang menjadi kaki tangan Israel dan AS. Semalam aksi menentang terus berlangsung, dan di kota Suez terjadi bentrok, yang sangat brutal antara para pengunjuk rasa dengan aparat keamanan Mesir, dan Mubarak mengerahkan seluruh kekuatan militer dan polisi untuk menghadapi aksi yang digalang kalangan oposisi.

Semantara itu, Dubes AS di Mesir Margaret Scoby telah membentuk 'task force' yang akan terus mengikuti perkembangan situasi di Mesir, dan melakukan kontak dengan sejumlah tokoh oposisi di negeri Spinx itu. Sejauh ini menurut informasi yang sampai ke media, Scoby juga telah melakukan komunikasi dengan Sekjen NDP, Safwat el-Shahrif, mendorong agar Mubarak mengundurkan diri dari kekuasaan. Hari Jum'at ini akan menentukan nasib Mubarak selanjutnya. Rezim diktator yang sudah berkuasa lebih dari 30 tahun, memasuki hari-hari akhir kekuasaannya. (m/aljz)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Kelompok oposisi Mesir telah meluncurkan seruan nasional untuk melakukan aksi protes dengan harapan bisa menjadi sebuah pemberontakan rakyat yang serupa dengan revolusi yang baru-baru ini terjadi di Tunisia. Penyelenggara unjuk rasa mendesak warga Mesir untuk bergabung dengan aksi massa pada Selasa ini (25 Januari) dalam sebuah protes dijuluki "hari pemberontakan terhadap penyiksaan, kemiskinan, korupsi dan pengangguran."


Mereka terinspirasi oleh gelombang kerusuhan jalanan yang mengakhiri pemerintahan Presiden Zine El Abidine Ben Ali yang berhasil tergulingkan. Setidaknya 87.000 orang mengatakan mereka akan berpartisipasi dalam aksi hari Selasa ini, dalam sebuah halaman khusus yang dibuat pada situs jejaring sosial Facebook, meskipun adanya peringatan kementerian dalam negeri yang akan bertindak dengan "tegas" terhadap orang-orang yang berperilaku secara ilegal.

Tokoh oposisi terkemuka Mesir Mohamed ElBaradei menyatakan dukungan untuk unjuk rasa hari ini. "Jika Tunisia telah melakukannya, Mesir harus bisa melakukannya juga," kata mantan kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan kepada surat kabar Jerman Der Spiegel dalam sebuah wawancara. Pernyataan Asosiasi Nasional untuk Perubahannya Elbaradei mengatakan bahwa beberapa anggotanya telah dipanggil oleh pihak keamanan dalam kaitan demonstrasi hari Selasa ini.

Ikhwanul Muslimin, gerakan oposisi terbesar dan paling terorganisir Mesir, dan partao liberal Wafd - partai oposisi tertua negara itu - secara tidak secara resmi juga mendukung protes jalanan, dengan mengatakan banyak dari anggota mereka akan ambil bagian dalam aksi hari ini. Sementara itu, Amnesty International telah menyatakan keprihatinan atas banyaknya catatan hak asasi manusia Kairo dan mendesak pihak berwenang Mesir untuk tidak menindak keras aksi protes yang direncanakan.

"Mesir harus mengizinkan protes damai, dan berhenti menangkap dan mengintimidasi aktivis oposisi damai," kata Hassiba Hadj Sahraoui, wakil direktur untuk program Amnesy Timur Tengah dan Afrika Utara. "Pasukan keamanan negara Mesir memiliki catatan mengkhawatirkan ketika berhadapan dengan demonstran, dan kami mendesak mereka untuk menahan diri dari menangani aksi yang berlebihan dan tidak proporsional," lanjut dia mengatakan. Mesir telah lama mengeluhkan kesulitan ekonomi, dan Kairo secara konstan mendapat kritikan karena gagal untuk mengangkat hukum darurat di negara itu selama tiga dekade terakhir.(fq/prtv)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Ribuan pasukan keamanan Mesir dikerahkan dan disebar di seluruh Kairo menjelang protes pertama di negara itu yang terinspirasi aksi unjuk rasa di Tunisia. Pejabat keamanan juga Mesir telah memperingatkan tidak akan mentoleransi aksi seperti yang ada di Tunisia. Penyelenggara aksi unjuk rasa dan pendukung oposisi - terinspirasi oleh pemberontakan rakyat di Tunisia - telah menjuluki aksi unjuk rasa hari Selasa ini (25/1), yang direncanakan terutama berlangsung di Kairo dan Alexandria, sebagai "hari revolusi melawan penyiksaan, kemiskinan, korupsi dan pengangguran."


Panggilan untuk aksi hari ini tersebar di Facebook dan Twitter, dengan 90.000 orang mengatakan mereka akan hadir dalam aksi hari ini. Amnesty International menyatakan kekhawatiran mereka atas keselamatan para demonstran, mendesak pihak berwenang untuk menahan diri dari kekuatan yang berlebihan dan tidak proporsional. Menteri Dalam Negeri Habib el-Adly mengatakan "langkah-langkah tegas" akan diterapkan dalam menghadapi kekacauan dalam aksi hari ini. (fq/ap)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Seorang menteri Israel mengatakan pasukan pemerintah Mesir harus menggunakan kekuatannya untuk mengendalikan protes publik pada saat negara Afrika tersebut tertatih-tatih di ambang sebuah revolusi bergaya Tunisia. Terinspirasi oleh revolusi rakyat baru-baru ini di Tunisia, yang mengakibatkan penggulingan Presiden Zine El Abidin Ben Ali, rakyat Mesir telah melancarkan demonstrasi anti-pemerintah sejak Selasa lalu, menyerukan kepada Presiden Hosni Mubarak untuk menyerahkan kekuasaan setelah tiga dekade memerintah.


Sementara itu, seorang menteri kabinet Israel yang berbicara dengan syarat anonim ke media Israel menyatakan pada hari Kamis kemarin (28/1) bahwa presiden Mesir yang didukung oleh kecakapan militer yang kuat pada akhirnya akan menundukkan krisis ini, The Washington Post melaporkan. "Rezim Mubarak berakar baik pada aparat militer dan keamanan," kata menteri Israel, menambahkan bahwa, "Mereka harus mengerahkan pasukan militer, menggunakan kekuatan di jalan dan melakukannya. Tapi mereka cukup kuat sesuai dengan penilaian saya untuk mengatasi hal itu. "

Mesir, yang secara luas dianggap sebagai negara Arab pertama yang membuka perjanjian perdamaian dengan Israel tiga dekade lalu, tetap menjadi salah satu sekutu Tel Aviv paling penting. Di kota Suez, sepanjang Terusan Suez yang strategis, pengunjuk rasa membakar kantor polisi dan mencuri senjata yang kemudian digunakan untuk melawan polisi. Sementara itu, pasukan keamanan Mesir mengambil posisi di lokasi strategis, termasuk Tahrir Square, tempat demonstrasi terbesar minggu ini, menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah akan melakukan tindakan keras terhadap demonstran.(fq/prtv)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Di Balik gonjang ganjing pemboman bandara Domodedovo, Rusia, saya ingin berbagi kepada anda semua tentang kinerga orang Rusia, yang berpola hidup sederhana, terutama pejabat negaranya dan kebanyakan orang Rusia lainnya. Tentang pemboman di Bandara Domodedovo Senin tanggal 24 Januari 2011 yang lalu, biarlah itu urusan pemerintah Rusia, beritanya saya langsung sudah menulisnya di kompasiana, yang oleh admin kompasiana dijadikan headline, kemudian di copy paste ke kompas.com, kalau anda tertarik silahkan baca dengan judul: "Ketika bom meledak di airport Domodedovo Rusia" pembacanya bila sudah 9500 orang, inti tulisan tersebut adalah bila nyawa belum sampai ajal, maut tak akan tiba!


Kembali kepola hidup atau gaya hidup orang Rusia, banyak sekali yang bisa kita pelajari bangsa Rusia, salah satunya adalah gaya atau pola hidup yang sederhana dan lebih mementingkan fungsi dari gengsi. Bila anda ke Rusia banyak sekali anda temukan hal tersebut, dari mobil pengeruk salju yang kelihatan kuno, tapi masih berfungsi dengan baik. Atau ketika anda naik lift disebuah apartement yang kalau anda bukan dan ketika anda menutup akan berbunyi, jeger! Keras banget bunyinyi, tapi masih tetap jalan dan bisa digunakan. Atau ketika anda menutup pintu masuk sebuah apartement, jangan kaget bila ketika dilepas seperti bunyi petasan yang meledak, jeger! Karena memang pintu dibuat sedemikian besar ,berat dan tebal, sekalian menghindari dingin, tapi tetap berfungsi.

Masih ingatkan ketika Rusia masih komunis? Bayangkan dalam tekanan hidup di bawah bayang-bayang KGB, mereka bisa berprestasi, bisa melahirkan karya karya besar, seperti novel-novel yang berkelas dunia, dan tak tanggung-tanggung mendapat hadiah nobel! Seperti karya Boris Pasternak itu, Dr Zhivago! Bayangkan hidup di bawah tekanan dan kekejaman rezim komunis, telah melahirkan karya besar yang mengabadi. Atau memang begitu hukum alamnya, bahwa di bawah tekanan justru melahirkan karya yang gilang gemilang, karena orang mungkin dipaksa untuk mikir atau berbuat sesuatu.

Ingat Alexander Pushkin? Dia seorang sasterawan Rusia yang hidup disekitar abad 19, dalam keadaan suhu ekstrem melahirkan keagungan puisi tentang salju yang indah dan karya sastera yang lainnya banyak mengilhami sasterawan Rusia lainnya. Coba lihat lagi, ketika Gagarin di luncurkan ke angkasa bulan April 1961, suasana kehidupan saat itu sungguh memperihatikan, saat itu rezim komunis masih berjaya, untuk mendapatkan sekilo dua kilo gram gula harus antri, janagkan makanan mahal, untuk mendapatkan sepotong roti saja harus antri! Jangan bayangkan saos, spageti, pizza dan lain-lain. Namun mereka bisa menerbangkan manusia pertama ke angkasa!Nah coba itu, dalam keadaan prihatin sebagai suatu bangsa, mereka bisa menelorkan astronot pertama di dunia! Apa kuncinya? Ya apa lagi kalau bukan kerja keras dan tidak mudah mengeluh pada kondisi yang ada.

Iklim yang keras bukan halangan untuk mencapai kemajuan, bahkan menjadi tantangan yang mereka perlu hadapi, bukan mereka hindari. Dengan iklim yang sangat ekstrem ini melahirkan ribuan kilo meter pipa gas yang masuk ke apartement-apartemet! Tak terdengan ada kompor gas yang meledak, tak terdengar ada orang yang sampai tewas gara-gara kompor gas! Bayangkan ribuan kilo meter gas dapat disalurkan dengan aman ke setiap kamar dalam sebuah apartement.

Dengan iklim yang ekstrem, di mana suhu bisa mencapai minus rata-rata 20 derajat C di musim dingin, mereka berhasil membuat ratusan stasiun metro di di bawah tanah! Ternyata iklim esktrem tadi membuat mereka bekerja lebih keras lagi untuk rakyatnya, mensejahterakan rakyat dan membuat rakyat mudah melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain dalam biaya yang relatif murah dan dapat mengangkut jutaan penumpang setiap harinya di Moskow. Suatu yang amat luar biasa, hebatnya lagi tak terdengar Rusia menjadi menjadi negara terkorup, padahal kita tahu ini negara bekas komunis.

Yang menariknya lagi, pola hidup mereka kabanyakan sederhana, anda jangan heran bila melihat seorang perwira yang berpangkat tinggi naik metro dengan pakaian seragamnya lengkap. Atau anda jangan herap melihat seorang Profesor yang dengan santainya naik trem, metro atau bus kota, berbaur dengan banyak orang dan para mahasiwanya. Pangkat jabatan tinggi, tak merubah gaya hidup mereka yang bersahaja. Bahkan untuk para birokrat yang bekerja dipemerintahan dianjurkan untuk memakai mobil produk buatan mereka sendiri, pakai Volga, Ziguli atau Lada! Jadi tanpa gembar gembor dengan iklan Cinta Buatan Negeri Sendiri, mereka sudah melakukannya.

Pesawat, kereta, mobil dan lainnya banyak yang diproduksi sendiri, dengan demikian sudah banyak menghemat devisa negara, tak ada alasan malu terhadap produk sendiri, yang hebatnya lagi mereka lebih mementing fungsi dari pada gengsi! Maka yang anda temukan di jalan-jalan, walau kelihat bodi mobilnya kuno, tapi tetap bisa jalan. Atau anda melihat di jalan sebuah mobil penabur garam kelihatan jelek, tapi fungsinya berjalan dengan baik. Dengan prinsif lebih mementingkan fungsi daripada gengsi kehidupan mereka mengalir dari satu kemajuan ke kamajuan lain.

Anda mungkin heran bila melihat ke kantor-kantor Di Rusia yang megah, namun ketika anda melekukan registrasi sesuatu, nama anda akan di catat pada sebuah buku doble polio yang bahannya seperti kertas koran yang agak kuning, buram, bukan di buku berkerta HVS yang putih bersih. Mareka masih menulis dengan tulisan tangan untuk mencatat para tamu! Pola hidup sederhana dari pejabat-pejabatnya membuat mereka seperti berada di jalan yang lurus, penuh pengabdian pada negara dan bangsanya, jika ada yang korupsi langsung "disikat" bahkan bila ada pejabat yang tak becus di bidangnya, setingkat menteri sekalipun, tanpa menunggu didemo rakyatnya, langsung "disikat" dipecat, tanpa menunggu reaksi dari masyarakat, apa lagi sampai menunggu agar turun dari sendiri jabatannya.

Wah kalau ada model gayus di Rusia, "disikat" habis! Bukan malah dibela-belain oleh advokat yang terkenal keberaniannya, ada ya advokat seperti itu? Heran, orang seperti itu kok di bela, kalau menang gimana? Kan memalukan advokat sendiri yang punya nurani, kalah ya sudah pasti! Dan kalau gayus menang di pengadilan bahkan sampai bebas, yang dihantam bukan hakimnya, tapi pembelanya! Jelas-jelas koruptor kok di bela? Lucunya minta dijadikan staf ahli, ya ampun apa jadinya negara ini kalau staf ahlinya jelas-jelas maling! Apa tak ada lagi staf ahli yang jujur? Enak aja si gayus bicara seperti itu, aya-aya wae!

Kerja keras dan pola hidup sederhana yang dimiliki oleh orang Rusia, bukan di lisan saja, pejabat negaranyapun sederhana dan tak mempersoalkan gaji yang dia dapat! Apa lagi setingkat Presiden, tak pernah kedengaran seorang Presiden di Rusia dari jaman”kuda gigit besi” sampai jaman Gagarin ke ruang angkasa dan jaman Medvedev , mengeluh! Walau hidup mereka sederhana, anda bisa melihat kalau Presiden Rusia memanggil menterinya, hanya dengan duduk disebuah meja kecil saling berhadapan, begitu juga kalau PM memanggal pejabat negara, duduk berdua dibatasi meja sederhana!

Kadang-kadang sedang rapat dengan para pejabat negarapun, mereka duduk di kursi sederhana, terkadang malahan terlihat pensil atau kertas yang biasa saja, tidak nampak bahwa yang sedang berkumpul adalah orang-orang yang menentukan hitam dan putihnya negara yang terluas di dunia! Tidak terlihat bahwa mereka adalah pejabat negara super power dunia, yang Amerika paling takut kalau Rusia “ngembek” Mengapa? Jangan lupa Rusia punya nuklir dan punya stasiun ruang angkasa dan sekarang bahkan Rusia satu-satunya negara yang masih memiliki pesawat ulang alik yang diluncurkan dari stasiun bumi ke stasiun ruang angkasa Mir, tahun 2013 akan datang, mereka rencana akan kembali meluncur ke angkasa.

Kalau Amerika “macem-macem” pada Rusia, Rusia bisa membalasnya! Tapi lagi-lagi anda akan melihat betapa sederhananya para pejabata negara mereka! Pejabat negara di Rusia mobil dinasnya bukan Mercy atau Volvo, tapi Jiguli, produk mobil mereka sendiri dan mereka bangga terhadap buatan produk sendiri, walaupun mungkin kelihatan kuno, tapi tetap berfungsi dengan baik! Jadi sekali lagi yang penting fungsinya, bukan gengsinya! Fungsinya bung, bukan gensinya!

Mari kembali ke kerja kerasnya orang Rusia, yang telah melahirkan karya-karya besar di tengah-tengah iklim yang ekstrem! Lalu mengapa Indonesia yang penuh dengan sumber daya alam yang melimpah dan bisa bekerja di segala musim tak bisa maju? Mari kita kembali ke jati diri bangsa ini, mari kita lihat fungsi, bukan gengsi. Insya Allah negara kita bisa maju, bila fungsi lebih ditonjolkan ketimbang gengsi.

Bila semua warga ini, dari mulai pejabat negera tertinggi sampai ke tingkat yang paling rendah bergerak searah dengan motivasi yang tinggi dimana mereka semua lebih mementingkan fungsi dari pada gengsi, maka dalam waktu yang tidak lama bangsa kita, Indonesia, bisa maju mengejar ketertinggalannya dengan bangsa-bangsa lain, tak usah jauh-jauh dulu mengejar Rusia atau Eropa dan Amerika, kejar dulu negara tetangga kita, Singapur dan Malaysia! Mari kita galakan semboyan ini” Fungsinya Bung, bukan gengsinya!” Salam.

Oleh Syaripudin Zuhri
Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pejabat senior di Hamas menyerukan rakyat Palestina untuk bangkit melawan Otoritas Palestina (PA) dan Presiden Mahmoud Abbas menyusul pengungkapan dokumen rahasia atas negosiasi antara PA dan Israel yang dirilis oleh Aljazeera. Dalam sebuah wawancara dengan Ahram Online, Yahia Moussa, seorang anggota parlemen Hamas menyatakan bahwa "Presiden Abbas harus diadili untuk tuduhan telah menyerahkan hak-hak Palestina, menunjukkan tangan yang lemah dan membantu Israel menargetkan dan membunuh perlawanan para pejuang Palestina.


Dia menambahkan bahwa informasi yang diungkapkan oleh dokumen Aljazeera sebenarnya tidaklah baru, gerakan Hamas sebelumnya juga telah menyorot konsesi PA ke Israel atas pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem. Moussa juga berpendapat bahwa dokumen tersebut menunjukkan kurangnya kepercayaan diri oleh para juru runding Palestina ketika berhadapan dengan rekan Israel mereka.

"Abbas dan para pembantunya menggunakan tempat-tempat suci Islam di Tepi Barat sebagai kartu dalam negosiasi mereka dengan Israel, yang membuktikan bahwa mereka tidak jujur dalam melindungi hak-hak Palestina", tambahnya.(fq/alahram)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Menteri Kebudayaan Gaza Osama al-Issawi mengatakan pemerintah Palestina akan terus mempertahankan hak-hak rakyat Palestina, dan menegaskan bahwa anak-anak Gaza yang tetap tabab membuktikan kepada dunia bahwa mereka tetap kuat meskipun mendapat banyak tantangan.


Issawi memuji ketabahan legendaris anak-anak di Gaza yang telah kehilangan orang tua mereka selama perang akhir 2008 lalu di Gaza, di mana pada perang itu Israel telah membantai lebih dari 1.400 rakyat Gaza yang mayoritas syahid adalah warga sipil.

Anak yatim piatu korban perang Gaza, yang bertemu dengan menteri kebudayaan Hamas di kantor pusat Gaza, juga menyerukan adanya tindakan hukum terhadap penjahat perang Israel, atas pengepungan terhadap Gaza dan larangan untuk kebebasan bergerak.
(fq/pic)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pemukim Israel menembak mati seorang pemuda Palestina berusia 19 tahun di Tepi Barat yang diduduki pada Kamis kemarin (28/1), kata saksi mata warga Palestina. Pejabat rumah sakit mengatakan pemuda itu ditembak di dadanya. Penduduk mengatakan pemukim Israel menembakkan senjata mereka ke oday Kaddous setelah mendekati dia dan sepupunya di lapangan dekat kota Nablus.


Sekitar 70 penduduk desa dan penduduk lokal lainnya telah berpawai ke arah pemukiman yahudi Yitzhar yang ilegal dan melakukan protes ketika seorang pemukim melepaskan tembakan, seorang pejabat Otoritas Palestina mengatakan kepada kantor berita Palestina. Pejabat itu, Ghassan Daghlus, yang memantau aktivitas pemukim di Tepi Barat utara, mengatakan mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut berasal dari pemukiman Yitzhar.

Sebelumnya, penduduk setempat menuduh pemukim telah membakar sebuah mobil warga Palestina di dekat desa selatan Einabus dari Yitzhar. Di samping mobil dibakar, Daghlas mengatakan, para pemukim melakukan aksi vandalisme dengan menuliskan semprotan cat dalam bahasa Ibrani "kami tidak akan melupakan evakuasi," mengacu pada baru-baru ini pembongkaran sebuah pos pemukiman ilegal tidak jauh dari Yitzhar, pada 12 Januari lalu.(fq/wb)

Sumber: http://www.eramuslim.com/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Pertempuran Tenaru

Sebagai tindakan balasan pendaratan Sekutu di Guadalkanal, Japanese Markas Umum Kekaisaran Jepang mengerahkan korps infanteri Angkatan Darat 17 Kekaisaran Jepang untuk merebut kembali Guadalkanal dari Sekutu. Angkatan Darat 17 berkedudukan di Rabaul di bawah komando Letnan Jenderal Harukichi Hyakutake, dan didukung oleh Armada Gabungan di bawah komando Isoroku Yamamoto yang bermarkas di Truk. Pada waktu itu Angkatan Darat 17 sedang diterjunkan dalam besar dalam kampanye di New Guinea, dan hanya memiliki beberapa unit yang tersisa. Di antaranya, Brigade Infanteri 35 di bawah komando Mayor Jenderal Kiyotake Kawaguchi sedang berada di Palau. Resimen Infanteri 4 (Detasemen Aoba) sedang berada di Filipina, sementara Resimen Infanteri 28 di bawah komando Kolonel Kiyonao Ichiki sedang berada di kapal-kapal transpor yang membawa mereka di dekat Guam. Unit-unit Angkatan Darat 17 tersebut segera digerakkan menuju Guadalkanal via Truk dan Rabaul. Namun resimen infanteri Ichiki yang berada paling dekat dengan Guadalkanal, tiba paling nomor satu. "Bagian pertama" dari unit Ichiki sejumlah 917 prajurit didaratkan dari kapal-kapal perusak di Tanjung Taivu, sebelah timur perimeter Lunga, lepas tengah malam 19 Agustus, dan melakukan mars sepanjang malam hari ke arah barat menuju ke perimeter Marinir.


Serdadu Jepang yang tewas di mulut Sungai Alligator, Guadalkanal 
setelah Pertempuran Tenaru.
Unit resimen Ichiki meremehkan kekuatan pasukan Sekutu di Guadalkanal, dan melakukan serangan frontal malam hari ke posisi-posisi Marinir di Sungai Alligator (sering pula disebut "Sungai Ilu" pada peta Marinir AS) di sisi timur perimeter Lunga pada dini hari Agustus 21. Serangan Ichiki mengakibatkan kerugian besar bagi Jepang dalam peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Tenaru. Setelah fajar, unit-unit Marinir melakukan serangan balasan terhadap pasukan Ichiki yang masih tersisa hingga jatuh korban tewas lebih banyak lagi, termasuk Kolonel Ichiki. Secara total, hanya 128 dari 917 anggota asli Resimen Ichiki yang selamat dari pertempuran. Tentara Jepang yang selamat kembali ke Tanjung Taivu, dan memberi tahu markas besar Angkatan Darat 17 tentang kekalahan mereka, sambil menunggu pasukan bantuan dan instruksi lebih lanjut dari Rabaul.

Pertempuran Kepulauan Solomon Timur

Ketika pertempuran di Tenaru hampir berakhir, bala bantuan Jepang sudah dalam perjalanan. Tiga kapal angkut berkecepatan rendah diberangkatkan dari Truk pada 16 Agustus membawa 1.400 sisa prajurit dari Resimen Infanteri Ichiki, ditambah 500 Marinir Jepang dari Korps Khusus Pendarat Angkatan Laut 5 Yokosuka. Kapal-kapal angkut Jepang dijaga oleh 13 kapal perang di bawah komando Laksamana Muda Raizo Tanaka yang merencanakan untuk mendaratkan pasukan di Guadalkanal pada 24 Agustus. Untuk menutupi pendaratan pasukan dan menyediakan dukungan untuk perebutan kembali Lapangan Udara Henderson dari Sekutu, Yamamoto memerintahkan Chuichi Nagumo untuk melakukan serangan dengan kapal induk yang diberangkatkan dari Truk pada 21 Agustus, dan berlayar ke selatan Kepulauan Solomon. Armada Nagumo terdiri dari tiga kapal induk dan 30 kapal perang.


Kapal induk USS Enterprise sedang 
mendapat serangan udara dari Jepang 
dalam Pertempuran Kepulauan Solomon Timur.
Secara bersamaan, tiga gugus tugas kapal induk di bawah komando Fletcher mendekati Guadalkanal untuk melawan upaya ofensif Jepang. Pada 24 Agustus dan 25 Agustus, armada kapal induk Sekutu berhadapan dengan armada kapal induk Jepang dalam Pertempuran Kepulauan Solomon Timur. Kedua belah pihak mundur dari pertempuran setelah menderita kerusakan. Kerugian besar diderita pihak Jepang yang kehilangan satu kapal induk ringan. Setelah menderita kerusakan berat termasuk tenggelamnya satu kapal angkut akibat serangan udara dari Angkatan Udara Kaktus yang berpangkalan di Lapangan Udara Henderson, konvoi kapal-kapal pimpinan Tanaka berbelok arah ke Kepulauan Shortland di Solomon utara untuk memindahkan prajurit yang masih hidup ke kapal-kapal perusak yang akan mengantarkan mereka ke Guadalkanal.

Pertempuran Udara di Lapangan Udara Henderson

Sepanjang Agustus 1942, pesawat Amerika dalam jumlah kecil beserta awaknya terus berdatangan di Guadalkanal. Pada akhir Agustus, Lapangan Udara Henderson sudah dijadikan pangkalan untuk 64 pesawat dari berbagai tipe. Pada 3 September, Komandan Wing Udara Marinir 1 Brigadir Jenderal Marinir Amerika Serikat Roy S. Geiger tiba beserta staf untuk mengambil komando semua operasi udara dari Henderson Field. Pertempuran udara pesawat Sekutu dari Henderson melawan pesawat tempur dan pengebom Jepang dari Rabaul berlangsung hampir setiap hari. Antara 26 Agustus dan 5 September, Amerika Serikat kehilangan sekitar 15 pesawat, sementara Jepang kehilangan sekitar 19 pesawat. Lebih dari setengah awak pesawat Amerika Serikat yang ditembak jatuh berhasil diselamatkan, sementara sebagian besar awak pesawat Jepang tidak pernah ditemukan. Penerbangan sejauh 1.800 km (1.120 mil) yang ditempuh selama 8 jam bolak-balik antara Rabaul dan Guadalkanal secara serius menghambat usaha Jepang memenangi supremasi udara di atas Lapangan Udara Henderson. Intelijen penjaga pantai di Pulau Bougainville dan Kepulauan Georgia sering dapat memberikan peringatan dini kepada tentara Sekutu di Guadalkanal tentang datangnya serangan udara Jepang. Peringatan tersebut juga memberi kesempatan bagai pesawat-pesawat tempur Amerika untuk lepas landas dan sudah berada dalam posisi menyerang ketika pesawat tempur dan pengebom Jepang mendekat ke Guadalkanal. Sebagai akibatnya, kekuatan udara Jepang kalah secara perlahan-lahan dalam pertempuran di atas Guadalkanal.

Pesawat tempur Marinir Amerika Serikat F4F Wildcat diberangkatkan dari Lapangan Udara Henderson untuk menyerang pesawat-pesawat Jepang yang mendekat pada akhir Agustus atau awal September 1942.

Pada waktu itu, Vandegrift terus mengarahkan usaha-usaha memperkuat dan meningkatkan pertahanan perimeter Lunga. Antara 21 Agustus dan September 3, tiga batalion Marinir, termasuk Batalion Raider 1, di bawah Merritt A. Edson (Raider Edson) dan Batalion Parasut 1 dari Tulagi dan Gavutu dipindahkan ke Guadalkanal. Sekitar 1.500 prajurit dari unit-unit tersebut merupakan tambahan bagi 11.000 pasukan inti Vandegrift 11.000 yang mempertahankan Lapangan Udara Henderson. Batalion Parasut 1 yang telah menderita banyak korban jiwa dalam Pertempuran Tulagi dan Gavutu-Tanambogo Agustus 1942, ditempatkan di bawah komando Edson. Batalion hasil relokasi yang lain, Batalion 1 Resimen Marinir V (1/5) didaratkan dengan memakai perahu di sebelah barat Matanikau dekat desa Kokumbuna pada 27 Agustus. Misi mereka menyerang unit-unit Jepang di daerah tersebut, seperti halnya aksi Matanikau pertama 19 Agustus. Dalam hal ini, Marinir terhambat oleh medan yang sulit, matahari panas, dan posisi-posisi pertahanan Jepang yang diatur dengan baik. Keesokan paginya, Marinir mengetahui bahwa tentara Jepang yang bertahan sudah pergi pada malam sebelumnya, sehingga Marinir dapat kembali ke perimeter Lunga dengan naik perahu. Aksi ini mengakibatkan kerugian 20 tentara Jepang dan 3 Marinir tewas.

Konvoi kecil kapal Sekutu tiba di Guadalkanal pada 23 Agustus, 29 Agustus, 1 September, dan 8 September dengan membawa lebih banyak makanan, amunisi, bahan bakar pesawat, dan teknisi pesawat untuk Marinir di Lunga. Konvoi 1 September juga mengantarkan 392 insinyur konstruksi yang ditugaskan mempertahankan dan memperbaiki Lapangan Udara Henderson.

Tokyo Express

Pada 23 Agustus, Brigade Infanteri 35 Kawaguchi telah sampai di Truk, dan dinaikkan ke kapal-kapal angkut lambat yang mengantarkan mereka ke Guadalkanal. Kerusakan yang dialami konvoi Tanaka selama Pertempuran Kepulauan Solomon Timur menyebabkan Jepang menghentikan pengiriman pasukan bantuan dengan memakai kapal berkecepatan rendah ke Guadalkanal. Sebagai gantinya, Brigade Kawaguchi diantar hingga ke Rabaul, dan dari sana diangkut memakai kapal-kapal perusak melewati pangkalan angkatan laut Jepang di Kepulauan Shortland. Kapal-kapal perusak Jepang biasanya dapat melakukan perjalanan bolak-balik melalui Selat Georgia Baru dalam semalam, dan memperkecil kemungkinan dijadikan sasaran udara Sekutu. Pihak Sekutu menyebut rute bolak-balik antara Rabaul–Guadalkanal yang dilakukan Jepang sebagai "Tokyo Express", sementara Jepang menyebutnya "Transportasi Tikus". Cara mengantarkan pasukan seperti yang dilakukan Jepang ini tidak memungkinkan terbawanya peralatan berat dan perbekalan, seperti artileri berat, kendaraan, makanan, serta amunisi tambahan diangkut bersama pasukan ke Guadalkanal. Selain itu, kegiatan mengantar pasukan telah menyibukkan kapal-kapal Angkatan Laut Jepang yang sebetulnya sangat dibutuhkan untuk mengawal kapal dagang. Ketidakmampuan atau mungkin keengganan pimpinan angkatan laut Sekutu menantang angkatan laut Jepang pada malam hari menyebabkan kapal-kapal Jepang menguasai lautan sekitar Kepulauan Solomon ketika malam tiba. Namun pada siang hari, kapal-kapal Jepang yang berada dalam jarak jelajah pesawat dari Lapangan Udara Henderson (320 km) dalam bahaya serangan udara. Situasi taktis seperti ini berlangsung hingga beberapa bulan berikutnya.

Tentara Jepang sedang dinaikkan ke sebuah kapal perusak di jalur "Tokyo Express" menuju Guadalkanal.

Antara 29 Agustus dan 4 September, beberapa kapal penjelajah ringan, kapal perusak, dan kapal patroli Jepang berhasil mendaratkan hampir 5.000 prajurit di Tanjung Taivu, termasuk hampir seluruh anggota Brigade Infanteri 35, sebagian besar Resimen IV Aoba, dan sisa resimen Ichiki. Mayor Jenderal Kawaguchi ditempatkan sebagai panglima semua kekuatan militer Jepang di Guadalkanal setelah tiba di Tanjung Taivu dengan menumpang Tokyo Express 31 Agustus. Sebuah konvoi lainnya membawa 1.000 prajurit lainnya dari brigade Kawaguchi di bawah komando Kolonel Akinosuke Oka ke Kamimbo yang berada di sebelah barat perimeter Lunga.

Pertempuran Punggung Bukit Edson

Pada 7 September, Mayor Jenderal Kawaguchi mengumumkan rencana serangan untuk "mengusir dan memusnahkan musuh di sekitar lapangan terbang Pulau Guadalcanal." Dalam rencana serangan yang disusunnya, pasukan Kawaguchi dibagi menjadi tiga divisi yang bergerak mengurung perimeter Lunga dari arah pedalaman, dan berpuncak dengan serangan malam secara mendadak. Pasukan Oka menyerang perimeter dari arah barat, sementara pasukan kedua Ichiki yang diganti namanya sebagai Batalion Kuma menyerang dari arah timur. Serangan utama datang dari "pasukan inti" 3.000 pasukan Kawaguchi yang dibagi menjadi 3 batalion menyerang dari hutan di selatan perimeter Lunga. Pada 7 September, sebagian besar pasukan Kawaguchi telah berangkat dari Taivu menyusuri garis pantai menuju Tanjung Lunga. Sekitar 250 tentara Jepang tetap berada di belakang untuk menjaga pangkalan perbekalan brigade di Taivu.


Letnan Kolonel Marinir 
Amerika Serikat Merritt A. Edson 
(foto ini ketika sudah mayor 
jenderal) yang memimpin
pasukan Marinir di Pertempuran 
Punggung Bukit Edson.
Sementara itu, pandu setempat di bawah pengarahan penjaga pantai Martin Clemens yang juga perwira di Pasukan Pertahanan Protektorat Kepulauan Solomon, dan perwira distrik asal Britania yang ditempatkan di Guadalkanal, memberitakan kepada Marinir Amerika Serikat tentang kehadiran tentara Jepang di Taivu, dekat desa Tasimboko. Edson lalu merencanakan sergapan ke konsentrasi tentara Jepang di Taivu. Pada 8 September, setelah diturunkan dari perahu di dekat Taivu, anak buah Edson merebut Tasimboko sementara tentara Jepang yang bertahan, mundur ke hutan. Di Tasimboko, pasukan Edson menemukan depot perbekalan utama Kawaguchi. Di dalamnya terdapat timbunan makanan dalam jumlah besar, amunisi, pasokan medis, dan sebuah radio gelombang pendek yang berkemampuan tinggi. Setelah semua yang terlihat dihancurkan, kecuali beberapa dokumen dan perlengkapan yang dapat dibawa pulang, para Marinir kembali ke perimeter Lunga. Tumpukan perbekalan serta data dari dokumen yang berhasil disita menunjukkan paling sedikit ada 3.000 tentara Jepang di Pulau Guadalkanal, dan mereka sedang merencanakan sebuah serangan.

Edson bersama dengan Kolonel Gerald C. Thomas (perwira operasi Vandegrift) dengan tepat menebak serangan Jepang akan datang dari punggung bukit karang yang sempit dan berumput. Punggung bukit karang ini disebut Punggung Bukit Lunga panjangnya 910 m, sejajar dengan Sungai Lunga, dan terletak persis di sebelah selatan Lapangan Udara Henderson. Punggung Bukit Lunga menyediakan jalur pendekatan alami ke lapangan udara, dengan pemandangan bebas ke daerah sekeliling yang waktu itu hampir-hampir tidak dijaga Sekutu. Pada 11 September, 840 prajurit dari batalion Edson dikerahkan ke punggung bukit dan daerah sekelilingnya. Pada malam hari 12 September, Batalion 1 Kawaguchi menyerang pasukan raider Marinir antara Sungai Lunga dan punggung bukit Lunga, memaksa satu kompi Marinir untuk mundur ke punggung bukit sebelum tentara Jepang menghentikan serangannya malam itu. Malam berikutnya, 3.000 prajurit dari batalion Kawaguchi berhadapan dengan 830 pasukan raider Edson, ditambah berbagai jenis artileri ringan. Serangan Jepang dimulai setelah malam tiba. Batalion 1 Kawaguchi menyerang sayap kanan Edson, tepat di sebelah barat punggung bukit. Setelah menembus garis depan Marinir, serangan batalion Kawaguchi akhirnya dihentikan unit Marinir yang mempertahankan bagian utara punggung bukit.

Dua kompi dari Batalion 2 Kawaguchi bergerak maju ke tepi selatan punggung bukit dan mendesak pasukan Edson kembali ke Bukit 123 di bagian tengah punggung bukit. Sepanjang malam, Marinir di Bukit 123, didukung oleh artileri, mengalahkan gelombang demi gelombang serangan frontal Jepang. Beberapa di antaranya berakhir dengan pertarungan satu lawan satu. Unit tentara Jepang yang menyusup melewati punggung bukit hingga ke tepi lapangan udara juga berhasil dipukul mundur. Serangan oleh Batalion Kuma dan unit Oka di tempat-tempat lainnya di perimeter Lunga juga dapat dikalahkan. Pada 14 September, Kawaguchi memimpin anak buahnya yang selamat untuk melakukan long mars selama lima hari ke Lembah Matanikau untuk bergabung dengan unit Oka. Secara keseluruhan, brigade Kawaguchi hancur dan 850 prajurit tewas, sementara pihak Amerika hanya mengalami kerugian 104 marinir tewas.

Pada 15 September, Letnan Jenderal Hyakutake di Rabaul mendapat berita kekalahan brigade Kawaguchi, dan meneruskannya ke Markas Besar Kekaisaran di Jepang. Dalam rapat daruratnya, staf komando Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang menyimpulkan bahwa "Guadalkanal mungkin berkembang menjadi pertempuran menentukan dalam perang ini." Hasil-hasil pertempuran di Guadalkanal mulai terlihat memiliki dampak strategis bagi operasi militer Jepang di tempat-tempat lain di Pasifik. Hyakutake menyadari bahwa usaha pengiriman cukup pasukan dan materiil untuk mengalahkan Sekutu di Guadalkanal tidak dapat dilakukan bersamaan dengan usahanya mendukung ofensif Jepang yang sedang dilancarkan melalui Jalur Kokoda di Guinea Baru. Setelah mendapat persetujuan Markas Umum, Hyakutake memerintahkan pasukannya di Guinea Baru yang sudah berada 30 mil (48 km) dari sasaran mereka di Port Moresby untuk mundur hingga "masalah Guadalkanal" terselesaikan. Hyakutake sedang bersiap untuk mengirim pasukan tambahan ke Guadalkanal dalam upaya lainnya untuk merebut kembali Lapangan Udara Henderson.

Bala bantuan

Sebagai Jepang kembali menggalang pasukan di barat Matanikau, pasukan AS berkonsentrasi pada konsolidasi dan memperkuat pertahanan mereka di Tanjung Lunga. Pada 14 September, Vandegrift memindahkan sebuah batalion lainnya, Batalion 3, Resimen Marinir 2 (3/2) dari Tulagi ke Guadalkanal. Pada 18 September, sebuah konvoi laut Sekutu mengantarkan 4.157 prajurit dari Brigade Marinir Interim 3 (Resimen Marinir 7 ditambah batalion dari Resimen Marinir 11 dan beberapa unit dukungan tambahan), 137 kendaraan, tenda, bahan bakar pesawat terbang, amunisi, ransum, dan peralatan teknik untuk Guadalkanal. Bantuan penting ini memungkinkan Vandegrift memulai pembangunan garis pertahanan tak terputus di sekeliling perimeter Lunga sejak tanggal 19 September. Sewaktu melindungi konvoi tersebut, kapal induk Wasp ditenggelamkan oleh kapal selam Jepang I-19 di tenggara Guadalkanal. Sebagai akibatnya, untuk beberapa waktu, hanya ada satu kapal induk Sekutu (USS Hornet) yang beroperasi di kawasan Pasifik Selatan. Vandegrift juga membuat beberapa perubahan dalam tampuk kepemimpinan senior unit tempurnya. Beberapa perwira yang menurutnya tidak memenuhi standar kecakapan dikirim ke luar pulau, sementara perwira muda yang telah membuktikan dirinya mampu dipromosikan sebagai pengganti. Salah seorang perwira yang baru dipromosikan waktu itu adalah Kolonel Merritt Edson yang ditempatkan sebagai komandan Resimen Marinir 5.


Kapal induk Amerika Serikat Wasp 
terbakar setelah terkena torpedo kapal 
selam Jepang, 15 September 1942.

Langit sempat tenang tanpa pertempuran udara di atas Guadalkanal. Jepang tidak melakukan serangan udara sejak 14 September hingga 27 September karena cuaca buruk. Masa tenang dipakai kedua belah pihak untuk memperkuat unit udara masing-masing. Jepang mengirimkan 85 pesawat tempur dan pengebom ke Rabaul sementara Amerika mengirim 23 pesawat tempur dan penyerang ke Lapangan Udara Henderson. Pada 20 September, Jepang memiliki total 117 pesawat di Rabaul sedangkan Sekutu memiliki 71 pesawat di Lapangan Udara Henderson Field. Pertempuran udara berlanjut dengan serangan udara Jepang atas Guadalcanal pada 27 September yang mendapat perlawanan dari pesawat-pesawat tempur Marinir dan Angkatan Laut Amerika Serikat dari Lapangan Udara Henderson.

Jepang segera mulai bersiap melancarkan serangan berikutnya untuk merebut kembali Lapangan Udara Henderson. Pada 11 September, Batalion 3 dari Resimen Infanteri 4 (Aoba) didaratkan di Teluk Kamimbo yang berada di ujung barat Guadalkanal, namun terlambat untuk bergabung dengan serangan yang dipimpin Mayor Jenderal Kawaguchi. Batalion 3 lalu bergabung dengan pasukan yang dipimpin Oka di dekat Matanikau. Kapal-kapal perusak yang beroperasi sebagai Tokyo Express tiba di Kamimbo, Guadalcanal pada 14, 20, 21, dan 24 September membawa makanan dan amunisi, serta 280 orang dari Batalion 1, Resimen Aoba. Sementara itu, Divisi 2 dan Divisi Infanteri 38 Jepang mulai diberangkatkan dari Hindia Belanda ke Rabaul pada 13 September 1942. Rencana Jepang adalah mengirimkan pasukan berjumlah total 17.500 tentara dari kedua divisi tersebut ke Guadalkanal untuk mengambil bagian dalam serangan besar berikutnya terhadap Perimeter Lunga yang dijadwalkan pada 20 Oktober 1942.

Aksi-aksi di Matanikau

Vandegrift dan staf mengetahui bahwa pasukan Kawaguchi telah mundur ke daerah barat Matanikau, dan berbagai kelompok pasukan Jepang yang tertinggal sedang tersebar di seluruh wilayah antara Perimeter Lunga dan Sungai Matanikau. Oleh karena itu Vandegrift memutuskan untuk melakukan serangkaian operasi mencari mereka dengan mengutus unit-unit kecil ke Lembah Sungai Matanikau. Tujuan dari operasi tersebut untuk menyapu kelompok-kelompok pasukan Jepang yang tersebar di sebelah timur Matanikau, dan menjaga agar pasukan inti tentara Jepang tetap dalam keadaan berantakan. Maksudnya agar Jepang tidak dapat mengkonsolidasi posisi-posisi mereka begitu dekat dengan pertahanan utama Marinir di Tanjung Lunga. Operasi terhadap pasukan Jepang di sebelah barat Matanikau pertama kali dilancarkan antara 23 dan 27 September 1942 oleh unsur-unsur dari tiga batalion Marinir Amerika Serikat. Serangan tersebut dipukul balik oleh pasukan Kawaguchi di bawah komando Akinosuke Oka. Dalam operasi tersebut, 3 kompi Marinir yang dikepung pasukan Jepang dekat Point Cruz sebelah barat Matanikau, menderita kerugian berat, dan hanya dapat lolos berkat bantuan dari sebuah kapal perusak Amerika Serikat dan kapal pendarat yang diawaki oleh personel Penjaga Pantai Amerika Serikat.

Dalam aksi kedua antara 6 dan 9 Oktober 1942, kekuatan Marinir yang lebih besar berhasil menyeberangi Sungai Matanikau. Pasukan Jepang dari Divisi Infanteri 2 di bawah komando Jenderal Masao Maruyama dan Jenderal Yumio Nasu yang baru mendarat, diserang. Marinir Amerika Serikat berhasil menyebabkan kerugian besar bagi Resimen Infanteri 4 Jepang. Aksi kedua memaksa Jepang untuk mundur dari posisi-posisi mereka di sebelah timur Matanikau dan menghambat persiapan Jepang untuk melakukan ofensif besar-besaran terhadap kubu-kubu pertahanan Amerika Serikat di Lunga seperti yang mereka rencanakan sebelumnya. Antara 9 Oktober dan 11 Oktober 1942, Batalion 1 Resimen 2 Marinir menyerang dua pos terdepan Jepang sekitar 30 mil (48 km) di timur perimeter Lunga (di Gurabusu dan Koilotumaria) dekat Teluk Aola. Serangan tersebut menimbulkan korban sebesar 35 tewas di pihak Jepang. Sebaliknya di pihak Amerika Serikat, 17 Marinir dan 3 personel Angkatan Laut yang tewas.

Sumber: http://id.wikipedia.org/
Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,

Kampanye Guadalkanal atau dikenal sebagai Pertempuran Guadalkanal (sandi Sekutu: Operasi Watchtower) adalah kampanye militer yang berlangsung dari 7 Agustus 1942 hingga 9 Februari 1943 di Pulau Guadalkanal dan sekitarnya, dan merupakan bagian dari medan Perang Pasifik Perang Dunia II. Pertempuran berlangsung sengit di darat, laut, dan udara, serta merupakan ofensif besar pertama yang dilancarkan Sekutu terhadap Kekaisaran Jepang. Pada tanggal 7 Agustus 1942, pasukan Sekutu yang didominasi oleh Amerika Serikat mendarat di Pulau Guadalkanal, Pulau Tulagi, dan Pulau Florida yang berada di selatan Kepulauan Solomon. Pendaratan ini bertujuan merebut pulau-pulau tersebut yang akan digunakan Jepang sebagai pangkalan untuk mengancam rute logistik antara Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru. Sekutu juga bermaksud menggunakan Guadalkanal dan Tulagi sebagai pangkalan Sekutu untuk mendukung kampanye militer yang bertujuan akhir merebut atau menetralisir pangkalan militer utama Jepang di Rabaul, Britania Baru. Kekuatan tentara Sekutu berada jauh di atas kekuatan Jepang yang menduduki Guadalkanal, Tulagi, dan Florida sejak Mei 1942. Sekutu berhasil merebut Tulagi dan Florida, serta sebuah lapangan terbang yang sedang dibangun Jepang di Guadalkanal (kemudian diberi nama Lapangan Udara Henderson).

Foto Marinir Amerika Serikat sedang beristirahat selama Pertempuran Guadalkanal, November 1942, kemungkinan mereka berasal dari Divisi 2 Marinir.

Jepang yang terkejut oleh serangan Sekutu, berulang kali berusaha merebut kembali Lapangan Udara Henderson dari tangan Marinir Amerika Serikat antara bulan Agustus dan November 1942. Pasukan Angkatan Darat Amerika Serikat dikerahkan untuk ikut mempertahankan Lapangan Udara Henderson pada bulan Oktober. Tiga pertempuran darat, lima pertempuran laut, semuanya dalam skala besar, dan pertempuran udara yang berlangsung terus menerus dan terjadi hampir setiap hari, akhirnya berpuncak pada Pertempuran Laut Guadalkanal yang menentukan pada awal November 1942. Jepang berhasil dikalahkan dalam usaha terakhirnya mendaratkan cukup tentara untuk merebut kembali Lapangan Udara Henderson. Pada Desember 1942, Jepang membatalkan semua usahanya untuk mengambil alih Guadalkanal. Pulau Guadalkanal akhirnya diserahkan kepada Sekutu. Pasukan Jepang yang tersisa selesai dievakuasi pada 7 Februari 1943 di tengah serangan Korps XIV Angkatan Darat Amerika Serikat.

Kampanye Guadalkanal merupakan kemenangan persenjataan gabungan atas Jepang yang penting secara strategis di mandala Perang Pasifik. Jepang telah mencapai titik balik dalam ekspansi wilayah di Pasifik, dan Guadalkanal menandai transisi strategi Sekutu dalam Perang Pasifik, dari operasi-operasi defensif menjadi ofensif strategis, serta dimulainya operasi-operasi ofensif terhadap Jepang yang berakhir dengan kapitulasi Jepang dan berakhirnya Perang Dunia II.

Latar Belakang

Pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii. Serangan ke Pearl Harbor melumpuhkan banyak kapal tempur dalam armada Amerika Serikat, dan dengan segera memulai keadaan perang secara terbuka dan resmi antarkedua negara. Tujuan awal para pemimpin Jepang adalah menetralisasi Angkatan Laut Amerika Serikat, merebut wilayah jajahan negara Barat yang kaya sumber daya alam, dan mendirikan pangkalan-pangkalan militer strategis untuk mempertahankan Kekaisaran Jepang Raya di Samudra Pasifik dan Asia. Untuk mendukung tujuan-tujuan tersebut, tentara Jepang menduduki Filipina, Thailand, Malaya, Singapura, Hindia Belanda, Pulau Wake, Kepulauan Gilbert, Britania Baru, dan Guam. Kekuatan Sekutu yang lainnya bergabung dengan Amerika Serikat dalam perang melawan Jepang, beberapa di antaranya, , Britania Raya, Australia, dan Belanda telah menjadi korban serangan Jepang.

Dua upaya Jepang untuk mempertahankan inisiatif strategis dan memperluas perimeter pertahanan mereka di bagian selatan dan bagian tengah Samudra Pasifik digagalkan dalam dua pertempuran laut: Pertempuran Laut Koral dan Pertempuran Midway. Midway tidak hanya merupakan kemenangan besar pertama Sekutu melawan Jepang yang sebelumnya tak terkalahkan, namun juga secara signifikan mengurangi kemampuan ofensif kekuatan kapal induk Jepang. Kalau sebelumnya Sekutu hanya bersikap defensif di Pasifik, tetapi kemenangan-kemenangan strategis Sekutu memberi mereka kesempatan untuk merebut inisiatif strategis dari Jepang.

Wilayah kekuasan Jepang di kawasan Pasifik barat antara Mei dan Agustus 1942. Guadalkanal berada di bagian tengah bawah peta.

Sekutu memilih Kepulauan Solomon (sebuah protektorat Britania Raya), terutama pulau-pulau seperti Guadalkanal, Tulagi, dan Florida di selatan Kepulauan Solomon sebagai target pertama. Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sudah menduduki Tulagi pada Mei 1942 dan telah membangun pangkalan pesawat terbang amfibi. Keprihatinan Sekutu makin bertambah besar setelah pada awal Juli 1942, Angkatan Laut Jepang mulai membangun lapangan udara berukuran besar di Tanjung Lunga yang berada di Pulau Guadalkanal yang berdekatan. Pada Agustus 1942, Jepang telah memiliki sekitar 900 tentara angkatan laut di Tulagi dan pulau-pulau sekitarnya, ditambah 2.800 personel di Guadalkanal (2.200 di antaranya adalah pekerja spesialis konstruksi Jepang dan Korea). Pangkalan-pangkalan militer Jepang tersebut, bila selesai, akan melindungi pangkalan militer utama Jepang di Rabaul, sekaligus mengancam jalur komunikasi dan logistik Sekutu, serta dapat dipakai sebagai daerah tumpuan untuk ofensif berikut Jepang ke Fiji, Kaledonia Baru, dan Samoa (Operasi FS). Jepang berencana untuk menempatkan 45 pesawat tempur dan 60 pesawat pengebom di Guadalkanal setelah lapangan udara selesai. Pesawat-pesawat tersebut dapat memberikan perlindungan udara untuk angkatan laut Jepang yang bergerak maju ke Pasifik Selatan.

Rencana Sekutu menginvasi Kepulauan Solomon selatan dicetuskan oleh Panglima Tertinggi Armada Amerika Serikat Laksamana Ernest King. Laksamana King mengusulkan ofensif yang akan menyulitkan Jepang untuk menggunakan Kepulauan Solomon selatan sebagai pangkalan untuk mengancam jalur logistik antara Amerika Serikat dan Australia, dan memakainya sebagai daerah tumpuan. Dengan adanya persetujuan diam-diam dari Roosevelt, King juga mengusulkan invasi ke Guadalkanal. Ketika Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat George C. Marshall menolak rencana tersebut serta mempertanyakan siapa yang akan menjadi komandan operasi, King menyatakan bahwa Angkatan Laut dan Marinir akan melaksanakan operasi, dan menginstruksikan Laksamana Chester Nimitz untuk melanjutkan dengan penyusanan rencana pendahuluan. King akhirnya memenangkan argumennya, dan perencanaan invasi terus berlanjut dengan dukungan Kepala Staf Gabungan.

Serangan ke Guadalkanal dilaksanakan sehubungan dengan serangan Sekutu di Guinea Baru di bawah komando Douglas MacArthur yang bertujuan merebut Kepulauan Admiralty dan Kepulauan Bismarck, termasuk merebut pangkalan utama Jepang di Rabaul. Tujuan akhir Amerika adalah merebut kembali Filipina. Gabungan Kepala Staf Amerika Serikat menetapkan kawasan yang disebut mandala perang Pasifik Selatan. Laksamana Madya Robert L. Ghormley ditunjuk sebagai komandan yang bertanggung jawab memimpin serangan ke Kepulauan Solomon pada 19 Juni 1942. Laksamana Chester Nimitz yang bermarkas di Pearl Harbor ditunjuk sebagai komandan tertinggi Sekutu untuk kawasan Samudra Pasifik.

Gugus tugas

Pada Mei 1942, berkaitan dengan persiapan untuk serangan terhadap Jepang di Pasifik, Mayor Jenderal Marinir Amerika Serikat Alexander Vandegrift diperintahkan untuk memindahkan Divisi 1 Marinir dari Amerika Serikat ke Selandia Baru. Unit-unit angkatan darat, laut, dan udara dari negara-negara Sekutu lainnya diberangkatkan untuk mendirikan pangkalan-pangkalan di Fiji, Samoa, Hebrida Baru, dan Kaledonia Baru. Espiritu Santo, Hebrida Baru, dipilih sebagai markas besar dan pangkalan utama untuk ofensif yang bersandi Operasi Watchtower, dan menurut rencana akan mulai dilancarkan 7 Agustus 1942.

Lapangan terbang Tanjung Lunga di Guadalkanal terlihat sedang dalam pembangunan oleh pekerja konstruksi Jepang dan Korea, Juli 1942.

Pada awalnya Sekutu hanya merencanakan serangan ke Tulagi dan Kepulauan Santa Cruz. Guadalkanal tidak dimasukkan dalam rencana. Namun, setelah pengintaian Sekutu mengungkap upaya Jepang membangun lapangan udara di Guadalkanal, rencana penyerangan ke Guadalkanal ditambahkan ke dalam agenda, sedangkan operasi Santa Cruz (pada akhirnya) dibatalkan. Jepang sudah mengetahui dari intelijen sinyal tentang adanya pergerakan skala besar kekuatan Sekutu di wilayah Pasifik Selatan, tetapi menyimpulkan bahwa Sekutu sedang memperkuat Australia dan mungkin Port Moresby di Guinea Baru. Kekuatan inti Operasi Watchtower yang berjumlah 75 kapal perang dan kapal transpor (termasuk kapal-kapal dari Amerika Serikat dan Australia) berkumpul di dekat Fiji pada 26 Juli 1942, dan melakukan satu kali latihan pendaratan sebelum diberangkatkan ke Guadalkanal pada 31 Juli. Panglima lapangan pasukan ekspedisi Sekutu adalah Laksamana Madya Frank Fletcher (kapal induk USS Saratoga sebagai kapal bendera). Panglima pasukan amfibi adalah Laksamana Muda Richmond K. Turner. Vandegrift memimpin 16.000 pasukan infanteri (sebagian besar terdiri dari Marinir Amerika Serikat) yang disiapkan untuk pendaratan.

Pendaratan

Cuaca buruk memungkinkan pasukan ekspedisi Sekutu untuk tiba di sekitar Guadalkanal, pagi hari 7 Agustus 1942 tanpa terlihat oleh Jepang. Pasukan pendarat dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok menyerang Guadalkanal, sementara kelompok lainnya menyerang Tulagi, Florida, pulau-pulau terdekat. Kapal-kapal perang Sekutu membombardir pantai untuk pendaratan, sementara pesawat-pesawat dari kapal induk Amerika Serikat mengebom posisi-posisi Jepang di pulau-pulau yang menjadi sasaran dan menghancurkan 15 pesawat amfibi Jepang di pangkalan mereka dekat Tulagi. Tulagi dan dua pulau kecil yang berdekatan, Gavutu dan Tanambogo, diserbu oleh 3.000 Marinir Amerika Serikat. Sejumlah 886 personel Angkatan Laut Jepang yang berada di pangkalan-pangkalan laut dan pesawat amfibi di ketiga pulau dengan gigih melawan serbuan Marinir Amerika Serikat. Dengan susah payah ketiga pulau dapat direbut oleh Marinir Amerika Serikat, Tulagi pada 8 Agustus, Gavutu dan Tanambogo pada 9 Agustus. Tentara Jepang yang bertahan hampir semuanya tewas hingga prajurit terakhir yang tersisa, sementara 122 Marinir tewas.

Marinir Amerika Serikat mendarat di Guadalkanal, 7 Agustus 1942.

Bertolak belakang dari pendaratan Tulagi, Gavutu, dan Tanambogo yang menemui perlawanan mati-matian dari Jepang, pendaratan di Guadalkanal menghadapi perlawanan yang hampir-hampir tidak berarti. Pada tanggal 7 Agustus pukul 09.10, Vandegrift dan 11.000 pasukan Marinir Amerika Serikat mendarat di pantai Guadalkanal antara Tanjung Koli dan Tanjung Lunga. Mereka bergerak maju ke arah Tanjung Lunga tanpa menemui perlawanan sama sekali kecuali oleh hutan hujan yang "sulit ditembus", dan mereka berhenti untuk bermalam sekitar 910 m dari lapangan terbang Tanjung Lunga. Keesokan harinya, lagi-lagi tanpa mendapat perlawanan berarti, pasukan Marinir maju hingga ke Sungai Lunga, dan merebut lapangan udara pada pukul 16.00 tanggal 8 Agustus. Unit-unit konstruksi Angkatan Laut Jepang dan pasukan Pembangunan unit angkatan laut Jepang dan pasukan tempur, di bawah komando Kapten Kanae Monzen, panik akibat bombardemen dari kapal-kapal dan pesawat-pesawat terbang Amerika, dan telah meninggalkan area lapangan udara. Mereka melarikan diri hingga sekitar 4,8 sebelah barat Sungai Matanikau dan daerah Point Cruz. Tiga belas rekan mereka yang tewas ditinggalkan. Makanan, perbekalan, peralatan konstruksi, dan kendaraan juga ditinggalkan dalam keadaan utuh.

Selama operasi pendaratan tanggal 7 dan 8 Agustus, pesawat angkatan laut Jepang yang berpangkalan di Rabaul, di bawah komando Sadayoshi Yamada beberapa kali menyerang kekuatan amfibi Sekutu. Kapal angkut USS George F. Elliot terbakar dan tenggelam dua hari kemudian. Serangan juga mengakibatkan kerusakan berat pada kapal perusak USS Jarvis. Dalam serangan udara yang berlangsung lebih dari dua hari, Jepang kehilangan 36 pesawat, sementara Amerika Serikat hanya kehilangan 19 pesawat yang jatuh dalam pertempuran atau kecelakaan, termasuk di antaranya 14 pesawat tempur dari kapal induk. Setelah bentrokan melawan Jepang, Fletcher cemas dengan kerugian besar yang diderita pesawat tempur kapal induk Amerika Serikat. Ia juga khawatir Jepang akan kembali melakukan serangan udara ke kapal-kapal induknya, sementara persedian bahan bakar kapal mulai menipis. Fletcher akhirnya menarik mundur gugus tugas kapal induk dari laut sekitar kawasan Kepulauan Solomon pada senja hari 8 Agustus. Akibat kehilangan perlindungan udara dari pesawat yang berbasis di kapal induk, Turner memutuskan untuk menarik mundur kapal-kapalnya dari Guadalkanal, walaupun baru separuh dari peralatan berat dan perbekalan yang dibutuhkan oleh pasukan darat berhasil diturunkan. Meskipun demikian, Turner berencana untuk membongkar sebanyak mungkin perbekalan di Guadalkanal dan Tulagi sepanjang malam 8 Agustus sebelum memberangkatkan kapal-kapalnya pada dini hari 9 Agustus.

Pada malam itu ketika kapal-kapal angkut sedang membongkar muatan, dua gugus pelindung kapal perang Sekutu di bawah komando Laksamana Muda Britania Victor Crutchley diserang mendadak dan menderita kekalahan dari 7 kapal penjelajah dan 1 kapal perusak Jepang dari Armada VIII Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di bawah komando Laksamana Madya Gunichi Mikawa yang berkedudukan di Rabaul dan Kavieng. Satu kapal penjelajah Australia dan tiga kapal penjelajah Amerika tenggelam, serta satu kapal penjelajah dan dua kapal perusak Amerika rusak dalam Pertempuran Pulau Savo. Sementara itu, Jepang hanya menderita kerusakan sedang pada satu kapal penjelajah. Laksamana Madya Mikawa khawatir datangnya serangan udara siang hari Sekutu bila tetap berada di daerah tersebut. Turner telah menarik mundur semua kekuatan laut Sekutu yang tersisa pada malam hari 9 Agustus. Marinir yang berada di darat dibiarkan tanpa dilengkapi cukup alat-alat berat, perbekalan, dan pasukan yang masih berada di atas kapal-kapal angkut. Meskipun memiliki kesempatan, keputusan Mikawa untuk tidak menyerang kapal-kapal angkut Sekutu nantinya terbukti sebagai kesalahan strategis yang amat besar.

Operasi Pendahuluan

Sejumlah 11.000 marinir mulanya awalnya berkonsentrasi membentuk perimeter defensif yang longgar sekitar Tanjung Lunga dan lapangan udara, memindahkan perbekalan yang berhasil didaratkan di dalam perimeter, dan menyelesaikan pembangunan lapangan terbang. Dalam usaha intensif yang memakan waktu 4 hari, perbekalan dipindahkan dari pantai pendaratan ke titik-titik pembekalan yang tersebar di dalam perimeter. Pekerjaan membangun lapangan terbang segera dimulai, terutama dengan memakai peralatan yang ditinggalkan Jepang. Pada 12 Agustus, lapangan udara tersebut diberi nama Lapangan Udara Henderson untuk menghormati penerbang Marinir bernama Lofton R. Henderson yang tewas dalam Pertempuran Midway. Pada 18 Agustus, lapangan udara sudah siap dioperasikan. Perbekalan makanan untuk lima hari berhasil didaratkan dari kapal-kapal angkut, dan ditambah perbekalan yang ditinggalkan Jepang, pasukan Marinir memiliki total makanan untuk 14 hari. Pasukan hanya diberi makan dua kali sehari dengan alasan untuk menghemat perbekalan. Tentara Sekutu menderita strain disentri ganas tidak lama setelah mendarat. Satu dari lima anggota Marinir sudah terserang disentri sekitar pertengahan Agustus. Penyakit-penyakit tropis mempengaruhi kekuatan tempur kedua belah pihak. Selain beberapa pekerja konstruksi Korea yang menyerah kepada Marinir, sebagian besar personel Jepang dan Korea yang tersisa, berkumpul tidak jauh dari perimeter Lunga di tepi barat Sungai Matanikau, dan bertahan hidup hanya dari buah kelapa. Sebuah pos terdepan angkatan laut Jepang juga berada di Tanjung Taivu, sekitar 35 kilometer timur perimeter Lunga. Pada 8 Agustus, kapal perusak Jepang dari Rabaul mendaratkan pasukan tambahan yang terdiri dari 113 tentara angkatan laut ke posisi Jepang di Matanikau.

Pada senja 12 Agustus, 25 patroli Marinir pimpinan Letnan Kolonel Frank Goettge yang terutama terdiri dari personel intelijen, mendarat dengan perahu di sebelah barat perimeter Lunga, antara Point Cruz dan Sungai Matanikau. Mereka dalam misi pengintaian dengan tugas tambahan menghubungi sekelompok tentara Jepang yang dipercaya bersedia untuk menyerah ke pihak Amerika. Segera setelah patroli mendarat, satu peleton pasukan angkatan laut yang berdekatan menyerang, dan seluruh anggota patroli Marinir hampir semuanya tewas.

Sebagai balasan, Vandegrift pada 19 Agustus mengerahkan tiga kompi Resimen V Marinir untuk menyerang konsentrasi tentara Jepang di barat Matanikau. Satu kompi menyerang dari seberang gosong di mulut Sungai Matanikau, sementara kompi lainnya menyeberangi sungai sejauh 1.000 meter masuk ke darat dan menyerang tentara Jepang yang sedang berada di desa Matanikau. Kompi ketiga mendarat dengan perahu agak di sebelah barat, dan menyerang desa Kokumbuna. Setelah secara singkat menduduki dua desa, ketiga kompi Marinir kembali ke perimeter Lunga setelah membunuh sekitar 65 tentara Jepang dan kehilangan empat Marinir. Peristiwa ini kadang-kadang disebut "Pertempuran Pertama Matanikau", dan merupakan pertempuran pertama dari beberapa aksi militer sepanjang Matanikau. Pada 20 Agustus, kapal induk pengawal USS Long Island mengantarkan dua skuadron pesawat Marinir ke Lapangan Udara Henderson. Satu skuadron terdiri dari 19 Grumman F4F Wildcats, dan satu skuadron lagi terdiri dari 12 SBD Dauntless. Pesawat di lapangan udara Henderson dikenal sebagai "Angkatan Udara Kaktus" (Cactus Air Force, disingkat CAF). Nama tersebut diambil dari sandi Sekutu untuk Guadalkanal. Pesawat-pesawat tempur Marinir segera beraksi pada hari berikutnya, untuk melakukan serangan udara pertama dalam rangkaian serangan ke posisi-posisi Jepang yang hampir dilakukan setiap hari. Pada 22 Agustus, 5 pesawat P-400 Airacobra dari Angkatan Darat Amerika Serikat beserta pilotnya juga tiba di Lapangan Udara Henderson.

Sumber: http://id.wikipedia.org/
  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments