Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Amerika
,
Perang di Asia
Pertempuran Tenaru
Sebagai tindakan balasan pendaratan Sekutu di Guadalkanal, Japanese Markas Umum Kekaisaran Jepang mengerahkan korps infanteri Angkatan Darat 17 Kekaisaran Jepang untuk merebut kembali Guadalkanal dari Sekutu. Angkatan Darat 17 berkedudukan di Rabaul di bawah komando Letnan Jenderal Harukichi Hyakutake, dan didukung oleh Armada Gabungan di bawah komando Isoroku Yamamoto yang bermarkas di Truk. Pada waktu itu Angkatan Darat 17 sedang diterjunkan dalam besar dalam kampanye di New Guinea, dan hanya memiliki beberapa unit yang tersisa. Di antaranya, Brigade Infanteri 35 di bawah komando Mayor Jenderal Kiyotake Kawaguchi sedang berada di Palau. Resimen Infanteri 4 (Detasemen Aoba) sedang berada di Filipina, sementara Resimen Infanteri 28 di bawah komando Kolonel Kiyonao Ichiki sedang berada di kapal-kapal transpor yang membawa mereka di dekat Guam. Unit-unit Angkatan Darat 17 tersebut segera digerakkan menuju Guadalkanal via Truk dan Rabaul. Namun resimen infanteri Ichiki yang berada paling dekat dengan Guadalkanal, tiba paling nomor satu. "Bagian pertama" dari unit Ichiki sejumlah 917 prajurit didaratkan dari kapal-kapal perusak di Tanjung Taivu, sebelah timur perimeter Lunga, lepas tengah malam 19 Agustus, dan melakukan mars sepanjang malam hari ke arah barat menuju ke perimeter Marinir.
Serdadu Jepang yang tewas di mulut Sungai Alligator, Guadalkanal
setelah Pertempuran Tenaru.
Unit resimen Ichiki meremehkan kekuatan pasukan Sekutu di Guadalkanal, dan melakukan serangan frontal malam hari ke posisi-posisi Marinir di Sungai Alligator (sering pula disebut "Sungai Ilu" pada peta Marinir AS) di sisi timur perimeter Lunga pada dini hari Agustus 21. Serangan Ichiki mengakibatkan kerugian besar bagi Jepang dalam peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Tenaru. Setelah fajar, unit-unit Marinir melakukan serangan balasan terhadap pasukan Ichiki yang masih tersisa hingga jatuh korban tewas lebih banyak lagi, termasuk Kolonel Ichiki. Secara total, hanya 128 dari 917 anggota asli Resimen Ichiki yang selamat dari pertempuran. Tentara Jepang yang selamat kembali ke Tanjung Taivu, dan memberi tahu markas besar Angkatan Darat 17 tentang kekalahan mereka, sambil menunggu pasukan bantuan dan instruksi lebih lanjut dari Rabaul.
Pertempuran Kepulauan Solomon Timur
Ketika pertempuran di Tenaru hampir berakhir, bala bantuan Jepang sudah dalam perjalanan. Tiga kapal angkut berkecepatan rendah diberangkatkan dari Truk pada 16 Agustus membawa 1.400 sisa prajurit dari Resimen Infanteri Ichiki, ditambah 500 Marinir Jepang dari Korps Khusus Pendarat Angkatan Laut 5 Yokosuka. Kapal-kapal angkut Jepang dijaga oleh 13 kapal perang di bawah komando Laksamana Muda Raizo Tanaka yang merencanakan untuk mendaratkan pasukan di Guadalkanal pada 24 Agustus. Untuk menutupi pendaratan pasukan dan menyediakan dukungan untuk perebutan kembali Lapangan Udara Henderson dari Sekutu, Yamamoto memerintahkan Chuichi Nagumo untuk melakukan serangan dengan kapal induk yang diberangkatkan dari Truk pada 21 Agustus, dan berlayar ke selatan Kepulauan Solomon. Armada Nagumo terdiri dari tiga kapal induk dan 30 kapal perang.
Kapal induk USS Enterprise sedang
mendapat serangan udara dari Jepang
dalam Pertempuran Kepulauan Solomon Timur.
Secara bersamaan, tiga gugus tugas kapal induk di bawah komando Fletcher mendekati Guadalkanal untuk melawan upaya ofensif Jepang. Pada 24 Agustus dan 25 Agustus, armada kapal induk Sekutu berhadapan dengan armada kapal induk Jepang dalam Pertempuran Kepulauan Solomon Timur. Kedua belah pihak mundur dari pertempuran setelah menderita kerusakan. Kerugian besar diderita pihak Jepang yang kehilangan satu kapal induk ringan. Setelah menderita kerusakan berat termasuk tenggelamnya satu kapal angkut akibat serangan udara dari Angkatan Udara Kaktus yang berpangkalan di Lapangan Udara Henderson, konvoi kapal-kapal pimpinan Tanaka berbelok arah ke Kepulauan Shortland di Solomon utara untuk memindahkan prajurit yang masih hidup ke kapal-kapal perusak yang akan mengantarkan mereka ke Guadalkanal.
Pertempuran Udara di Lapangan Udara Henderson
Sepanjang Agustus 1942, pesawat Amerika dalam jumlah kecil beserta awaknya terus berdatangan di Guadalkanal. Pada akhir Agustus, Lapangan Udara Henderson sudah dijadikan pangkalan untuk 64 pesawat dari berbagai tipe. Pada 3 September, Komandan Wing Udara Marinir 1 Brigadir Jenderal Marinir Amerika Serikat Roy S. Geiger tiba beserta staf untuk mengambil komando semua operasi udara dari Henderson Field. Pertempuran udara pesawat Sekutu dari Henderson melawan pesawat tempur dan pengebom Jepang dari Rabaul berlangsung hampir setiap hari. Antara 26 Agustus dan 5 September, Amerika Serikat kehilangan sekitar 15 pesawat, sementara Jepang kehilangan sekitar 19 pesawat. Lebih dari setengah awak pesawat Amerika Serikat yang ditembak jatuh berhasil diselamatkan, sementara sebagian besar awak pesawat Jepang tidak pernah ditemukan. Penerbangan sejauh 1.800 km (1.120 mil) yang ditempuh selama 8 jam bolak-balik antara Rabaul dan Guadalkanal secara serius menghambat usaha Jepang memenangi supremasi udara di atas Lapangan Udara Henderson. Intelijen penjaga pantai di Pulau Bougainville dan Kepulauan Georgia sering dapat memberikan peringatan dini kepada tentara Sekutu di Guadalkanal tentang datangnya serangan udara Jepang. Peringatan tersebut juga memberi kesempatan bagai pesawat-pesawat tempur Amerika untuk lepas landas dan sudah berada dalam posisi menyerang ketika pesawat tempur dan pengebom Jepang mendekat ke Guadalkanal. Sebagai akibatnya, kekuatan udara Jepang kalah secara perlahan-lahan dalam pertempuran di atas Guadalkanal.
Pesawat tempur Marinir Amerika Serikat F4F Wildcat diberangkatkan dari Lapangan Udara Henderson untuk menyerang pesawat-pesawat Jepang yang mendekat pada akhir Agustus atau awal September 1942.
Pada waktu itu, Vandegrift terus mengarahkan usaha-usaha memperkuat dan meningkatkan pertahanan perimeter Lunga. Antara 21 Agustus dan September 3, tiga batalion Marinir, termasuk Batalion Raider 1, di bawah Merritt A. Edson (Raider Edson) dan Batalion Parasut 1 dari Tulagi dan Gavutu dipindahkan ke Guadalkanal. Sekitar 1.500 prajurit dari unit-unit tersebut merupakan tambahan bagi 11.000 pasukan inti Vandegrift 11.000 yang mempertahankan Lapangan Udara Henderson. Batalion Parasut 1 yang telah menderita banyak korban jiwa dalam Pertempuran Tulagi dan Gavutu-Tanambogo Agustus 1942, ditempatkan di bawah komando Edson. Batalion hasil relokasi yang lain, Batalion 1 Resimen Marinir V (1/5) didaratkan dengan memakai perahu di sebelah barat Matanikau dekat desa Kokumbuna pada 27 Agustus. Misi mereka menyerang unit-unit Jepang di daerah tersebut, seperti halnya aksi Matanikau pertama 19 Agustus. Dalam hal ini, Marinir terhambat oleh medan yang sulit, matahari panas, dan posisi-posisi pertahanan Jepang yang diatur dengan baik. Keesokan paginya, Marinir mengetahui bahwa tentara Jepang yang bertahan sudah pergi pada malam sebelumnya, sehingga Marinir dapat kembali ke perimeter Lunga dengan naik perahu. Aksi ini mengakibatkan kerugian 20 tentara Jepang dan 3 Marinir tewas.
Konvoi kecil kapal Sekutu tiba di Guadalkanal pada 23 Agustus, 29 Agustus, 1 September, dan 8 September dengan membawa lebih banyak makanan, amunisi, bahan bakar pesawat, dan teknisi pesawat untuk Marinir di Lunga. Konvoi 1 September juga mengantarkan 392 insinyur konstruksi yang ditugaskan mempertahankan dan memperbaiki Lapangan Udara Henderson.
Tokyo Express
Pada 23 Agustus, Brigade Infanteri 35 Kawaguchi telah sampai di Truk, dan dinaikkan ke kapal-kapal angkut lambat yang mengantarkan mereka ke Guadalkanal. Kerusakan yang dialami konvoi Tanaka selama Pertempuran Kepulauan Solomon Timur menyebabkan Jepang menghentikan pengiriman pasukan bantuan dengan memakai kapal berkecepatan rendah ke Guadalkanal. Sebagai gantinya, Brigade Kawaguchi diantar hingga ke Rabaul, dan dari sana diangkut memakai kapal-kapal perusak melewati pangkalan angkatan laut Jepang di Kepulauan Shortland. Kapal-kapal perusak Jepang biasanya dapat melakukan perjalanan bolak-balik melalui Selat Georgia Baru dalam semalam, dan memperkecil kemungkinan dijadikan sasaran udara Sekutu. Pihak Sekutu menyebut rute bolak-balik antara Rabaul–Guadalkanal yang dilakukan Jepang sebagai "Tokyo Express", sementara Jepang menyebutnya "Transportasi Tikus". Cara mengantarkan pasukan seperti yang dilakukan Jepang ini tidak memungkinkan terbawanya peralatan berat dan perbekalan, seperti artileri berat, kendaraan, makanan, serta amunisi tambahan diangkut bersama pasukan ke Guadalkanal. Selain itu, kegiatan mengantar pasukan telah menyibukkan kapal-kapal Angkatan Laut Jepang yang sebetulnya sangat dibutuhkan untuk mengawal kapal dagang. Ketidakmampuan atau mungkin keengganan pimpinan angkatan laut Sekutu menantang angkatan laut Jepang pada malam hari menyebabkan kapal-kapal Jepang menguasai lautan sekitar Kepulauan Solomon ketika malam tiba. Namun pada siang hari, kapal-kapal Jepang yang berada dalam jarak jelajah pesawat dari Lapangan Udara Henderson (320 km) dalam bahaya serangan udara. Situasi taktis seperti ini berlangsung hingga beberapa bulan berikutnya.
Tentara Jepang sedang dinaikkan ke sebuah kapal perusak di jalur "Tokyo Express" menuju Guadalkanal.
Antara 29 Agustus dan 4 September, beberapa kapal penjelajah ringan, kapal perusak, dan kapal patroli Jepang berhasil mendaratkan hampir 5.000 prajurit di Tanjung Taivu, termasuk hampir seluruh anggota Brigade Infanteri 35, sebagian besar Resimen IV Aoba, dan sisa resimen Ichiki. Mayor Jenderal Kawaguchi ditempatkan sebagai panglima semua kekuatan militer Jepang di Guadalkanal setelah tiba di Tanjung Taivu dengan menumpang Tokyo Express 31 Agustus. Sebuah konvoi lainnya membawa 1.000 prajurit lainnya dari brigade Kawaguchi di bawah komando Kolonel Akinosuke Oka ke Kamimbo yang berada di sebelah barat perimeter Lunga.
Pertempuran Punggung Bukit Edson
Pada 7 September, Mayor Jenderal Kawaguchi mengumumkan rencana serangan untuk "mengusir dan memusnahkan musuh di sekitar lapangan terbang Pulau Guadalcanal." Dalam rencana serangan yang disusunnya, pasukan Kawaguchi dibagi menjadi tiga divisi yang bergerak mengurung perimeter Lunga dari arah pedalaman, dan berpuncak dengan serangan malam secara mendadak. Pasukan Oka menyerang perimeter dari arah barat, sementara pasukan kedua Ichiki yang diganti namanya sebagai Batalion Kuma menyerang dari arah timur. Serangan utama datang dari "pasukan inti" 3.000 pasukan Kawaguchi yang dibagi menjadi 3 batalion menyerang dari hutan di selatan perimeter Lunga. Pada 7 September, sebagian besar pasukan Kawaguchi telah berangkat dari Taivu menyusuri garis pantai menuju Tanjung Lunga. Sekitar 250 tentara Jepang tetap berada di belakang untuk menjaga pangkalan perbekalan brigade di Taivu.
Letnan Kolonel Marinir
Amerika Serikat Merritt A. Edson
(foto ini ketika sudah mayor
jenderal) yang memimpin
pasukan Marinir di Pertempuran
Punggung Bukit Edson.
Sementara itu, pandu setempat di bawah pengarahan penjaga pantai Martin Clemens yang juga perwira di Pasukan Pertahanan Protektorat Kepulauan Solomon, dan perwira distrik asal Britania yang ditempatkan di Guadalkanal, memberitakan kepada Marinir Amerika Serikat tentang kehadiran tentara Jepang di Taivu, dekat desa Tasimboko. Edson lalu merencanakan sergapan ke konsentrasi tentara Jepang di Taivu. Pada 8 September, setelah diturunkan dari perahu di dekat Taivu, anak buah Edson merebut Tasimboko sementara tentara Jepang yang bertahan, mundur ke hutan. Di Tasimboko, pasukan Edson menemukan depot perbekalan utama Kawaguchi. Di dalamnya terdapat timbunan makanan dalam jumlah besar, amunisi, pasokan medis, dan sebuah radio gelombang pendek yang berkemampuan tinggi. Setelah semua yang terlihat dihancurkan, kecuali beberapa dokumen dan perlengkapan yang dapat dibawa pulang, para Marinir kembali ke perimeter Lunga. Tumpukan perbekalan serta data dari dokumen yang berhasil disita menunjukkan paling sedikit ada 3.000 tentara Jepang di Pulau Guadalkanal, dan mereka sedang merencanakan sebuah serangan.
Edson bersama dengan Kolonel Gerald C. Thomas (perwira operasi Vandegrift) dengan tepat menebak serangan Jepang akan datang dari punggung bukit karang yang sempit dan berumput. Punggung bukit karang ini disebut Punggung Bukit Lunga panjangnya 910 m, sejajar dengan Sungai Lunga, dan terletak persis di sebelah selatan Lapangan Udara Henderson. Punggung Bukit Lunga menyediakan jalur pendekatan alami ke lapangan udara, dengan pemandangan bebas ke daerah sekeliling yang waktu itu hampir-hampir tidak dijaga Sekutu. Pada 11 September, 840 prajurit dari batalion Edson dikerahkan ke punggung bukit dan daerah sekelilingnya. Pada malam hari 12 September, Batalion 1 Kawaguchi menyerang pasukan raider Marinir antara Sungai Lunga dan punggung bukit Lunga, memaksa satu kompi Marinir untuk mundur ke punggung bukit sebelum tentara Jepang menghentikan serangannya malam itu. Malam berikutnya, 3.000 prajurit dari batalion Kawaguchi berhadapan dengan 830 pasukan raider Edson, ditambah berbagai jenis artileri ringan. Serangan Jepang dimulai setelah malam tiba. Batalion 1 Kawaguchi menyerang sayap kanan Edson, tepat di sebelah barat punggung bukit. Setelah menembus garis depan Marinir, serangan batalion Kawaguchi akhirnya dihentikan unit Marinir yang mempertahankan bagian utara punggung bukit.
Dua kompi dari Batalion 2 Kawaguchi bergerak maju ke tepi selatan punggung bukit dan mendesak pasukan Edson kembali ke Bukit 123 di bagian tengah punggung bukit. Sepanjang malam, Marinir di Bukit 123, didukung oleh artileri, mengalahkan gelombang demi gelombang serangan frontal Jepang. Beberapa di antaranya berakhir dengan pertarungan satu lawan satu. Unit tentara Jepang yang menyusup melewati punggung bukit hingga ke tepi lapangan udara juga berhasil dipukul mundur. Serangan oleh Batalion Kuma dan unit Oka di tempat-tempat lainnya di perimeter Lunga juga dapat dikalahkan. Pada 14 September, Kawaguchi memimpin anak buahnya yang selamat untuk melakukan long mars selama lima hari ke Lembah Matanikau untuk bergabung dengan unit Oka. Secara keseluruhan, brigade Kawaguchi hancur dan 850 prajurit tewas, sementara pihak Amerika hanya mengalami kerugian 104 marinir tewas.
Pada 15 September, Letnan Jenderal Hyakutake di Rabaul mendapat berita kekalahan brigade Kawaguchi, dan meneruskannya ke Markas Besar Kekaisaran di Jepang. Dalam rapat daruratnya, staf komando Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang menyimpulkan bahwa "Guadalkanal mungkin berkembang menjadi pertempuran menentukan dalam perang ini." Hasil-hasil pertempuran di Guadalkanal mulai terlihat memiliki dampak strategis bagi operasi militer Jepang di tempat-tempat lain di Pasifik. Hyakutake menyadari bahwa usaha pengiriman cukup pasukan dan materiil untuk mengalahkan Sekutu di Guadalkanal tidak dapat dilakukan bersamaan dengan usahanya mendukung ofensif Jepang yang sedang dilancarkan melalui Jalur Kokoda di Guinea Baru. Setelah mendapat persetujuan Markas Umum, Hyakutake memerintahkan pasukannya di Guinea Baru yang sudah berada 30 mil (48 km) dari sasaran mereka di Port Moresby untuk mundur hingga "masalah Guadalkanal" terselesaikan. Hyakutake sedang bersiap untuk mengirim pasukan tambahan ke Guadalkanal dalam upaya lainnya untuk merebut kembali Lapangan Udara Henderson.
Bala bantuan
Sebagai Jepang kembali menggalang pasukan di barat Matanikau, pasukan AS berkonsentrasi pada konsolidasi dan memperkuat pertahanan mereka di Tanjung Lunga. Pada 14 September, Vandegrift memindahkan sebuah batalion lainnya, Batalion 3, Resimen Marinir 2 (3/2) dari Tulagi ke Guadalkanal. Pada 18 September, sebuah konvoi laut Sekutu mengantarkan 4.157 prajurit dari Brigade Marinir Interim 3 (Resimen Marinir 7 ditambah batalion dari Resimen Marinir 11 dan beberapa unit dukungan tambahan), 137 kendaraan, tenda, bahan bakar pesawat terbang, amunisi, ransum, dan peralatan teknik untuk Guadalkanal. Bantuan penting ini memungkinkan Vandegrift memulai pembangunan garis pertahanan tak terputus di sekeliling perimeter Lunga sejak tanggal 19 September. Sewaktu melindungi konvoi tersebut, kapal induk Wasp ditenggelamkan oleh kapal selam Jepang I-19 di tenggara Guadalkanal. Sebagai akibatnya, untuk beberapa waktu, hanya ada satu kapal induk Sekutu (USS Hornet) yang beroperasi di kawasan Pasifik Selatan. Vandegrift juga membuat beberapa perubahan dalam tampuk kepemimpinan senior unit tempurnya. Beberapa perwira yang menurutnya tidak memenuhi standar kecakapan dikirim ke luar pulau, sementara perwira muda yang telah membuktikan dirinya mampu dipromosikan sebagai pengganti. Salah seorang perwira yang baru dipromosikan waktu itu adalah Kolonel Merritt Edson yang ditempatkan sebagai komandan Resimen Marinir 5.
Kapal induk Amerika Serikat Wasp
terbakar setelah terkena torpedo kapal
selam Jepang, 15 September 1942.
Langit sempat tenang tanpa pertempuran udara di atas Guadalkanal. Jepang tidak melakukan serangan udara sejak 14 September hingga 27 September karena cuaca buruk. Masa tenang dipakai kedua belah pihak untuk memperkuat unit udara masing-masing. Jepang mengirimkan 85 pesawat tempur dan pengebom ke Rabaul sementara Amerika mengirim 23 pesawat tempur dan penyerang ke Lapangan Udara Henderson. Pada 20 September, Jepang memiliki total 117 pesawat di Rabaul sedangkan Sekutu memiliki 71 pesawat di Lapangan Udara Henderson Field. Pertempuran udara berlanjut dengan serangan udara Jepang atas Guadalcanal pada 27 September yang mendapat perlawanan dari pesawat-pesawat tempur Marinir dan Angkatan Laut Amerika Serikat dari Lapangan Udara Henderson.
Jepang segera mulai bersiap melancarkan serangan berikutnya untuk merebut kembali Lapangan Udara Henderson. Pada 11 September, Batalion 3 dari Resimen Infanteri 4 (Aoba) didaratkan di Teluk Kamimbo yang berada di ujung barat Guadalkanal, namun terlambat untuk bergabung dengan serangan yang dipimpin Mayor Jenderal Kawaguchi. Batalion 3 lalu bergabung dengan pasukan yang dipimpin Oka di dekat Matanikau. Kapal-kapal perusak yang beroperasi sebagai Tokyo Express tiba di Kamimbo, Guadalcanal pada 14, 20, 21, dan 24 September membawa makanan dan amunisi, serta 280 orang dari Batalion 1, Resimen Aoba. Sementara itu, Divisi 2 dan Divisi Infanteri 38 Jepang mulai diberangkatkan dari Hindia Belanda ke Rabaul pada 13 September 1942. Rencana Jepang adalah mengirimkan pasukan berjumlah total 17.500 tentara dari kedua divisi tersebut ke Guadalkanal untuk mengambil bagian dalam serangan besar berikutnya terhadap Perimeter Lunga yang dijadwalkan pada 20 Oktober 1942.
Aksi-aksi di Matanikau
Vandegrift dan staf mengetahui bahwa pasukan Kawaguchi telah mundur ke daerah barat Matanikau, dan berbagai kelompok pasukan Jepang yang tertinggal sedang tersebar di seluruh wilayah antara Perimeter Lunga dan Sungai Matanikau. Oleh karena itu Vandegrift memutuskan untuk melakukan serangkaian operasi mencari mereka dengan mengutus unit-unit kecil ke Lembah Sungai Matanikau. Tujuan dari operasi tersebut untuk menyapu kelompok-kelompok pasukan Jepang yang tersebar di sebelah timur Matanikau, dan menjaga agar pasukan inti tentara Jepang tetap dalam keadaan berantakan. Maksudnya agar Jepang tidak dapat mengkonsolidasi posisi-posisi mereka begitu dekat dengan pertahanan utama Marinir di Tanjung Lunga. Operasi terhadap pasukan Jepang di sebelah barat Matanikau pertama kali dilancarkan antara 23 dan 27 September 1942 oleh unsur-unsur dari tiga batalion Marinir Amerika Serikat. Serangan tersebut dipukul balik oleh pasukan Kawaguchi di bawah komando Akinosuke Oka. Dalam operasi tersebut, 3 kompi Marinir yang dikepung pasukan Jepang dekat Point Cruz sebelah barat Matanikau, menderita kerugian berat, dan hanya dapat lolos berkat bantuan dari sebuah kapal perusak Amerika Serikat dan kapal pendarat yang diawaki oleh personel Penjaga Pantai Amerika Serikat.
Dalam aksi kedua antara 6 dan 9 Oktober 1942, kekuatan Marinir yang lebih besar berhasil menyeberangi Sungai Matanikau. Pasukan Jepang dari Divisi Infanteri 2 di bawah komando Jenderal Masao Maruyama dan Jenderal Yumio Nasu yang baru mendarat, diserang. Marinir Amerika Serikat berhasil menyebabkan kerugian besar bagi Resimen Infanteri 4 Jepang. Aksi kedua memaksa Jepang untuk mundur dari posisi-posisi mereka di sebelah timur Matanikau dan menghambat persiapan Jepang untuk melakukan ofensif besar-besaran terhadap kubu-kubu pertahanan Amerika Serikat di Lunga seperti yang mereka rencanakan sebelumnya. Antara 9 Oktober dan 11 Oktober 1942, Batalion 1 Resimen 2 Marinir menyerang dua pos terdepan Jepang sekitar 30 mil (48 km) di timur perimeter Lunga (di Gurabusu dan Koilotumaria) dekat Teluk Aola. Serangan tersebut menimbulkan korban sebesar 35 tewas di pihak Jepang. Sebaliknya di pihak Amerika Serikat, 17 Marinir dan 3 personel Angkatan Laut yang tewas.
Sumber: http://id.wikipedia.org/
Artikel Lainnya:
No Response to "Kampanye Guadalkanal Bagian II"
Posting Komentar