Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,
Pertempuran Tanjung Esperance

Sepanjang minggu terakhir September dan minggu pertama Oktober 1942, pasukan dari Divisi Infanteri 2 Jepang diantarkan ke Guadalkanal oleh konvoi kapal-kapal Tokyo Express. Angkatan Laut Jepang berjanji untuk tidak hanya mendukung ofensif Angkatan Darat dengan mengantarkan pasukan, peralatan, dan perlengkapan ke Guadalkanal, melainkan juga meningkatkan serangan-serangan udara ke Lapangan Udara Henderson, dan mengirimkan kapal-kapal perang untuk melakukan bombardemen. Sementara itu, Millard F. Harmon, komandan Angkatan Darat Amerika Serikat di Pasifik Selatan, meyakinkan Ghormley bahwa kekuatan Marinir Amerika Serikat di Guadalkanal perlu segera diperkuat bila Sekutu bermaksud mempertahankan pulau itu dari serangan Jepang yang berikutnya. Selanjutnya pada 8 Oktober di Kaledonia Baru, 2.837 prajurit dari Resimen Infanteri 164 dari Divisi Americal menaiki kapal-kapal yang mengangkut mereka ke Guadalkanal. Mereka diperkirakan akan tiba di Guadalkanal, 13 Oktober 1942. Ghormley menugaskan Gugus Tugas 64 yang terdiri dari empat kapal penjelajah dan lima kapal perusak di bawah komando Laksamana Amerika Serikat Norman Scott sebagai pelindung kapal-kapal transpor yang mengangkut Resimen 164 ke Guadalkanal. Gugus Tugas 64 diperintahkan untuk mencegat dan memerangi setiap kapal Jepang yang mendekati Guadalkanal dan mengancam kedatangan konvoi kapal transpor.

Kapal penjelajah Amerika Serikat Helena, bagian dari Gugus
Tugas 64 di bawah komando Norman Scott.
Staf Armada 8 di bawah pimpinan Gunichi Mikawa menjadwalkan konvoi Tokyo Express yang besar dan penting pada malam 11 Oktober 1942. Dua kapal induk pesawat amfibi dan enam kapal perusak ditugaskan untuk mengirimkan 728 prajurit ditambah artileri dan amunisi ke Guadalkanal. Pada saat yang bersamaan namun dalam operasi terpisah, tiga kapal penjelajah berat dan dua kapal perusak di bawah komando Laksamana Muda Aritomo Gotō ditugaskan membombardir Lapangan Udara Henderson dengan peluru peledak khusus dengan tujuan menghancurkan Angkatan Udara Kaktus sekaligus fasilitas lapangan udara. Mengingat sebelumnya tidak ada kapal-kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat yang pernah mencoba menyergap misi-misi Tokyo Express ke Guadalkanal, pihak Jepang sama sekali tidak menantikan adanya perlawanan dari kekuatan laut Sekutu pada malam itu.

Tepat sebelum tengah malam, kapal-kapal perang Scott mendeteksi kehadiran kapal-kapal Gotō di radar dekat pintu masuk selat antara Pulau Savo dan Guadalkanal. Kapal-kapal Scott berada dalam posisi memotong di hadapan formasi Gotō yang sama sekali tidak mencurigai kehadiran kapal-kapal Sekutu. Kapal-kapal Scott membuka tembakan, dan menenggelamkan satu dari kapal penjelajah serta satu kapal perusak Gotō. Satu kapal penjelajah rusak berat, dan Gotō tewas setelah terluka parah. Pada akhirnya kapal-kapal perang Jepang yang tersisa harus membatalkan misi bombardemen dan mundur. Di tengah tembak-menembak, satu dari kapal perusak Scott tenggelam, serta satu kapal penjelajah dan satu kapal perusak rusak berat. Sementara itu, konvoi Tokyo Express berhasil tiba dan menyelesaikan bongkar muat di Guadalkanal. Kapal-kapal Tokyo Express diberangkatkan untuk memulai perjalanan pulang tanpa pernah ditemukan oleh Scott dan kapal-kapal Sekutu yang dipimpinnya. Kemudian pada pagi hari 12 Oktober, empat kapal perusak Jepang dari konvoi Tokyo Express berbalik arah untuk membantu kapal-kapal perang Gotō rusak. Serangan udara oleh Angkatan Udara Kaktus dari Lapangan Udara Henderson menenggelamkan 2 dari 4 kapal perusak Jepang tersebut. Konvoi tentara Angkatan Darat Amerika Serikat tiba di Guadalkanal sesuai jadwal pada hari berikutnya, dan berhasil membongkar muatan dan menurunkan para prajurit.

Bombardemen Jepang ke Lapangan Udara Henderson

Meskipun Amerika sudah menang di Tanjung Esperance, Jepang terus melanjutkan rencana dan bersiap-siap untuk melakukan ofensif skala besar yang sesuai jadwal akan dilancarkan pada Oktober 1942. Kalau sebelumnya mereka hanya mau memakai kapal-kapal perang berkecepatan tinggi untuk mengangkut pasukan dan materiil di jalur Tokyo Express, Jepang waktu itu memutuskan untuk mengambil risiko dengan memakai kapal kargo. Pada 13 Oktober 1942, sebuah konvoi yang terdiri dari 6 kapal kargo dilindungi 8 kapal perusak berangkat dari Kepulauan Shortland menuju Guadalkanal. Konvoi tersebut membawa 4.500 prajurit dari Resimen Infanteri 16 dan 230, sejumlah marinir Angkatan Laut, dua meriam artileri berat, dan satu kompi tank.

Kapal tempur Jepang Haruna
Sebagai pelindung konvoi dari serangan pesawat-pesawat Angkatan Udara Kaktus, Yamamoto mengirim dua kapal perang dari Truk untuk membombardir Lapangan Udara Henderson. Pada pukul 01.33 tanggal 14 Oktober 1942, Kongō dan Haruna dengan dikawal satu kapal penjelajah ringan dan 9 kapal perusak, tiba di Guadalkanal dan menembaki Lapangan Udara Henderson dari jarak 16.000 meter. Selama 1 jam dan 23 menit berikutnya, dua kapal tempur Jepang paling tidak menembakkan sejumlah 973 peluru meriam 14 inci (356 mm) ke arah perimeter Lunga. Sebagian besar darinya jatuh di area sekitar 2200 m² di lapangan terbang. Sebagian besar dari peluru meriam adalah peluru yang memiliki efek fragmentasi, dan secara khusus dirancang untuk menghancurkan target darat. Pengeboman Jepang mengakibatkan dua landas pacu rusak berat, semua bahan bakar yang tersedia terbakar, serta menghancurkan 48 dari 90 pesawat milik CAF, dan menewaskan 41 prajurit, termasuk 6 pilot CAF. Kapal-kapal tempur Jepang kemudian segera kembali ke Truk.

Meskipun menderita kerusakan berat, personel di Lanud Henderson mampu mengembalikan salah satu dari landasan pacu ke dalam kondisi operasional dalam beberapa jam. Sejumlah 17 pesawat SBD dan 20 Wildcats di Espiritu Santo dengan segera diterbangkan ke Henderson. Pesawat-pesawat Angkatan Darat dan Marinir Amerika Serikat juga segera melakukan penerbangan bolak-balik Espiritu Santo-Guadalkanal untuk mengangkut bahan bakar yang diperlukan Lanud Henderson. Setelah serangan Henderson, Amerika tersadar bahwa akan ada konvoi bala bantuan Jepang dalam skala besar. Pihak Amerika Serikat melakukan segala upaya untuk mencegat konvoi Jepang sebelum mencapai Guadalkanal. Dengan bermodalkan bahan bakar yang diambil dari pesawat yang rusak dan dari persediaan kecil di hutan terdekat, pesawat-pesawat CAF dua kali menyerang konvoi pada 14 Oktober, tapi tidak menyebabkan kerusakan apa pun di pihak Jepang.

Konvoi Jepang sampai di Tassafaronga, Guadalkanal pada tengah malam 14 Oktober dan mulai bongkar muat. Sepanjang hari 15 Oktober, sejumlah pesawat CAF dari Henderson datang untuk mengebom dan menembaki kapal-kapal Jepang yang sedang bongkar muat. Akibatnya, 3 kapal kargo hancur. Sisa dari konvoi diberangkatkan pada malam itu juga setelah menurunkan semua pasukan dan sekitar dua pertiga dari persediaan dan peralatan. Beberapa kapal penjelajah berat Jepang juga membombardir Henderson pada malam 14 dan 15 Oktober, serta sempat menghancurkan beberapa pesawat CAF, namun gagal menyebabkan kerusakan lebih lanjut di Lanud Henderson.

Pertempuran Lapangan Udara Henderson

Antara 1 Oktober 1 dan 17 Oktober, Jepang mendaratkan 15.000 prajurit di Guadalkanal, sehingga Hyakutake memiliki total 20.000 prajurit untuk ofensif besar-besaran yang sedang direncanakannya. Setelah kehilangan posisi mereka di sisi timur Matanikau, Jepang menyadari kesulitan pasti akan ditemui bila menyerang pertahanan Amerika di sepanjang pantai. Oleh karena itu, Hyakutake memutuskan serangan utama yang diaturnya datang dari arah selatan Lapangan Udara Henderson. Divisi 2 (ditambah pasukan dari Divisi 38) di bawah komando Letnan Jenderal Masao Maruyama yang terdiri dari 7.000 prajurit dalam tiga resimen infanteri berasal tiga batalion, masing-masing direncanakan untuk menyusun serangan melalui hutan, dan menyerang pertahanan Amerika dari selatan dekat tepi timur Sungai Lunga. Tanggal serangan ditetapkan 22 Oktober 1942, namun kemudian diubah menjadi 23 Oktober. Sebagai pengalih perhatian Amerika dari serangan Jepang dari selatan, artileri berat Hyakutake ditambah lima batalion infanteri (sekitar 2.900 prajurit) di bawah Mayor Jenderal Tadashi Sumiyoshi diperintahkan untuk menyerang pertahanan Amerika dari barat sepanjang pesisir. Jepang hanya memperkirakan ada sekitar 10.000 prajurit Amerika di pulau Guadalkanal, padahal Amerika Serikat berhasil menempatkan sekitar 23.000 prajurit.

Pada 12 Oktober, satu kompi zeni Jepang mulai merintis jalan setapak yang disebut "Jalan Maruyama", dari Matanikau menuju bagian selatan perimeter Lunga. Jalur sepanjang 24 km tersebut melintasi beberapa medan yang paling sulit di Guadalkanal, termasuk berbagai aliran sungai, jurang dalam dan berlumpur, pegunungan terjal, dan hutan lebat. Antara Oktober 16 dan 18 Oktober, Divisi 2 mulai melakukan perjalanan di sepanjang Jalan Maruyama. Pada 23 Oktober 1942, pasukan Maruyama masih berjuang menaklukkan hutan dan belum sampai di garis pertahanan Amerika. Senja itu, setelah mengetahui pasukannya belum sampai di posisi siap menyerang, Hyakutake menunda serangan hingga 24 Oktober pukul 19.00. Pihak Amerika hingga saat itu sama sekali tidak menyadari bahwa pasukan Maruyama makin mendekat.

Sumiyoshi diberi tahu oleh staf Hyakutake tentang penundaan ofensif hingga 24 Oktober, namun tidak dapat menghubungi pasukannya untuk memberitahu tentang adanya penundaan itu. Akibatnya pada senja 23 Oktober, dua batalion dari Resimen Infanteri 4 dan 9 tank dari Kompi Tank Independen 1 melancarkan serangan terhadap pertahanan Marinir AS di mulut Sungai Matanikau. Serangan Jepang dihalau tembakan artileri, meriam, dan senjata api ringan oleh Marinir AS, dan berhasil menghancurkan semua tank dan membunuh banyak prajurit Jepang, sementara hanya mengakibatkan korban ringan di pihak Amerika.

Pada akhirnya, malam 24 Oktober, pasukan Murayama mencapai perimeter Lunga. Selama dua malam berturut-turut pasukan Murayama melakukan sejumlah serangan frontal yang gagal terhadap posisi-posisi Amerika yang dipertahankan oleh Batalion 1 Resimen 7 di bawah komando Letnan Kolonel Chesty Puller, dan Batalion 3, Resimen Infanteri 164 yang dikomandani Letnan Kolonel Robert Hall. Marinir dan Angkatan Darat AS bertahan dengan tembakan senapan, senapan mesin, mortir, artileri, dan tembakan canister dari senjata anti-tank 37 mm M3 "mengakibatkan pembantaian mengerikan" di pihak Jepang.[94]Beberapa kelompok kecil tentara Jepang menerobos pertahanan Amerika, tapi semua diburu dan tewas terbunuh selama beberapa hari berikutnya. Lebih dari 1.500 prajurit Maruyama tewas dalam serangan sementara Amerika hanya kehilangan sekitar 60 prajurit tewas. Selama dua hari itu, pesawat Amerika dari Lapangan Henderson bertahan dari serangan pesawat terbang dan kapal perang Jepang, dan berhasil menghancurkan 14 pesawat Jepang dan menenggelamkan satu kapal penjelajah ringan.

Prajurit Jepang dari Divisi 2 yang tewas
setelah serangan gagal 25 Oktober 1942.
Serangan Jepang lebih lanjut dekat Matanikau pada 26 Oktober juga berhasil ditangkal dengan hasil kerugian berat bagi Jepang. Sebagai akibatnya, pada pukul 08:00 tanggal 26 Oktober, Hyakutake membatalkan semua serangan lebih lanjut, dan memerintahkan pasukannya untuk mundur. Sekitar setengah pasukan Maruyama yang selamat diperintahkan untuk mundur kembali ke bagian atas Lembah Matanikau, sementara Resimen Infantri 230 di bawah Kolonel Toshinari Shōji diperintahkan untuk menuju Koli Point, di sebelah timur perimeter Lunga. Pasukan terdepan dari Divisi 2 mencapai area markas besar Resimen 17 Angkatan Darat Amerika Serikat di Kokumbona, barat Matanikau pada 4 November. Pada hari yang sama, unit pimpinan Shoji mencapai Koli Point dan berkemah. Setelah hancur akibat prajurit yang tewas dalam pertempuran, luka tempur, malnutrisi, dan penyakit tropis, Divisi 2 Jepang sudah tidak mampu lagi melakukan serangan lebih lanjut, dan hanya bertempur sekadar untuk bertahan di sepanjang sisa pertempuran. Secara total Jepang kehilangan 2.200 hingga 3.000 prajurit dalam pertempuran sementara Amerika hanya kehilangan sekitar 80 tewas.

Pertempuran Kepulauan Santa Cruz

Bersamaan dengan penyerangan pasukan Hyakutake ke perimeter Lunga, kapal-kapal induk dan kapal-kapal perang Jepang di bawah pimpinan Isoroku Yamamoto bergerak ke posisi dekat selatan Kepulauan Solomon. Dari lokasi ini, angkatan laut Jepang berharap dapat bertemu dan secara telak mengalahkan kekuatan laut Sekutu, terutama khususnya kapal-kapal induk Amerika Serikat yang pernah melakukan serangan di darat terhadap pasukan Hyakutake. Armada kapal induk Sekutu yang sekarang berada di bawah komando William Halsey, Jr. sedang berada di kawasan yang sama, dan berharap dapat bertemu dengan armada Jepang. Nimitz telah mencopot Ghormley dan menggantinya dengan Halsey pada 18 Oktober setelah menyimpulkan Ghormley telah menjadi terlalu pesimistis dan rabun untuk secara efektif terus memimpin pasukan Sekutu di kawasan Pasifik Selatan.

USS Hornet terkena torpedo dan ditenggelamkan oleh kapal
induk Jepang pada 26 Oktober 1942.
Kedua armada akhirnya saling berhadapan pada pagi hari 26 Oktober dalam pertempuran yang nantinya disebut Pertempuran Kepulauan Santa Cruz. Setelah saling menghantam dengan serangan pesawat-pesawat dari kapal induk, kapal-kapal Sekutu dipaksa untuk mundur setelah menderita kerugian satu kapal induk tenggelam (USS Hornet) dan 'USS Enterprise rusak berat. Armada Jepang juga ditarik mundur setelah menderita kerugian sejumlah besar pesawat kapal induk dan awaknya yang menjadi korban. Walaupun sepertinya Pertempuran Kepulauan Santa Cruz merupakan kemenangan taktis Jepang dilihat dari total kapal Sekutu yang tenggelam atau rusak, Jepang menderita kerugian yang tergantikan akibat tewasnya banyak penerbang veteran. Hal tersebut memberikan keuntungan strategis jangka panjang bagi Sekutu yang relatif hanya sedikit kehilangan para penerbang dalam pertempuran. Setelah Pertempuran Kepulauan Santa Cruz, kapal induk Jepang tidak lagi memainkan peranan penting dalam peperangan di Guadalkanal.

Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Kampanye Guadalkanal Bagian III"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments