Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
Israel Gunakan Perangkap untuk Tangkap Vanunu
Dalam tulisan sebelumnya dikisahkan bagaimana seorang ilmuwan muda Israel bernama Mordechai Vanunu, terdorong untuk memberitakan pada dunia tentang betapa berbahaya program nuklir yang sedang dikembangkan Israel. Setelah berhasil mengumpulkan bukti-bukti, Vanunu terbang ke Inggris untuk bertemu dengan Peter Hounam, seorang jurnalis dari surat kabar The Sunday Times yang akan menuliskan hasil penemuan Vanunu di koran tempatnya bekerja. Di Inggris, Vanunu berdiam diri hampir selama setahun, sebelum memproses berita dan foto-foto yang ia miliki. Di dalam kepalanya, berbagai skenario perburuan akan dilakukan oleh Mossad, dinas rahasia Israel. Tapi nyatanya, ia seolah tak diburu oleh siapapun. Dan itu membuatnya lengah.
Dalam sebuah film dokumenter yang berjudul CIA The Shocking Story Behind the Headline, seorang mantan pejabat Mossad mengatakan, bahwa hal tersebut memang disengaja. Menurut pejabat yang identitasnya disembunyikan ini, untuk seorang seperti Mordechai Vanunu, sangatlah mustahil bisa membawa rahasia negara sepenting nuklir keluar tanpa diketahui. Dengan cara seperti itu, pejabat Mossad tersebut menerangkan, diharapkan dunia akan mengetahui, khususnya negara-negara di jazirah Arab, bahwa Israel tak main-main dengan masalah keamanannya. Sementara itu, Vanunu yang mulai bosan, menghabiskan waktunya untuk berjalan-jalan di kota London. Tanpa sepengetahuannya, agen-agen Mossad telah bekerja menyusun rencana.
Dan suatu hari, ketika Mordechai Vanunu berjalan-jalan dan memesan minuman di kedai kopi, ia bertemu dengan seorang perempuan, mengaku bernama Cindy. Pada Vanunu, Cindy bercerita bahwa dirinya adalah seorang ahli kecantikan dari Amerika yang sedang berlibur ke Eropa. Tak makan waktu lama, keduanya langsung akrab. Fakta bahwa dirinya yang mendekati Cindy terlebih dulu, membuat Vanunu merasa aman. Pada Peter Hounam Vanunu bercerita ia bertemu dengan seorang perempuan luar biasa di kedai kopi hari itu. Sang sahabat sempat memperingatkan, “Hati-hati, siapa tahu ia agen Mossad.” Namun sejak itu, Vanunu sering kali bertemu Cindy secara diam-diam.
Benar saja, ternyata Cindy adalah agen Mossad yang menjadi umpan. Dan Vanunu, sudah nyaris dalam genggaman. Tapi Vanunu yang tak sadar, pada Peter Houman mengatakan, jangan terlalu paranoid, semuanya wajar saja. Vanunu dan Cindy memang langsung akrab dalam beberapa hari. Mereka saling mengunjungi, pergi ke bioskop bersama dan melakukan banyak hal berdua. Dan itu hanya butuh waktu enam hari bagi Cindy untuk menaklukkan Vanunu. Di akhir pekan, Cindy mengajukan usul agar mereka pergi ke Roma dan menghabiskan minggu di ranjang, di apartemen milik adik Cindy. Dan Vanunu pun bersedia. Ia masih juga tak sadar bahwa perangkap sedang menganga untuknya.
Dan benar saja, sesampainya di Roma, ketika hendak masuk apartemen, Vanunu ditangkap oleh dua orang agen Mossad. Ia di borgol. Disuntik dengan sedatif, dibungkus dengan karung dan dibawa ke tepi pantai. Di pantai, telah menunggu perahu kecil yang siap membawa Vanunu ke sebuah kapal Israel yang berjaga di lepas pantai berjaral 12 mil. Vanunu pun menghilang.
"Revealed: the Secret of Israel's Nuclear Arsenal"
Lima hari setelah Vanunu menghilang, Peter Hounam menerbitkan berita besar untuk korannya, "Revealed: the Secret of Israel’s Nuclear Arsenal", begitu judul berita yang diturunkan di halaman depan The Sunday Times, 5 Oktober 1986. Vanunu sendiri, ketika sadar dan terbangun, telah berada di meja interograsi intelejen Israel. Kala itu, Shimon Peres yang masih menjadi Menteri Luar Negeri Israel membantah berita yang diturunkan oleh The Sunday Times. Di berbagai stasiun televisi ia mengatakan, “Israel tidak akan menjadi negara pertama yang memperkenalkan nuklir di Timur Tengah.”
Selama minggu Vanunu hilang kabar, sampai kemudian Perdana Menteri Israel, Yitzhak Shamir mengumumkan bahwa Vanunu telah ditangkap dan sedang menghadapi tuntutan pengkhianatan dan spionase melawan Israel. Persidangan Mordechai Vanunu dilakukan tertutup dan sangat rahasia. Polisi rahasia Israel berganti-ganti skenario membawa dan memindahkan Vanunu menuju pengadilan. Yang menjadi pertanyaan bagi Peter Hounam adalah, bagaimana Vanunu bisa ditangkap dan masuk ke penjara Israel?
Di penghujung tahun, bulan Desember, saat Vanunu menuju gedung pengadilan, ia menuliskan pesan di telapak tangan kirinya yang ditempelkan ke jendela mobil. Foto Vanunu dengan tangan bertuliskan bahwa dirinya diculik dari Roma dengan nomor penerbangan menjadi foto yang dramatis kala itu. Dan hal itu membuat Mossad marah besar. Sejak itu berbagai cara digunakan untuk menghalangi Mordechai Vanunu menyampaikan pesan. Mulai dari pemakaian helm teropong, pengecatan kaca mobil tahanan sampai suara sirine yang berdengung kencang untuk meredam teriakan Vanunu.
Tapi bagi Peter Hounam petunjuk kecil di tangan Vanunu sudah cukup menyingkap misteri. Nomor penerbangan dari Roma tersebut adalah titik terang. Diam-diam ia melacak kisah penculikan Vanunu yang membocorkan rahasia nuklir itu. Ditelusurinya satu persatu petunjuk sampai ia dapatkan nama seorang perempuan yang duduk di sebelah Mordechai Vanunu. Ia mendapatkan nama C. Hanin, nama perempuan yang duduk di samping Vanunu. Maka Peter Hounam yakin, bahwa huruf C di depan nama Hanin itu adalah singkatan dari Cindy. Tapi nama sebetulnya bukan Hanin, dan juga bukan Cindy. Nama agen Mossad tersebul adalah Cheryl Bentov isteri seorang pejabat tinggi Mossad.
Berbekal tekad yang kuat, ia melacak Cheryl Bentov hingga ke rumahnya. Peter Hounam butuh waktu hampir setahun untuk menemukan rumah Cheryl Bentov di Netanya, Israel. Suatu hari, setelah menyiapkan berbagai bekal Peter Hounam akhirnya memberanikan diri mendatangi Cheryl Bentov di rumahnya.
Dan benar saja, ia berhasil menemui Cheryl Bentov di rumahnya. Tapi perempuan intel tersebut menolak diwawancara dan membanting pintu. Syukurnya, Peter Hounam berhasil mencuri foto Cheryl Bentov saat meninggalkan ruangan. Dan sejak saat itu, ketika fotonya terpampang di media massa, karir intelijen Cheryl Bentov di Mossad, berakhir sudah. Mordechai Vanunu akhirnya divonis 18 tahun penjara. 12 tahun di antaranya harus ia habiskan di dalam sel isolasi kecil, tanpa manusia lain, penuh dengan siksaan dan itu membuatnya nyaris gila. Peter Hounam sendiri merasa heran, ia tak disentuh oleh Israel sedikit pun. Ia hanya diminta menjadi saksi dan membeberkan bukti, sesungguhnya yang sedang dilakukan oleh Mordechai Vanunu adalah aksi untuk menyelamatkan dunia.
Sedangkan Israel sendiri, hilang dari wacana internasional. Inspeksi tenaga atom milik PBB tak pernah menyebut-sebut nuklir yang jelas-jelas dimiliki oleh negara yang doyan perang itu. Sedangkan Amerika, tak pernah memasukkan negara Zionis tersebut sebagai ancaman, apalagi sebagai target yang mesti dimusnahkan. Alih-alih menjadi target, kemenangan George W Bush untuk kedua kalinya malah menjadi semacam penanda, bahwa Zionis kian menggurita dalam negara adidaya tersebut.(na-hn)
Bersambung...
Sumber: http://www.eramuslim.com/
Artikel Lainnya:
No Response to "Perang Nuklir di Depan Mata, Menguak Kekuatan Nuklir AS dan Israel (3)"
Posting Komentar