Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,
Setelah Pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat dengan sandi "Operasi Fajar Odyssey" membombardir Libya selama empat hari, Moammar Gaddafi tiba-tiba muncul di kediamannya di Bab al-Aziziya, Tripoli, Selasa (22/3) malam. Dia berjanji akan melanjutkan perlawanan terhadap pasukan koalisi hingga dia meraih kemenangan, bukan sebaliknya.


Operasi Fajar Odyssey yang sudah membombardir mesin militer belum membuat Gaddafi bertekuk lutut. Layak jika muncul pertanyaan, sampai kapan Gaddafi mampu bertahan? Apakah Barat akan membiarkan Gaddafi bertahan? Apakah Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1973 yang bertujuan melindungi warga sipil Libya dari amukan Gaddafi bisa pula dijadikan alasan untuk membunuh Gaddafi?

Di berbagai stasiun televisi Arab sering digelar dialog yang menghadirkan kubu yang pro dan kontra-Gaddafi. Kubu kontra-Gaddafi mengatakan, resolusi Dewan Keamanan PBB mengizinkan koalisi membunuh Gaddafi jika dilihat sebagai keharusan dengan alasan melindungi warga sipil Libya.

Sebab, apabila Gaddafi dibiarkan berkuasa lebih lama, hal itu tidak hanya akan membahayakan rakyat, tetapi juga negara tetangga dan bahkan masyarakat internasional. Dikhawatirkan, Gaddafi pasti akan kembali melakukan pekerjaan lama, yakni melakukan atau mendukung terorisme seperti pada era 1970-an dan 1980-an.

Kubu pro-Gaddafi menyebutkan, serangan udara koalisi telah melampaui batas mandat resolusi. Debat soal resolusi tampaknya tidak akan pernah selesai karena setiap kubu lebih menonjolkan aspek politik ketimbang sisi hukum. Namun, atmosfer politik di dalam negeri Libya, regional Arab, dan internasional secara umum sepakat rezim Gaddafi harus tumbang. Jika bisa lebih cepat, tentu lebih baik.

Pengalaman Kompas berada di kota Benghazi dan Libya timur beberapa waktu lalu menyimpulkan, rakyat menginginkan perubahan. Di tingkat regional, Liga Arab dan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) meminta segera diberlakukan zona larangan terbang.

Dua negara Arab, Qatar dan Uni Emirat Arab, kini terlibat aktif dalam operasi penegakan zona larangan terbang di angkasa Libya. Ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah modern Arab. Di tingkat akar rumput sudah jelas dunia Arab kini diterpa gelombang revolusi yang menginginkan perubahan. Gaddafi tidak luput dari terpaan gelombang revolusi itu.

Lewat udara sulit

Namun, bagaimana mengakhiri rezim Gaddafi?

Seandainya koalisi mau mengakhiri rezim Gaddafi atau membunuh Gaddafi dengan operasi Odyssey, bisakah? Belum tentu!

Pengalaman Perang Teluk tahun 1990 untuk mengusir pasukan Saddam Hussein dari Kuwait ternyata tidak bisa hanya lewat operasi udara. Pasukan koalisi saat itu akhirnya mengerahkan pasukan darat untuk mengusir pasukan Saddam dari Kuwait. Hal serupa terjadi ketika AS mau menumbangkan rezim Taliban di Afganistan tahun 2001 dan rezim Saddam Hussein tahun 2003.

Apakah akhirnya koalisi akan mengerahkan pasukan darat untuk menumbangkan rezim Gaddafi di Tripoli? Itulah persoalan sangat pelik saat ini dan masih menjadi perdebatan hangat.

Sejauh ini belum ada pemimpin Barat yang memberikan sinyal akan ada operasi darat di Libya dalam waktu dekat. Sementara pasukan kaum oposisi yang terdiri dari mantan anggota militer Libya dan pemuda revolusioner belum mengalami kemajuan di lapangan. Pasukan oposisi dengan persenjataan seadanya belum mampu mengusir loyalis Gaddafi dari kota Ajdabiya di Libya timur.

Padahal, kota Ajdabiya dinilai strategis karena merupakan pintu bagi kaum revolusioner untuk bisa bergerak ke arah barat hingga kota Sirte dan lalu Tripoli.

Terowongan tak berujung

Di Libya barat, loyalis Gaddafi masih menggempur kota Misrata dan Zintan, tanpa ada campur tangan dari pasukan koalisi. Artinya, loyalis Gaddafi masih mengancam penduduk sipil di kota-kota yang dikuasai kaum revolusioner.

Lantas bagaimana? Hanya ada dua pilihan bagi koalisi yang harus segera dilakukan, tanpa ditunda-tunda lagi. Pertama, koalisi berusaha dengan segala cara untuk membunuh Gaddafi. Kedua, koalisi mempersenjatai kaum revolusioner sehingga mampu bergerak cepat ke Tripoli dan menumbangkan rezim Gaddafi. Namun, kaum revolusioner dengan persenjataan yang terbatas sangat sulit bergerak menuju Tripoli.

Jika tidak segera melakukan satu dari dua pilihan tersebut, koalisi akan terseret ke terowongan gelap yang tak berujung. Pilihan kedua rupanya lebih elok dan etis sesuai dengan aspirasi gelombang revolusi rakyat di dunia Arab saat ini, yakni rakyat sendirilah yang menumbangkan pemimpinnya.

Sumber: kompascetak
Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Apa yang Diinginkan Barat Soal Gaddafi?"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments