Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Asia
Pertempuran Pulau Rennell adalah pertempuran laut yang terjadi pada 29-30 Januari 1943 di Pasifik Selatan antara Pulau Rennell dan Guadalkanal di selatan Kepulauan Solomon. Pertempuran ini merupakan pertempuran laut besar yang terakhir antara Angkatan Laut Amerika Serikat dan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang selama berlangsungnya kampanye Guadalkanal yang berkepanjangan dalam kampanye Kepulauan Solomon Perang Dunia II.
Dalam pertempuran ini, pesawat pengebom torpedo angkatan laut Jepang yang berpangkalan di darat, berupaya memberikan perlindungan untuk evakuasi tentara Jepang dari Guadalkanal yang segera akan dilaksanakan. Selama dua hari, Jepang beberapa kali melakukan serangan ke kapal-kapal perang Amerika Serikat yang beroperasi dalam satuan tugas yang ditempatkan di selatan Guadalkanal. Selain mendekati Guadalkanal dengan maksud memerangi setiap kapal-kapal Jepang yang masuk ke wilayah jangkauan, satuan tugas tersebut ditugaskan melindungi konvoi kapal-kapal angkut Sekutu yang membawa pasukan pengganti ke Guadalkanal.
Akibat serangan udara Jepang, korban di pihak armada Amerika Serikat terdiri dari satu kapal penjelajah tenggelam, satu kapal perusak mengalami kerusakan berat. Kapal-kapal lainnya dalam satuan tugas terpaksa mundur dari kawasan selatan Kepulauan Solomon. Keberhasilan Jepang mengusir satuan tugas kapal induk Amerika Serikat dalam pertempuran ini ikut menyumbang kesuksesan Jepang dalam mengevakuasi sisa tentaranya dari Guadalkanal pada 7 Februari 1943. Jepang menyerahkan Guadalkanal ke tangan Sekutu, dan sekaligus mengakhiri pertempuran memperebutkan Pulau Guadalkanal.
Latar Belakang
Pada 7 Agustus 1942, tentara Sekutu (terutama Amerika Serikat) mendarat di Guadalkanal, Tulagi, dan Kepulauan Florida di Kepulauan Solomon. Pendaratan Sekutu di pulau-pulau tersebut dimaksudkan untuk mencegah Jepang menggunakan Guadalkanal sebagai pangkalan militer yang mengancam rute perbekalan antara Amerika Serikat dan Australia, serta mengamankan pulau-pulau tersebut sebagai titik awal untuk kampanye yang bertujuan akhir mengisolasi pangkalan utama Jepang di Rabaul, dan secara tidak langsung mendukung kampanye Nugini yang dilancarkan Sekutu. Pendaratan Sekutu di Guadalkanal merupakan awal dari Kampanye Guadalkanal yang berlangsung selama enam bulan.
Upaya besar-besaran yang terakhir dilakukan Jepang untuk mengusir tentara Sekutu dari Guadalkanal and Tulagi berakhir dengan kekalahan telak Jepang dalam Pertempuran Laut Guadalkanal pada awal November 1942. Setelah itu, Angkatan Laut Jepang hanya mampu mengantarkan perbekalan dalam jumlah minimal dan sebagian kecil pasukan pengganti untuk pasukan Angkatan Darat Jepang yang sudah berada di Guadalkanal. Akibat ancaman dari pesawat Sekutu yang berpangkalan di Lapangan Terbang Henderson di Guadalkanal serta pesawat dari kapal induk] di kawasan itu, Jepang melakukan pengantaran perbekalan hanya pada malam hari, terutama dengan menggunakan kapal perusak atau kapal selam dalam misi-misi yang dijuluki Sekutu sebagai "Tokyo Ekspres." Namun, sejumlah perbekalan dan pasukan pengganti yang diantarkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang di Guadalkanal. Hingga 7 Desember 1942, sekitar 50 prajurit Jepang tewas setiap harinya akibat malnutrisi, penyakit, dan serangan darat atau udara Sekutu. Pada 12 Desember 1942, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang mengusulkan agar Guadalkanal ditinggalkan. Meskipun awalnya mendapat tentangan dari pimpinan Angkatan Darat Jepang yang masih berharap Guadalkanal akhirnya dapat direbut kembali dari Sekutu, Markas Umum Kekaisaran Jepang yang telah mendapat persetujuan dari kaisar, pada 31 Desember 1942 sepakat untuk mengevakuasi semua tentara Jepang dari Guadalkanal, dan mendirikan garis pertahanan baru untuk Kepulauan Solomon di Georgia Baru.
Jepang menyebut operasi evakuasi dari Guadalkanal dengan nama Operasi Ke, dan menurut rencana mulai dilaksanakan pada 14 Januari 1943. Satu unsur penting dalam rencana operasi ini adalah kampanye superioritas udara yang menurut rencana dimulai pada 28 Januari 1943, dengan tujuan menghambat kapal-kapal atau pesawat-pesawat Sekutu yang berusaha menggagalkan evakuasi semua tentara Jepang dari Guadalkanal dalam tahap akhir Operasi Ke.
Meskipun demikian, tentara Sekutu salah mengartikan persiapan-persiapan Operasi Ke sebagai awal dari ofensif baru yang akan dilakukan Jepang untuk merebut kembali Guadalkanal. Pada waktu yang bersamaan, Laksamana William Halsey, Jr. yang menjabat komandan sepenuhnya pasukan Sekutu dalam pertempuran Guadalkanal sedang ditekan oleh atasannya untuk segera menyelesaikan penggantian Resimen Marinir 2 yang berada di Guadalkanal dengan pasukan Angkatan Darat Amerika Serikat. Resimen Marinir 2 sudah bertempur melawan Jepang sejak mereka didaratkan di Guadalkanal pada Agustus 1942. Halsey berharap dapat mengambil keuntungan dari peristiwa yang diyakininya sebagai ofensif Jepang berikutnya untuk memerangkap armada angkatan laut Jepang ke dalam sebuah pertempuran laut, sementara Sekutu dapat dengan bebas mengantarkan pasukan pengganti dari Angkatan Darat Amerika Serikat ke Guadalkanal. Pada 29 Januari 1943, Halsey menyiapkan lima satuan tugas kapal perang yang dikirimnya berlayar ke kawasan Kepulauan Solomon selatan. Satuan tugas tersebut dipakai sebagai tabir untuk konvoi bala bantuan Amerika Serikat, sekaligus memerangi armada laut Jepang yang berada dalam jangkauan. Kelima satuan tugas tersebut mengikutsertakan dua kapal induk pesawat terbang, dua kapal induk pengawal, tiga kapal tempur, 12 kapal penjelajah, dan 25 kapal perusak.
Di depan kelima satuan tugas diposisikan konvoi pasukan (Gugus Tugas (TG) 62.8) yang berkekuatan empat kapal angkut dan empat kapal perusak. Di depan konvoi pasukan antara Pulau Rennell dan Guadalkanal ditempatkan gugus bantu dekat yang diberi nama Satuan Tugas 18 (TF 18) di bawah komando Laksamana Muda Robert C. Giffen. Satgas 18 terdiri dari kapal penjelajah berat USS Wichita, Chicago, dan Louisville; kapal penjelajah ringan Montpelier, Cleveland, dan Columbia; kapal induk pengawal Chenango dan Suwannee ditambah delapan kapal perusak. Komandan TF 18 adalah Laksamana Giffen yang berkedudukan di Wichita. Satuan tugas kapal induk berintikan kapal induk USS Enterprise yang berlayar kira-kira 400 kilometer di belakang TG 62.8 dan TF 18. Satuan-satuan tugas kapal induk pesawat terbang dan kapal tempur berada kira-kira 240 kilometer jauh di belakang. Laksamana Giffen yang memakai kapal penjelajah Wichita sebagai kapal komando dan dua kapal induk pengawal baru saja tiba di Samudra Pasifik setelah ikut dalam Operasi Torch yang merupakan bagian dari Kampanye Afrika Utara. Chicago juga baru saja tiba kembali di Pasifik Selatan setelah menyelesaikan perbaikan setelah menderita kerusakan akibat Pertempuran Pulau Savo hampir enam bulan sebelumnya.
Pertempuran
Pendahuluan
Selain melindungi konvoi pasukan, TF 18 diperintahkan untuk bertemu pada pukul 21.00 tanggal 29 Januari 1943 dengan empat kapal perusak Amerika Serikat yang diberangkatkan dari pangkalan di Tulagi. TF 18 dan 4 kapal perusak ditugaskan melakukan sweeping di Selat Georgia Baru sebelah utara Guadalkanal pada hari berikutnya, dan sekaligus sebagai kapal tabir untuk melindungi pendaratan pasukan dari kapal angkut di Guadalkanal. Namun, kapal-kapal induk pengawal di bawah komando Laksamana Pertama Ben Wyatt berlayar begitu lambat (kecepatan 18 knot) sehingga menghambat kapal-kapal Giffen untuk tiba tepat waktu di titik pertemuan sesuai jadwal. Oleh karena itu, Giffen meninggalkan kapal-kapal induk pengawal di belakang dengan kawalan dua kapal perusak pada pukul 14.00, dan meneruskan pelayaran dengan kecepatan 24 knot (44 km/j). Dalam keadaan berhati-hati terhadap ancaman kapal-kapal selam Jepang yang menurut peringatan intelijen Sekutu sedang berada di kawasan itu, Giffen memerintahkan kapal-kapal penjelajah dan perusak dalam armadanya untuk mempersiapkan pertahanan antikapal selam, sehingga kapal-kapal Giffen tidak siap terhadap serangan udara. Kapal-kapal penjelajah dilayarkan dalam formasi dua kolom, masing-masing terpisah sejauh 2.300 m. Wichita, Chicago, dan Louisville, berturut-turut berada di sebelah kanan, sementara Montpelier, Cleveland, dan Columbia berada di sebelah kiri. Keenam kapal penjelajah disebar dalam garis setengah lingkaran sepanjang 3 kilometer di depan kolom kapal-kapal penjelajah.
Armada Giffen terlacak oleh kapal-kapal selam Jepang yang segara melaporkan posisi dan arah armada Giffen ke satuan-satuan di markas besar angkatan laut. Sekitar siang hari, berdasarkan laporan dari kapal selam tentang adanya armada Giffen, 16 pesawat pengebom Mitsubishi G4M Tipe 1 dari Grup Udara 705 (705AG) dan 16 pesawat pengebom Mitsubishi G3M Tipe 96 dari Grup Udara 701 (701AG) lepas landas dari Rabaul membawa torpedo untuk menyerang kapal-kapal Giffen. Satu pesawat Tipe 96 kembali ke pangkalan karena kerusakan mesin, sehingga serangan dilakukan oleh 31 pesawat pengebom. Pemimpin Grup Udara 705 adalah Letnan Tomō Nakamura dan Mayor Joji Hagai.
Aksi 29 januari
Pada saat matahari terbenam, ketika Satuan Tugas 18 sedang menuju ke arah barat laut 80 km (50 mil) utara Pulau Rennell atau 160 km (100 mil) selatan Guadalkanal, radar beberapa kapal Giffen mendeteksi kedatangan pesawat-pesawat tidak dikenal 100 km (60 mil) sebelah barat formasi mereka. Setelah sebelumnya bersikeras melakukan pendiaman radio mutlak, Giffen tidak memberikan perintah tentang tindakan yang harus diambil bila terjadi kontak tidak dikenal atau perintah apa pun kepada anak buahnya sehubungan masalah tersebut. Setelah matahari terbenam, patroli udara tempur Satuan Tugas 18 dari dua kapal induk pengawal kembali ke kapal mereka karena hari sudah malam, dan meninggalkan kapal-kapal Giffen tanpa perlindungan udara.
Peta serangan udara Jepang (garis merah terputus-putus) ke Satuan Tugas 18 Amerika Serikat (garis hitam tebal) yang berada di antara Pulau Rennell dan Guadalkanal pada senja hari 29 Januari 1943. |
Kontak radar yang diterima kapal-kapal Giffen sebetulnya adalah 31 pesawat pengebom torpedo Jepang yang sedang mendekat, dan memutar di sebelah selatan Satuan Tugas 18 agar mereka dapat menyerang dari arah timur yang langitnya sudah gelap. Kegelapan langit malam menyamarkan kedatangan pesawat-pesawat pengebom Jepang dari arah timur. Sebaliknya, kapal-kapal Giffen terlihat sebagai siluet karena adanya cahaya senja di kaki langit sebelah barat. Pesawat-pesawat Grup Udara 705 memulai serangan pertama yang dimulai pada pukul 19.19. Pesawat-pesawat Nakamura melepaskan torpedo yang semuanya luput, dan satu pesawat ditembak jatuh oleh senjata antipesawat dari kapal-kapal Giffen.
Percaya serangan Jepang sudah berakhir, Giffen memerintahkan kapal-kapalnya untuk menghentikan manuver zig-zag dan melanjutkan pelayaran menuju Guadalkanal pada arah dan kecepatan yang sama. Pesawat pengintai Jepang sementara itu mulai menjatuhkan peluru suar dan lampu apung untuk menandai arah dan kecepatan Satuan Tugas 18. Peluru suar dan lampu apung dipakai oleh pesawat-pesawat pengebom pimpinan Higai sebagai petunjuk sewaktu melakukan serangan berikutnya.
Serangan dari Grup Udara 701 dimulai pada pukul 19.38. Chicago terkena dua buah torpedo yang menyebabkan kerusakan berat dan membuat mesin berhenti total. Satu torpedo lainnya mengenai Wichita, namun tidak meledak. Dua dari pesawat pengebom Jepang ditembak jatuh oleh tembakan antipesawat, termasuk pesawat yang dipiloti Higai dan menewaskannya. Pukul 20.08, Giffen memerintahkan kapal-kapalnya untuk berbalik arah, menurunkan kecepatan hingga 15 knot (28 km/j), dan menghentikan tembakan antipesawat. Tindakan yang diambil Giffen berhasil membuat pesawat-pesawat Jepang kehilangan sasaran, dan semua pesawat telah meninggalkan area pertempuran pada pukul 23.35. Dalam kegelapan total, Louisville menarik Chicago yang dalam keadaan mati mesin, dan perlahan-lahan menuju ke selatan menjauhi daerah pertempuran, dikawal oleh sisa Satuan Tugas 18.
Aksi 30 Januari
Halsey segera mengambil langkah-langkah untuk melindungi Chicago yang sudah rusak. Kapal-kapal induk pengawal dimintanya untuk memastikan pesawat-pesawat patroli tempur dapat diberangkatkan setelah hari mulai terang. Satuan tugas Enterprise dimintanya untuk mendekat dan menambah jumlah pesawat patroli tempur kapal induk pengawal. Kapal tunda Navajo juga diminta untuk mengambil alih tugas menarik Chicago dari Louisville, dan terlaksana pada pukul 08.00. Antara saat fajar hingga pukul 14.00, sejumlah pesawat pengintai Jepang mendekati Satuan Tugas 18.
USS Louisville (kanan) sedang menarik Chicago pada pagi hari 30 Januari 1943. |
Meskipun semua akhirnya diusir oleh pesawat-pesawat patroli tempur, pesawat pengintai Jepang masih dapat mengamati dan melaporkan posisi Chicago. Pukul 12.15, 11 pengebom torpedo Tipe 1 dari Grup Udara 751 yang berpangkalan di Kavieng dan memakai Buka sebagai daerah singgahan, melakukan serangan terhadap kapal penjelajah Chicago yang sedang ditarik oleh kapal tunda. Kapal-kapal Amerika Serikat sudah mengantisipasi kedatangan pesawat-pesawat pengebom setelah adanya laporan berisi peringatan dari coastwatcher Australia di Kepulauan Solomon yang memperkirakan waktu kedatangan pesawat Jepang pada pukul 16.00. Meskipun demikian, Halsey memerintahkan kapal-kapal penjelajah lainnya untuk meninggalkan Chicago di belakang, dan menuju pelabuhan Efate di Hebrida Baru. Setelah melepas enam kapal perusak untuk melindungi Chicago and Navajo, armada Halsey sampai di Efate pada pukul 15.00.
Pada pukul 15.40, Enterprise berada 69 km (43 mil) dari Chicago. Sepuluh pesawat tempur dari Enterprise membentuk patroli udara tempur untuk melindungi Chicago yang sudah rusak. Empat pesawat patroli udara tempur yang melakukan pengejaran menembak jatuh satu pengebom Tipe 1 yang bertindak sebagai pemandu. Pada pukul 15.54, radar Enterprise mendeteksi kedatangan kawanan pesawat pengebom Jepang, dan meluncurkan 10 pesawat tempur tambahan untuk menyerang formasi pesawat Jepang. Namun kapal-kapal induk pengawal mengalami kesulitan teknis dalam meluncurkan pesawat-pesawat mereka hingga tidak dapat bergabung dengan formasi patroli udara tempur yang menyerang pesawat pengebom Jepang hingga pertempuran berakhir.
Serangan udara Jepang (garis merah terputus-putus) terhadap Chicago (titik kuning) pada 30 Januari 1943 pagi hari. Tanda panah hitam menunjukkan pesawat-pesawat tempur dari kapal induk. |
Pada awalnya, pesawat-pesawat pengebom Jepang tampak sedang mencoba mendekati dan menyerang Enterprise, tapi kemudian berbelok menuju Chicago setelah diserang oleh enam patroli udara tempur dari kapal induk Enterprise. Empat pesawat patroli udara tempur lainnya mengejar pesawat-pesawat pengebom Jepang dari Grup Udara 751 pada saat mereka masuk dalam jangkauan tembakan senjata antipesawat dari kapal penjelajah pengawal Chicago. Dua pesawat pengebom ditembak jatuh sebelum mereka dapat menjatuhkan torpedo. Enam pesawat pengebom Jepang ditembak jatuh tak lama kemudian, namun setelah mereka melepaskan torpedo-torpedo yang mereka bawa.
Satu buah torpedo menghantam kapal perusak USS La Vallette di bagian kamar mesin depan, menewaskan 22 awak kapal dan menimbulkan kerusakan berat. Chicago menjadi sasaran empat buah torpedo, sebuah torpedo bersarang di bagian depan anjungan, dan tiga torpedo lainnya mengenai bagian mesin. Nakhoda Chicago, Ralph O. Davis memerintahkan para awak untuk meninggalkan kapal, dan kapal penjelajah itu tenggelam, dimulai dari bagian buritan, 20 menit kemudian. Navajo dan kapal-kapal perusak yang mengawalnya berhasil menyelamatkan 1.049 awak kapal Chicago yang selamat, namun 62 awak kapal tewas. Serangan terakhir dari pesawat-pesawat pengebom torpedo Jepang gagal menemukan kapal-kapal Amerika Serikat yang lainnya. Navajo menarik La Vallette, dan semua kapal dari Satuan Tugas 18 yang tersisa dapat kembali ke pelabuhan Espiritu Santo tanpa ada insiden lebih lanjut.
Buntut Peristiwa
Jepang secara luas mempublikasikan kemenangan dalam Pertempuran Pulau Rennel, dan mengklaim telah menenggelamkan sebuah kapal tempur dan tiga kapal penjelajah. Sebaliknya pihak Amerika Serikat untuk beberapa lama berusaha menutup-nutupi tenggelamnya Chicago dari publik. Panglima Tertinggi Sekutu di Pasifik Laksamana Chester Nimitz bahkan mengancam akan "menembak" anak buahnya yang membocorkan rahasia tenggelamnya Chicago ke pihak pers. Halsey dan Nimitz menyalahkan Giffen sebagai penyebab kekalahan, dan menuliskannya dalam laporan resmi prestasi Giffen untuk periode tersebut. Kekalahan dan dakwaan terhadap diri Giffen tampaknya tidak terlalu buruk mempengaruhi karier Giffen. Ia melanjutkan karier sebagai komandan satuan tugas kapal penjelajah dan kapal tempur Sekutu di Pasifik hingga tahun 1944, dan kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi laksamana madya.
Sementara pesawat-pesawat Jepang disibukkan dalam pertempuran melawan pesawat patroli tempur Satuan Tugas 18, kapal-kapal angkut Sekutu berhasil menyelesaikan misi mereka mengganti sisa pasukan Marinir sepanjang dua hari terakhir bulan Januari 1943. Sekitar waktu yang bersamaan, satuan-satuan tugas Sekutu lainnya, termasuk dua satuan tugas kapal induk pesawat terbang ditempatkan di Laut Karang untuk mengantisipasi ofensif Jepang yang diperkirakan akan terjadi di selatan Kepulauan Solomon.
Namun pada kenyataannya, Jepang sedang melaksanakan operasi rahasia yang mengevakuasi sisa tentara Jepang dari Guadalkanal sepanjang tiga malam antara 2 Februari dan 7 Februari 1943. Setelah Satuan Tugas 18 dipaksa mundur, hanya ada sedikit kekuatan laut Sekutu yang tersisa di kawasan Guadalkanal sehingga Jepang berhasil mengambil sebagian besar dari sisa pasukan darat mereka, sementara Sekutu tidak menyadari adanya evakuasi hingga operasi selesai. Bermodalkan kesuksesan mereka dalam mengamankan Guadalkanal, Sekutu melanjutkan perang mereka melawan Jepang yang berpuncak pada kekalahan Jepang dan berakhirnya Perang Dunia II.
Sumber: http://id.wikipedia.org/
Artikel Lainnya:
No Response to "Pertempuran Pulau Rennell"
Posting Komentar