Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
Atas dukungan lobi Yahudi, maka Ronald Reagan terpilih menjadi Presiden AS setelah Carter. Setelah pemerintahan Bush, pemerintahan Reagan merupakan pemerintahan Amerika yang paling pro-Israel dan memberikan jabatan-jabatan politik strategis pada beberapa orang Zionis-Kristen terkemuka.
Reagan sendiri seorang Zionis-Kristen, juga Kepala Departemen Kehakiman Amerika Ed Meese, Sekretaris Departemen Pertahanan Casper Weinberger, dan Menteri Dalam Negeri James Watt.
Di saat kekuasaan Reagan-lah dimulai diselenggarakan seminar-seminar keagamaan di Gedung Putih secara teratur. Para tokoh Zionis-Kristen seperti Jerry Falwell, Mike Evans, dan Hal Lindsey, diundang untuk berbicara dan mengadakan kontak pribadi langsung dengan para pemimpin nasional dan Kongres.
Tahun 1982, Reagan mengundang Falwell untuk memberikan ceramah di depan pejabat Dewan Keamanan Nasional soal kemungkinan pecahnya perang nuklir melawan Russia. Dalam suatu percakapan pribadi dengan Tom Dine, seorang tokoh puncak Yahudi di American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), seperti yang dimuat dalam The Washington Post (April 1984), Reagan menyatakan,
“Anda tahu, saya berpaling kepada nabi-nabi kuno Perjanjian Lama dan kepada tanda-tanda yang meramalkan Perang Armageddon. Saya sendiri jadi bertanya-tanya, apakah kita ini akan melihat semuanya itu terpenuhi. Saya tidak tahu. Apakah Anda belakangan ini juga telah memperhatikan nubuat-nubuat para nabi itu; akan tetapi, percayalah kepada saya bahwa nubuat-nubuat itu menggambarkan masa-masa yang sekarang ini sedang kita jalani.”
Penerus Reagan, George HW Bush, Bill Clinton, dan George W. Bush, meneruskan upaya Reagan. Sekarang, disekeliling Bush bertebaran pendeta-pendeta Zionis-Kristen fundamentalis seperti Jerry Falwell, Pat Robertson, Hal Lindsey, Zola Levitt, Oral Roberts, Mike Evans, Tim LaHaye, Kenneth Copeland, Paul Crouch, Ed McAteer, Jim Bakker, Chuck Missler dan Jimmy Swaggart. Mereka membela kepentingan Israel lewat semua media yang dikuasainya.
Secara teratur, para pemimpin Kristen fundamentalis ini, bersama dengan organisasi-organisasi pro-Israel yang mereka pimpin, menjangkau lebih dari 100 juta orang Kristen Amerika, dan lebih dari 100 ribu pendeta. Jumlah dana operasional mereka konon mencapai US$ 300 juta setahun. Merekalah aktor intelektual bagi dukungan membabi-buta Amerika terhadap Zionis-Israel sampai saat ini.
Hal Lindsey dengan tegas menyamakan orang Kristen yang anti-Zionisme sebagai pendukung Nazisme yang anti-Semit. Sedang Jerry Falwell adalah pendeta dari Thomas Road Baptist Church. Ia juga mendirikan Baptist Liberty University di Lynchburg, Virginia. Mahasiswanya berjumlah 10.000 orang. Jerry Falwell Ministries mendanai Jaringan Siaran TV Liberty dan program bersama Old Time Gospel Hour yang disiarkan 350 stasiun TV dunia dan memiliki anggaran sebesar US$ 60 juta per tahun.
Tahun 1979, Falwell mendirikan Moral Majority sebagai bagian dari usahanya untuk menjadikan Amerika bangsa bermoral, anti terhadap homoseksualitas, aborsi, pornografi, dan dosa-dosa sosial lainnya. Walau demikian, dalam ceramah-ceramahnya, Falwel kerap melakukan penghinaan terhadap Islam dan sebagian orang-orang Kristen yang masih saja ragu mendukung Zionis-Israel.
Disebabkan pembelaannya yang begitu gigih terhadap Zionisme, tahun 1979 Falwell menerima hadiah sebuah pesawat jet dari Israel. Falwell pula, orang non-Yahudi pertama yang dianugerahi medali Vladimir Ze’ev Jabotinsky, sebuah penghargaan untuk mereka yang berjuang bagi keunggulan Zionis, yang diserahkan langsung oleh PM Menachem Begin di tahun 1980.
Jabotinsky adalah pendiri Zionisme Revisionis dan berpandangan bahwa orang-orang Yahudi memiliki mandat ilahi untuk menguasai dan menduduki “kedua tepi (barat dan timur) Sungai Yordan” dan tidak tunduk pada hukum internasional.
Maret 1985, Falwell berjanji di hadapan Majelis Para Rabbi konservatif di Miami akan menyumbangkan 70 juta orang Kristen-Zionis bagi Israel.
Sebab itu, Januari 1998, ketika PM Israel Benjamin Netanyahu berkunjung ke Washington, yang pertama dijumpainya bukan Presiden Clinton, tetapi Falwell dan The National Unity Coalition for Israel, yang menghimpun lebih dari 500 tokoh Kristen-Zionis. Kali ini, Falwell berjanji akan menghubungi 200.000 pendeta dan pemimpin gereja untuk mendesak Clinton mengakhiri tekanannya pada Israel yang mau memaksa negeri Zionis ini taat pada kesepakatan Oslo (Declaration of Principles) yang ditandatangani di Washington, 13 September 1993.
Dukungannya kepada Zionis-Israel, secara simetris juga berarti kebencian yang vulgar terhadap Islam. Pada 8 Oktober 2002, di depan jaringan televisi nasional Amerika, Falwell tanpa risih sedikit pun berceramah dan menyatakan jika Rasulullah SAW itu seorang teroris.
Nubuatan Millenium Ketiga
Mereka inilah yang sesungguhnya berada di balik segala kebijakan Bush dan kelompok Neo-Konservatif Gedung Putih, yang bertujuan menguasai dunia. Serangan ke Afganistan dan Irak, oleh mereka, dikatakan sebagai bagian dari nubuatan Tuhan menjelang datangnya The Second Coming atau Maranatha yang diyakininya akan tiba tidak lama lagi, dalam era millennium ketiga.
Bukanlah tanpa rencana dan persiapan matang ketika mantan Presiden Irak Saddam Hussein digantung pada pagi hari bersamaan saat umat Islam sedunia merayakan Hari Raya Kurban. Pemilihan momentum ini seolah mengejek umat Islam bahwa jika umat Islam mengorbankan hewan, maka Zionis Sedunia bisa mengorbankan seorang Muslim bernama Saddam Hussein. Ini adalah ejekan teramat kasar.
Dalam keyakinan Zionis-Kristen fundamentalis yang berpusat di AS, di era millennium ketiga ini segala nubuatan Tuhan akan terjadi. Inilah era kedatangan kembali Tuhan Yesus dalam wujud Tuhan seutuhnya, yang akan memimpin mereka menguasai dunia dan menciptakan surga dunia.
Namun untuk sampai pada nubuatan ini ada syarat-syaratnya, di antaranya adalah menghabisi musuh—maksudnya umat Islam—dalam Perang Armageddon dan terbentuknya The Great Israel yang meliputi seluruh Tanah Palestina, Yordania, Lebanon, dan mencaplok negara-negara tetangga seperti Irak, Kuwait, Saudi Arabia, dan Mesir.
Setelah The Great Israel terbentuk maka mereka akan mendirikan kembali Haikal Sulaiman dan menjadikannya sebagai pusat segala agama dan pemerintahan dunia. Saat inilah datangnya era The New World Order di mana Kabbalah menjadi agama dunia. Saat ini juga mereka akan membuka kedoknya bahwa mereka itu bukanlah pemeluk Kristen dan juga bukan pemeluk agama-agama mana pun.
Mereka akan membuka kedok bahwa merekalah budak-budak setan yang akan menghancurkan semua agama samawi yang ada. Inilah tujuan utama dari Zionis-Kristen AS sebagai pelindung dan pelaksana rencana-rencana jahat Yahudi Talmudian.(Rz)
End
Sumber: http://www.eramuslim.com/
Artikel Lainnya:
1 Response to Eksekusi Saddam dan Keyakinan Zionis-Kristen Amerika Tentang Nubuatan "Millenium Sejahtera" (End)
Saya seorang Kristen,dan saya lebih sepakat klo qt mengatakan Kristen pendukung negara Israel bukanlah Kristen yg sebenarnya dan bukan hanya umat Islam saja yg di zolimi tapi semua Agama dan kepercayaan...
bnyk jga Tokoh Kristen yg berjuang demi Palestina termasuk org2 Yahudi ortodoks semisal perkumpulan 'Naturei Karta'
TEOLOGI PEMBEBASAN PALESTINA
Posisi Kristen dalam gerakan Intifadha dan perjuangan Palestina pada umumnya, juga ditulis oleh teolog Pembebasan Palestina, Naim S.Ateek dalam bukunya, Justice, and Only Justice. A Palestinian Theology of Liberation dan Faith and The Intifadha: Palestinian Christian Voices. Perlu ditambahkan di sini, teologi Pembebasan Palestina adalah refleksi teologis Kristen Palestina terhadap situasi yang dialami oleh rakyat Palestina, khususnya dalam menghadapi ketidakadilan Barat dan Israel.
Tokoh-tokoh teologi Pembebasan Palestina, antara lain: Abba Mitri Raheb dari Bethlehem, Uskup Munib A.Younan dari Ramallah, dan Abba H.Shehadeh dari Shabaram, Galilea. Berbeda dengan teologi Pembebasan di Amerika Latin yang menggunakan “pisau analisa” Marxis, teologi Pembebasan Palestina sepenuhnya adalah refleksi Kristen setempat, yang berangkat dari kondisi riil rakyat Palestina. Pokok-pokok pemikiran teologi Pembebasan Palestina hendak menjawab pergumulan ini:
1. Cara pendekatan terhadap Alkitab yang melulu dipandang dari sudut Israel, tentu telah melahirkan sikap “menghalalkan segala cara” asal untuk kepentingan Israel, dan itu berarti mengorbankan orang Palestina. Maksudnya, Alkitab ditarik untuk kepentingan kelompok tertentu dengan mengorbankan manusia yang lain yang juga sama-sama umat Allah. Akibatnya, Kitab Suci yang satu dan sama itu menjadi “berkat bagi Israel, dan kutuk bagi Arab-Palestina”.
2. Bagaimana menjawab klaim kelompok Yahudi (yang didukung kelompok Kristen Injili Amerika) tentang penguasaan terhadap “Tanah Suci”, khususnya Yerusalem, yang dikaitkan dengan kembalinya umat Yahudi diaspora pada tahun 1948. Padahal realitanya sekarang tanah Palestina telah menjadi “wathan” (tanah air) bersama Israel dan Palestina, dengan tetap memelihara identitas Yahudi, Kristen dan Islam. Tidak bisa menghapuskan salah satu identitas ketiga iman rumpun Ibrahim tersebut.
3. Menghadapi klaim-klaim teologis, baik Yahudi ataupun Islam, umat Kristen merefleksikan bagaimana keadilan Allah dalam kasus yang tak kunjung selesai. Dalam Kristus, Allah tidak hanya mengasihi umat Israel, tetapi juga seluruh dunia (cf. Yohanes 3:16, Liannahu hakadza ahaba Ilahu ‘alam), termasuk bangsa Palestina juga.
4. Berdasarkan hal itu semua, bagaimanakah sekarang tugas orang beriman dalam menciptakan perdamaian di Palestina. Berdasarkan bunyi Manifesto Nazaret, bahwa Yesus diutus untuk “… menyampaikan kabar baik untuk orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang, tawanan, penglihatan kepada orang buta, membebaskan orang-orang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Lukas 4:18-19). Mengacu pada sabda Yesus, Thuba lishaani’is salaami, liannahum abbna’a Ilahu yud’uun (Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah), para teolog pembebasan mengajak semua orang Kristen memberlakukan sabda Yesus tersebut dalam konteks Palestina-Israel sekarang.
[1] ) Presiden Arafat selalu berpidato di Gereja al-Ma’had setiap Natal (‘Idul Milad), suatu peristiwa yang justru tidak pernah terjadi di negara Israel yang Yahudi. Ketika pemerintah Israel melarang Arafat berpidato di Gereja, ia tetap menyelenggarakan Natalan di istana Ramallah yang dihadiri 19 denominasi gereja di Tanah Suci (Al-Ru’ya, 26 Desember 2001).
Posting Komentar