Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,
Jawa: Nubuat

Dalam kitab Djayabhaya, Raja Hindu yang memerintah kerajaan Jawa delapan abad yang lalu, itu tertulis bahwa orang kulit putih akan datang satu hari ke Indonesia. Ia akan tinggal untuk menguasai pulau-pulau bertahun-tahun. Kemudian, untuk tiga tahun “kehidupan ayam betina,” pria kuning akan memerintah. Dan setelah tiga tahun, orang-orang akan mengatur dirinya sendiri.

Pekan lalu orang kulit putih yang digulingkan kembali ke Hindia Belanda, tetapi dalam gaya remeh. Orang kulit kuning yang menguasai sudah luluh lantak, tetapi ia tidak pergi. Keduanya dari mereka telah kehilangan muka. Dari rakyat yang tertidur mendadak bangkit dengan semangat memerah darah mencari pemenuhan atas Djayabhaya nubuat. Untuk saat kekosongan, tidak ada yang berkuasa di Indonesia.

Taruah yang tinggi. Selain pertanyaan sederhana mengenai kedaulatan – dan pertanyaan kompleks satu orang benar atau kewajiban untuk memiliki lain – termsuk kekayaan Hindia. Mereka berbaring di sebuah galaksi dari 3.000 pulau-pulau yang subur, duduk mengangkang ekuator dan dihuni oleh masyarakat polyphyletic terdiri atas 72 juta jiwa.

Kekaisaran siapa? Belanda masuk ke Indonesia pada 1595. Membangun kerajaan mereka dengan East India Company segera memulai proses tamak yang mengurangi banyak hak atau domain pangeran pribumi selama satu setengah abad. Sejak saat itu, kecuali pendudukan singkat Inggris (1811-16), Hindia merupakan properti Belanda hingga Perang Dunia II.

Orang-Orang Belanda mengeksploitasi kepulauan menjadi sebagai salah satu perkebunan luas, yang mampu menyalur lada, kopi, karet, timah, minyak dan kulit pohon kina dalam perdagangan dunia alih-alih sebagai milik mereka, kurang rakus pasar dalam negeri. Mereka membarat-baratkan atau mengkristenkan budaya yang lama (terutama Islam). Mereka tidak bertujuan untuk menghapuskan perbudakan hingga AS melakukannya, Indonesia tidak memberikan suara pada pemerintah sampai abad ini.

Tetapi sebagai kekuatan kolonial pergi, belanda yang tercerahkan. Setelah menjadi bapak Eurasia, mereka menerima mereka ke dalam kehidupan sosial dan politik sepanajang 9.900 mil yang menghubungkan Amsterdam – Batavia sebagai sumbu. Selama 125 tahun terakhir, penduduk asli Jawa telah membengkak dari empat juta menjadi 44 juta. Pulau adalah dunia yang paling padat penduduknya daratan.

Mencicit ke bawah. Nasionalisme dibesarkan yang lemah lembut kepalanya di Jawa satu generasi yang lalu. Sebuah hasil dari pendidikan pribumi oleh Belanda, cicitan pertama pada tahun 1908 adalah yang aman & waras yaitu perkumpulan Boedi Oetomo (Berupaya tinggi), yang didirikan oleh beberapa bangsawan mahasiswa Kedokteran Jawa. Sebuah perkumpulan dari kelompok beraliran sama mengikutinya. Dalam satu dekade nasionalis seperti Soekarno yang berwajah halus, pandai bicara, lulusan teknik dari Universitas Teknik Bandung, dan Mohammad Hatta, yang bersekolah ke Amsterdam University, sedang bersiap dengan ide berani. Mereka telah mendengar hal seperti komunisme, penentuan nasib sendiri, revolusi. Dalam usia 20an yang masih bersemangat mereka sempat merasakan sebentar di penjara. Soekarno, yang tidak menggunakan nama lain, adalah pendiri utama PNI, (untuk Partai Nasional Indonesia), yang oleh Belanda pada tahun 1929 menjadi tamparan hebat. Meskipun demikian-kecuali di kemudian hari karier dia bisa menjadi Indonesia’s George Washington.

Jepang sang penakluk api nasionalis. Mereka memenjarakan Gubernur Jenderal berkepala dingin A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, yang kaku, dan beraliran Pegawai kuno. Setiap orang Belanda yang mereka temukan diletakkan di balik jeruji besi. Semua melalui kekuasaan manusia kuning yang hanya semasa hidup ayam betina, dengan propaganda rasis-nya yang tidak terbantahkan. Indonesia tidak pernah mendengar janji Ratu Wilhelmina, yang tersiar luas setahun setelah Pearl Harbor, untuk memberi mereka kemitraan penuh dengan Belanda sesudah perang.

Selamat datang. Orang Eropa masih berada di penjara ketika Sekutu kembali September 30. Tapi Soekarno tidak. Melalui lateral yang tidak dapat dipercaya, Jepang telah memasang dia sebagai “Presiden Republik Indonesia.” Mohammad Hatta sangat nyaman bersamanya di Batavia sebagai Wakil President.

Pada minggu lalu Inggris, diisi dengan pemberitahuan pendek pembebasan Asia Tenggara, menyesal sepasang kebijakan salah, yang sudah sudah terjungkir-balik: 1) hanya menduduki kota-kota terbesar di Jawa, berbagi tugas kepolisian dengan pasukan Jepang; 2) memperlakukan Soekarno sebagai pemerintahan de facto.

Dengan lihai tentara bersenjata Jepang nasionalis (PETA) menjadi para perusuh, yang mengamuk dari Depok ke Bandung, Semarang ke Surabaya. Merah & putih bendera “republik” berkibar di banyak tempat yang terjadi pembunuhan dgn perampokan. Kaum nasionalis rupanya belajar banyak tentang terorisme dari Jepang; mereka bertempur sengit dalam pertempuran dengan Inggris, Belanda dan pasukan Jepang, melemparkan tim penyelamat tawanan Sekutu ke penjara, menempati rumah sakit, kamp-kamp penawanan, lapangan udara. Soekarno menangkisnya dengan “perang suci” deklarasi yang disiarkan radio nya. Hatta berteriak: “Ini perang atau revolusi selama bertahun-tahun!” Apa pun itu, itu jelas di luar kendali.

Pembebasan datang di tumit Belanda sendiri, terlihat Belanda belum siap. Pekan lalu, ketika mereka berusaha untuk memperkuat pasukan mereka di Hindia, perpecahan menunjukkan kebijakan mereka sendiri. Di Den Haag, Gubernur Jenderal van Starkenborgh. kuat seperti biasa untuk prestise, berhenti daripada berurusan dengan penduduk asli. Tetapi Gubernur Letnan Jenderal Hubertus J. van Mook, yang berpengalaman di Hindia, sudah siap untuk berurusan dengan mereka, kalau tidak dengan Jepang-melayani Soekarno sendiri, di Batavia.

Di akhir minggu, di tengah kerusuhan baru, Soekarno merebut perhatian dan menjadi headline, menyerukan kepada Presiden Truman untuk menghentikan penggunaan seragam dan peralatan US oleh penembak-penembak Belanda. Apa yang paling dikawatihkan belanda adalah pertanyaan besar: berapa banyak nasionalisme yang telah meningkat di antara jutaan penduduk yang bersikat tenang di Indonesia sebagai akibat dari aturan manusia kuning? Dan bagaimana ramalan Raja Djayabhaya keluar?

Time Magazine

Monday, Oct. 29, 1945
Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Ramalan Prabu Jayabaya yang Dimuat Majalah Time"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments