Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
,
Perang di Indonesia
Jepang selalau menyiarkan bahwa Rakyat Indonesia (Hindia Belanda pada saat itu) senang terhadap kehadiran mereka, akan tetapi kondisi yang sebenarnya tidaklah seperti yang Jepang selalu katakan di dunia internasional.
Dalam masa penjajahan Jepang telah menimbulkan berbagai kerugian terutama dalam pertanian dan perkebunan, banyak pertanian dan perkebunan yang dulu mampu nyanggah ekonomi Negara dihancurkan oleh Jepang. Perkebunan karet, perkebunan teh dihancurkan, kemudian para pekerja yang dulu bekerja diperkebunan tersebut diusir sehingga mereka tidak memiliki pekerjaan lagi. Daerah-daerah pertanian yang dulu mampu menghasilkan tanaman pangan untun memenuhi kebutuhan makanan rakyat, dihancurkan dan alihkan menjadi bududaya tanaman kapas dan tanaman lain yang mampu menyokong perekonomian Jepang pada saat perang.
Sebagai akibat dari tindakan Jepang itu, rakyat menjadi kekurangan pangan, beras yang menjadi makanan pokok harus dijatah, tidak hanya itu obat-obatan, sabun, dan pakaian juga sangat susah untuk didapat, sehingga mengakibatkan kekurangan pangan, kondisi kesehatan menurun, tidak higenis, dan kekurangan pakaian atau dapat dikatakan setengah telanjang.
Jepang pada saat itu juga mengeluarkan peraturan penetapan harga jual kapas, yaitu untuk 136 pond kapas yang dijual kepada pengepul yang ditunjuk oleh Pemerintah Otoritas Jepang, akan mendapatkan discount untuk membeli sarung yaitu setengah harga. Dengan itu orang akan berusaha untuk menanam kapas yang lebih banyak agar kebutuhan pakaian terpenuhi, sehingga sela-sela halaman rumah milik rakyat Indonesia yang biasanya ditanami tanaman pangan, dengan terpaksa ditanami kapas agar bisa mendapatkan pakaian. Rakyat Indonesia saat itu tidak punya pilihan banyak antara kelaparan atau tidak memakai pakaian alias telanjang.
Kekurangan ini sangat tidak sepandan dengan pengorbanan Rakyat Indonesia yang harus membajak sawah, menanam, dan memanen hanya untuk demi kepentingan perekonomian Jepang untuk menunjang perang yang mereka jalani, dari sinilah timbul pergerakan untuk bebas dari penjajahan, baik secara kooperatif ataupun gerakan bawah tanah yang dipelopori oleh Sutan Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin.
Kejadian ini diberitakan oleh The Sydney Morning Herald, pada tanggal 15 Oktober 1943.
Artikel Lainnya:
No Response to "Masa Kelam Selama Penjajahan Jepang"
Posting Komentar