Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,
Interahamwe (Kinyarwanda berarti "orang-orang yang berdiri bersama" atau "orang-orang yang bekerja bersama" atau "orang-orang yang berjuang bersama") adalah sebuah organisasi paramiliter Hutu. Pemberontak ini berdiri selama pemerintahan Hutu yang membawa pada, selama, dan setelah Genosida Rwanda. Sering diklaim dalam media Barat bahwa banyak pembunuhan dilakukan oleh Interahamwe, tapi pemantau didarat menuduh Impuzamugambi.

Organisasi dan Sejarah

Robert Kajuga adalah Presiden Interahamwe. Wakil Presiden Interahamwe adalah Georges Rutaganda. Interahamwe dibentuk oleh kelompok pemuda lelaki Hutu yang melakukan Genosida Rwanda terhadap suku Tutsi tahun 1994. Interahamwe membentuk Sistem Radio Genosidal yang digunakan untuk memberitahukan dimana Tutsi bersembunyi.

Setelah penyerangan ibukota Rwanda Kigali oleh Front Patriot Rwanda Tutsi (RPF), banyak warga sipil Rwanda dan anggota Interahamwe dievakuasi ke negara sekitarnya, khususnya Zaire, sekarang Republik Demokratik Kongo dan Tanzania. Sangat mungkin untuk membawa Interahamwe ke pengadilan karena tidak memakai seragam atau memiliki kelompok tergabung atau pengikut. Mereka adalah warga, teman dan pekerja Tutsi. Selama perang, anggota Interahamwe pindah ke kamp pengungsi dan dipindahkan secara internal. Di sana, korban dicampur dengan musuh dan hingga hari ini tidak dapat dibuktikan siapa yang membunuh. Dengan rezim Kagame yang masih berkuasa, anggota masih melakukan serangan perbatasan dari kamp pengungsi.

Selama perang, ratusan ribu pengungsi Hutu Rwanda dibawa ke Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo), bersama dengan anggota Interahamwe lainnya, Penjaga Presiden, dan RGF, secara keseluruhan disebut Rassemblement Démocratique pour le Rwanda (secara kasar, Pengungsi Demokratik Rwanda). Setelah pengumpulan sejumlah Hutu Kongo organisasi ini menggunakan nama Armée de Libération du Rwanda (ALiR).

Asal Nama

Nama Interahamwe dapat diterjemahkan sebagai "orang-orang yang bekerja bersama". Interahamwe dapat dipisah menjadi: Intera dari kata gutera, berarti "bekerja". Hamwe berarti "bersama" dan berhubungan dengan kata rimwe yang berarti "satu".

Penutur Inggris sering mengucapkan in-ter-a-ham-we, meskipun kadang-kadang i-nhe-ra-ha-mwe dalam Kinyarwanda. Tetapi, orang Rwanda ketika berbicara bahasa Inggris akan mengucapkannya dalam cara Inggris. Perbedaannya dapat ditemukan dengan mendengar Paul Rusesabagina dalam fitur Return to Rwanda di DVD Hotel Rwanda, dan penerjemah bagi orang selamat dari pembantaian Nyarubuye dalam "Frontline" Ghosts of Rwanda. Di Hotel Rwanda, nama itu salah diucapkan sebagai "Interhamwe" (in-tər-ham-we).

Pembantaian Etnis

Pembantaian suku Tutsi.
Pembantaian massal di Rwanda atau dikenal Genocide Rwanda terjadi selama 100 hari pada tahun 1994. Tragedi tersebut adalah sebuah pembantaian 800.000 suku Tutsi dan Hutu moderat oleh sekelompok ekstremis Hutu yang dikenal sebagai Interahamwe yang terjadi dalam periode 100 hari pada tahun 1994.

Pembantaian bermula pada tanggal 6 April 1994, ketika Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana menjadi korban penembakan saat berada di dalam pesawat terbang. Saat itu, Habyarimana yang berasal dari etnis Hutu berada dalam satu heli dengan presiden Burundi, Cyprien Ntarymira. Mereka baru saja menghadiri pertemuan di Tanzania untuk membahas masalah Burundi. Sebagian sumber menyebutkan pesawat yang digunakan bukanlah helikopter melainkan pesawat jenis jet kecil Dassault Falcon. Peristiwa penembakan keji itu diduga terjadi untuk unjuk protes terhadap rencana Presiden Habyarimana yang berencana melakukan persatuan etnis di Rwanda dan pembagian kekuasaan kepada etnis-etnis yang cukup majemuk di Rwanda. Pada tahun 1990, Habyarimana memiliki gagasan membentuk suatu pemerintahan yang melibatkan tiga etnis di Rwanda yakni Hutu (85%), Tutsi (14%) dan Twa (1%). Untuk diketahui, pada saat itu, jumlah penganut Kristen Katholik 56.5%, Protestan 37.1%, Islam 4.6%, Tidak beragama 1.7%, dan pribumi 0.1%.

Habyarimana mengangkat perdana menteri Agathe Uwilingiyama dari suku Tutsi. Pengangkatan pejabat pemerintah yang berasal dari suku yang berlainan ini tidak diterima oleh kelompok militan yang ingin mempertahankan sistem pemerintahan yang dimonopoli satu suku. Konsep pemerintahan power sharing yang melibatkan banyak suku ini tercantum dalam Piagam Arusha (Arusha Accord) pada tahun 1993, di mana dalam piagam itu disebut jabatan-jabatan pemerintahan Rwanda, tidak lagi 100% dimiliki oleh suku Hutu. Piagam berisi persetujuan agar suku-suku lainnya juga memiliki hak yang sama seperti suku Hutu. Militan mengangkat planning ini sebagai bentuk ancaman eksistensi suku Hutu dalam pemerintahan, walaupun Habyarimana sendiri juga berasal dari suku Hutu.

Meskipun pelaku penembakan masih simpang siur dan tidak diketahui dengan pasti, tetapi kematian Habyarimana menjadi alasan untuk memberlakukan pembunuhan massal (Genocide) terhadap etnis Tutsi secara terencana dan terorganisir oleh kumpulan militan teroris. Kumpulan militan ini bahkan membentuk Sistem Radio Genosidal yang digunakan untuk memberitahukan dimana Tutsi bersembunyi. Dalam jangka 100 hari sejak kematian Habyarimana, sekitar 800.000 atau bahkan hampir 1.000.000 warga etnis Tutsi mati secara keji dan mengerikan.

Pembantaian tak berperkemanusiaan.
Setelah kematian sang presiden, Pasukan khusus Pengawal Presiden yang dibantu instruktur Perancis segera melakukan aksi cepat, dan menjalin bekerja sama dengan kelompok paramiliter Rwanda, Interahamwe dan Impuzamugambi.

Penyerangan dimulai dari ibu kota Rwanda. Kemudian ketiga kelompok bersenjata itu mulai membunuh siapa saja yang mendukung piagam Arusha tanpa mempedulikan status jabatan dan sebagainya. Perdana Menteri Rwanda, yang berasal dari suku Tutsi tak lepas dari pembunuhan kelompok bersenjata. Selain dia, masih ada nama-nama dari kalangan menteri, pastor dan siapa saja yang mendukung maupun terlibat dalam negosiasi piagam Arusha, dibantai.

Anak-anak korban pembantaian
Sebagian besar korban dibiarkan tergeletak begitu saja dan tidak dimakamkan secara layak. Paling umum saat itu hanyalah ditimbun dengan tanah sekedarnya. Dalam memory, Pegunungan Gisozi menjadi tempat pemakaman massal. Di tempat ini diperkirakan terdapat 250.000 jasad warga tak berdosa korban konspirasi keji.

Kelompok militan yang berasal dari suku Hutu ini membunuh semua penduduk Rwanda yang berasal dari suku Tutsi, tanpa diberi hak untuk membela. Jumlah penduduk Hutu ini mayoritas dan pemeluk agama yang mayoritas saat itu adalah Kristen.
Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Pemberontakan Interahamwe"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments