Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,
Revolusi Februari 1917 – yang telah berhasil menggulingkan rezim Tsar tua – tidak mampu menuntaskan salah satu tugas dari revolusi nasional-demokratik: reformasi tanah, membangun republik demokratis dan masalah kebangsaan. Revolusi ini bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling dasar dari massa – mengakhiri pembantaian imperialis dan memberi kesimpulan yang jelas mengenai perdamaian demokratis. Singkatnya, rezim Kerensky, dalam perjalanannya yang telah berlangsung sembilan bulan terbukti tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling dasar rakyat Rusia. Ini adalah fakta, dan hanya inilah memungkinkan Bolshevik mengambil alih kekuasaan dengan dukungan mayoritas rakyat yang paling menentukan.

Selama sembilan bulan, antara bulan Februari dan Oktober, soviet-soviet merepresentasikan kekuasaan tandingan dalam Pemerintahan Sementara. Inilah periode "kekuasaan ganda". Oleh karena itu, Bolshevik terus-menerus mengajukan tuntutan fundamental yang menjadi keinginan mayoritas rakyat: "All power to the soviets!; Seluruh kekuasaan untuk soviet-soviet!"

Di dalam asal-usulnya, soviet – sebuah bentuk organisasi paling demokratis dan fleksibel dalam representasi popular – hanyalah sebuah komite pemogokan yang longgar yang pertama kali lahir pada saat Revolusi 1905. Lahir di dalam perjuangan massa, soviet (atau dewan) mengayun cukup jauh, dan akhirnya berubah menjadi organ-organ yang memiliki posisi tawar dalam pemerintahan. Selain soviet-soviet lokal, yang dipilih di tiap-tiap kota kecamatan dan desa-desa, juga terdapat soviet-soviet yang dipilih di tiap-tiap kota besar, kota-kota propinsi, dan kota-kota kabupaten, dan selanjutnya, delegasi-delegasi tersebut dipilih untuk menduduki Komite Eksekutif Sentral Soviet Seluruh Rusia di Petrograd. Para delegasi yang dipilih dari setiap unit kerja menjadi Deputi Soviet Buruh, Tentara dan Petani, dan tunduk pada recall setiap saat. Tidak ada elit birokrasi. Tidak ada wakil atau pejabat yang menerima upah melebihi seorang pekerja terampil.

Setelah memenangkan Partai Bolshevik untuk tujuan revolusi baru yang dipimpin oleh kelas buruh, Lenin menunjukkan langkah berikutnya, yaitu memenangkan massa. Tidak ada yang lebih benar daripada para penulis Barat kecuali provokasi menyudutkan yang diulang-ulang, bahwa Lenin adalah seorang konspirator, berusaha keras merebut kekuasaan dengan dukungan minoritas kaum revolusioner, seperti yang dianjurkan oleh Blanqui, salah seorang tokoh Revolusi Prancis abad ke-19. Tanpa meragukan kesungguhan hati dan heroisme Blanqui, yang mengembangkan wawasan penting tentang teknik pemberontakan, Lenin tidak pernah memiliki pandangan bahwa revolusi sosialis bisa dibawa oleh sebuah minoritas. Sepanjang hidupnya, Lenin mempertahankan keyakinan yang membara terhadap kekuatan revolusioner dan kapasitas yang kreatif dari kelas pekerja. Sosialisme harus didasarkan pada gerakan proletariat sendiri, partisipasi aktif dan kontrol masyarakat dari saat pertama. Bahkan sebelum Lenin kembali ke Rusia, terdapat sejumlah anggota Bolshevik yang, termotivasi oleh ketidaksabaran, bergerak memajukan slogan "Gulingkan Pemerintahan Sementara". Ini merupakan slogan ultra-kiri, karena massa buruh masih di bawah pengaruh para pemimpin reformis dalam soviet-soviet yang mendukung Pemerintahan Sementara. Tugas yang dihadapi Partai Bolshevik pada tahap tersebut bukanlah perebutan kekuasaan, tetapi penaklukan massa. Ide ini diringkas dalam semboyan terkenal Lenin: Dengan sabar menjelaskan!

Partai Bolshevik telah berhasil memenangkan sejumlah besar lapisan kelas yang paling sadar dan maju. Pengaruh mereka, terutama di Petrograd, tumbuh perjam. Tetapi itu belum cukup. Dalam rangka untuk mengubah masyarakat, tidak cukup hanya dengan dukungan dari barisan depan, atau hanya menjadi partai dengan anggota puluhan ribu. Perlu juga memenangkan jutaan kaum pekerja yang terbelakang dalam level politik, dan, dalam kasus Rusia, setidaknya sebagian besar kaum tani, dimulai dengan kaum tani miskin, kaum proletar pedesaan dan kaum semi-proletar. Pada musim semi tahun 1917, tugas besar ini bahkan dimulai sejak awal. Hal ini penting, bahwa kaum pekerja Bolshevik membuka jalan ke semua kelas, terutama di propinsi-propinsi, yang tengah berada dalam ilusi para pemimpin reformis. Perlu juga berbicara kepada mereka dalam bahasa yang mereka bisa mengerti, dan menghindari gerakan ultra-kiri yang, tentu, akan membuat mereka menjauhi kaum Bolshevik.

Lenin memahami bahwa kelas buruh belajar dari pengalaman, terutama pengalaman dari peristiwa-peristiwa besar. Satu-satunya cara – bagi sebuah tendensi revolusioner yang saat itu minoritas – untuk bisa memperoleh telinga massa adalah dengan mengikuti rangkaian peristiwa-peristiwa bersama-sama dengan massa, berpartisipasi tiap hari dalam perjuangan yang tengah terbentang, memajukan slogan yang sesuai dengan tahapan riil dari gerakan ini, dan dengan sabar menjelaskan kebutuhan untuk transformasi yang lengkap dalam masyarakat sebagai satu-satunya jalan keluar. Seruan lantang ke arah pemberontakan dan perang sipil tidak akan memenangkan massa, atau bahkan bagi termaju, tetapi hanya akan mengusir mereka. Perspektif dan tinadakan Bolshevik ini sangatlah tepat dan konsisten, bahkan ketika sedang berada di tengah-tengah revolusi.

Menyadari bahwa kelas penguasa ingin memprovokasi pekerja ke dalam tindak kekerasan dini, Lenin mencela mereka yang menuduhnya berdiri untuk perang sipil. Lenin berulang kali membantah tuduhan bahwa Bolshevik berdiri untuk melakukan aksi kekerasan. Bolshevik bukanlah gerakan ultra-kiri yang yang gagal memahami bahwa sembilan puluh persen tugas revolusi sosialis adalah karya memenangkan massa dengan propaganda, agitasi, menjelaskan dengan sabar dan organisasi. Tanpa ini, seluruh pembicaraan mengenai perang sipil dan pemberontakan adalah adventurisme yang tidak bertanggung jawab, atau, seperti yang sering disebut-sebut dalam terminologi ilmiah Marxisme, Blanquisme.

Berikut adalah apa yang dikatakan Lenin tentang hal ini: "Untuk berbicara mengenai perang sipil, sebelum orang-orang menyadari kebutuhanannya, tidak diragukan lagi akan terjerumus ke dalam Blanquisme."

Itu bukanlah cara Bolshevik, tetapi tindakan kaum borjuis dan sekutu reformisnya yang terus-menerus mengangkat momok kekerasan dan perang sipil. Lenin berulang kali membantah setiap pendapat yang menyatakan bahwa kaum Bolshevik menganjurkan langkah kekerasan. Pada tanggal 25 April, Lenin memprotes, dalam Pravda, terhadap "tuduhan-tuduhan gelap" dari "Menteri Nekrasov" mengenai “anjuran kekerasan" oleh Bolshevik: "Anda, Bapak Menteri, seorang anggota yang sangat berjasa dari sebuah partai 'pembebasan rakyat', telah berbohong . Yang menganjurkan kekerasan ini adalah Tuan Guchkov, ketika dia mengancam untuk menghukum para prajurit karena menolak otoritas. Ini adalah Russkaya Volya, surat kabar pengacau milik kaum 'republiken', sebuah surat kabar yang ramah menyapa kalian, yang menganjurkan kekerasan.”

"Pravda dan para pengikutnya tidak memberitakan kekerasan. Sebaliknya, mereka menyatakan paling jelas, tepat, dan pasti bahwa upaya utama kita sekarang adalah harus berkonsentrasi menjelaskan kepada massa proletar mengenai problem-problem keproletariatannya, sebagaimana dibedakan dengan kelas borjuis kecil yang telah menyerah pada buaian chauvinis.”

Pada tanggal 21 April, Komite Sentral Bolshevik mengedarkan resolusi yang ditulis oleh Lenin. Tujuan resolusi itu adalah untuk menahan kepemimpinan lokal Petrograd yang tengah bergerak mendahului waktunya. Hal ini bertujuan untuk meminta tanggungjawab atas seluruh kekerasan pada Pemerintahan Sementara dan para pendukungnya, dan untuk menuduh "minoritas kapitalis yang enggan tunduk kepada kehendak mayoritas". Berikut sebagian isi dari resolusi tersebut:

"Para propagandis dan para pembicara partai harus menyangkal kebohongan hina dari surat kabar-surat kabar kapitalis dan para pendukungnya yang menyatakan bahwa kami (Bolshevik, pen.) tengah mengeluarkan ancaman perang sipil. Ini adalah sebuah kebohongan yang tercela, hanya karena pada saat ini, selama kapitalis dan pemerintah mereka tidak bisa dan tidak berani menggunakan kekuatan untuk melawan massa, selama massa tentara dan kaum pekerja secara bebas mengekspresikan keinginan mereka dan secara bebas memilih dan menggusur seluruh otoritas....”

“Dengan teriakannya yang riuh melawan perang sipil, pemerintah kapitalis dan surat kabarnya sebenarnya sedang mencoba untuk menyembunyikan keengganan kaum kapitalis, yang tak dapat disangkal merupakan minoritas yang tidak signifikan dari rakyat, untuk tunduk kepada kehendak mayoritas.”

Dalam semua pidato-pidato dan artikel-artikelnya pada babak pertama tahun 1917, Lenin menekankan kemungkinan dan keinginan untuk mengalihkan kekuasaan secara damai kepada soviet. Lenin bahkan menyatakan bahwa ada kompensasi yang akan dibayarkan kepada industri kapitalis yang diambil alih, dengan syarat bahwa mereka menyerahkan pabrik-pabriknya tanpa sabotase apapun, dan berkolaborasi dalam reorganisir produksi: "Jangan mencoba untuk menakut-nakuti kami, Mr . Shulgin. Bahkan ketika kami berada dalam kekuasaan, kami tidak akan mengambil “baju terakhir”mu. Tetapi akan melihat bahwa Anda disediakan berbagai pakaian yang bagus dan makanan yang baik, dengan syarat bahwa anda terlebih dahulu melakukan pekerjaan yang sesuai dengan anda."

Semua orang tahu bahwa “All power to the soviets; Seluruh kekuasaan untuk soviet” adalah slogan utama Lenin dan kaum Bolshevik pada tahun 1917. Tetapi sangat sedikit yang memahami isi sesungguhnya dari slogan ini. Apa, secara konkret, arti dari slogan ini? Apakah ini berarti perang sipil? Pemberontakan? Perebutan kekuasaan oleh Bolshevik? Jauh dari pengertian itu semua. Bolshevik adalah minoritas di dalam soviet-soviet, yang didominasi oleh pihak reformis, SR (Sosialis Revolusioner – organisasi dengan mayoritas anggota kaum tani, pen.) dan Menshevik. Tugas utama Bolshevik bukanlah merebut kekuasaan, tetapi memenangkan mayoritas massa yang terilusi kaum reformis. Dalam “menjelaskan dengan sabar”nya kepada massa, Bolshevik mendasarkan diri pada ide, yang diulangi dalam tulisan-tulisan dan pidato Lenin secara terus-menerus, dari bulan Maret sampai malam menjelang insureksi Oktober, bahwa jika para pemimpin reformis akan mengambil kekuasaan ke tangan mereka sendiri dari kekuasaan ganda dalam Pemerintahan Sementara, yang akan menjamin transformasi damai dalam masyarakat, Bolshevik dengan sepenuh hati mendukung ini, dan bahwa, jika para pemimpin reformis telah berhasil mengambil kekuasaan, Bolshevik akan membatasi diri pada perjuangan damai untuk memenangkan mayoritas di dalam soviet-soviet.

Setelah kegagalan pemberontakan Kornilov, dalam sebuah artikel yang berjudul On Compromises, Sekali lagi Lenin mengutip slogan “All power to the Soviets” dan mendukung sebuah proposal yang berkompromi dengan para pemimpin reformis, dimana Bolshevik tidak akan menekankan ide mengenai pemberontakan, dengan syarat bahwa para pemimpin Soviet memutuskan hubungan dengan borjuasi dan merebut kekuasaan ke tangan mereka sendiri. Ini sangat mudah terwujud setelah runtuhnya serangan kontra-revolusioner. Kaum reaksioner telah mengalami demoralisasi dan disorientasi. Kaum pekerja yakin dan mayoritas besar mendukung pengalihan kekuasaan kepada Soviet. Dalam kondisi seperti itu, revolusi bisa dilakukan dengan damai, tanpa kekerasan dan perang sipil. Tidak ada yang bisa mencegahnya. Satu kata dari pimpinan Soviet sudahlah cukup. Setelah itu, persoalan partai mana yang akan memerintah bisa diselesaikan melalui perdebatan damai di dalam soviet-soviet. Dan masih banyak lagi gagasan-gagasan Lenin yang secara eksplisit menganjurkan langkah-langkah perdamaian dalam mengalihkan seluruh kekuasaan Pemerintahan Sementara kepada Soviet.

Pendekatan Lenin mengenai masalah-masalah kekuasaan tidak pernah dipahami, bahkan hingga kini. Tidak hanya musuh-musuh borjuis dari Bolshevisme yang terus-menerus berusaha untuk menyematkan label kekerasan, darah dan kekacauan kepada Lenin, tetapi banyak juga kelompok-kelompok sektarian yang – karena beberapa alasan, membayangkan dirinya kaum Leninis besar – mengulangi omong kosong yang sama mengenai keharusan kekerasan dan perang sipil, bahkan tanpa menyadari bahwa posisi Lenin justru sebaliknya. Dalam puluhan artikel dan pidato dalam rangka rangkaian pendidikan pada tahun 1917, Lenin menjelaskan bahwa gagasan mengenai revolusi yang selalu berarti pertumpahan darah merupakan kebohongan reaksioner, yang dengan sengaja diedarkan oleh kaum borjuis dan reformis yang bertujuan untuk menakut-nakuti massa.

Jika kita memeriksa sejarah dunia selama seratus tahun terakhir, kita melihat bahwa, pada kesempatan yang tak terhitung jumlahnya dan di banyak negara, kelas pekerja bisa saja mengambil alih kekuasaan damai, seperti pada tahun 1917, jika para pemimpin serikat buruh dan partai-partai besar Sosialis dan Komunis menghendaki. Tetapi, seperti Menshevik dan SR di Rusia, mereka tidak memiliki niat untuk merebut kekuasaan. Mereka menemukan seribu satu argumentasi “cerdas” untuk menunjukkan bahwa "waktunya belum matang", bahwa ada "korelasi kekuatan yang kurang menguntungkan", dan tentu ada bahaya perang sipil, kekerasan, penumpahan kekuatan di jalan-jalan yang berdarah dan seterusnya. Ini adalah argumentasi para pemimpin Buruh Jerman pada tahun 1933 – meskipun organisasi-organisasi buruh Jerman merupakan yang paling kuat di dunia – ketika Hitler membual bahwa ia naik ke tampuk kekuasaan "tanpa memecahkan kaca jendela". "Gradualisme"nya kaum reformis selalu menyiapkan bencana. Jika ada pertumpahan darah, selalu merupakan hasil dari kebijakan kolaborasi kelas, dari kretinisme parlementer, dari frontisme populer, yang menganggap dirinya "realistis" dan "praktis" tetapi pada akhirnya selalu menghasilkan jenis utopianisme yang sangat buruk.

Dan, di sini, kita juga akan melihat bagaimana Trotsky menyimpulkan keadaan tersebut dalam The History of the Russian Revolution: "Pengalihan kekuasaan kepada Soviet berarti, dalam makna yang sesungguhnya, transfer kekuasaan kepada kaum kompromis, yang memungkinkan untuk dicapai secara damai, dengan cara membubarkan pemerintahan borjuis, yang hanya bersandar pada kebaikan kaum kompromis dan sisa-sisa kepercayaan dari massa. Kediktatoran para kaum pekerja dan tentara adalah sebuah fakta yang telah ada sejak tanggal 27 Februari. Tetapi kaum pekerja dan tentara tidak menyadari fakta tersebut. Mereka mempercayakan kekuasaan ke kaum kompromis, yang pada gilirannya mereka menyerahkan ke kaum borjuis. Kalkulasi Bolshevik mengenai pengembangan revolusi secara damai berhenti, bukan pada harapan bahwa borjuis secara sukarela akan menyerahkan kekuasaan kepada kaum pekerja dan tentara, tetapi bahwa kaum pekerja dan tentara di saat yang tepat ini akan mencegah kaum kompromis untuk menyerahkan kekuasaan kepada kaum borjuis.

Partai Bolshevik tidaklah memiliki dua program yang berbeda, satu untuk yang berpendidikan dan satunya lagi untuk buruh yang "bodoh". Lenin dan Trotsky selalu mengatakan yang sebenarnya kepada kelas pekerja, bahkan ketika ini akan terasa pahit dan tidak menyenangkan. Jika pada tahun 1917, yaitu di saat pertengahan revolusi, ketika masalah kekuasaan dalam keadaan tenang, mereka bersikeras pada gagasan bahwa sebuah transformasi yang damai sangatlah mungkin (bukan hanya "secara teoritis" tetapi juga secara nyata), hanya dengan syarat bahwa para pemimpin reformis mengambil tindakan tegas. Jika kepemimpinan soviet bertindak tegas, revolusi akan terjadi dengan damai, tanpa perang sipil, karena mereka memperoleh dukungan dari mayoritas rakyat. Dengan menunjukkan fakta sederhana ini kepada para pekerja dan petani, Lenin dan Trotsky tidak sedang berbohong, atau meninggalkan teori Marxis mengenai negara, tetapi semata-mata hanya ingin mengatakan yang sebenarnya kepada massa buruh dan tani.

Dengan mengekspos kontradiksi antara kata-kata dan perbuatan dari para pemimpin reformis, Bolshevik mempersiapkan jalan untuk memenangkan mayoritas yang menentukan di dalam soviet-soviet, dan juga dalam tentara (yang juga telah terwakili di dalam soviet-soviet). Ini adalah cara nyata yang disiapkan oleh Partai Bolshevik bagi pemberontakan pada tahun 1917, tidak dengan berbicara mengenai hal ini, tetapi dengan nyata menembus massa dan organisasinya dengan taktik yang fleksibel dan slogan yang benar-benar berkaitan dengan tuntutan situasi yang tengah terjadi, serta yang terkait dengan kesadaran massa – bukan abstraksi tanpa nyawa dipelajari dengan menghafal dari buku resep revolusioner. Satu-satunya alasan mengapa sebuah revolusi damai itu tidak segera dicapai di Rusia adalah karena sikap pengecut dan pengkhianatan para pemimpin reformis di dalam soviet-soviet, seperti yang telah dijelaskan ratusan kali oleh Lenin dan Trotsky.

Sumber: http://militanindonesia.org
Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Revolusi Rusia: Arti Slogan "All Power to The Soviets" (3)"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments