Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Asia
Sejarah mencatat, perang Vietnam berlangsung mulai tahun 1959 hingga 30 April 1975. Selama itu telah jatuh korban tiga hingga empat juta rakyat Vietnam, satu setengah hingga dua juta rakyat Laos dan Kamboja serta 58.159 pasukan Amerika. Banyaknya nyawa yang hilang menunjukan bagaimana hebatnya perang tersebut.
KEHEBATAN perang Vietnam juga ditunjukran oleh beragam persenjataan yang digunakan kedua belah pihak. Dari persenjataan primitif hingga bom udara canggih digunakan untuk menjebak, membunuh dan mengalahkan musuh. “Sangat tidak seimbang bila dilihat dari persenjataan tentara Utara dan Selatan namun dari semangatlah faktor yang menentukan. Terbukti Amerika meninggalkan Vietnam dan tentara Utara dapat melenggang masuk ke Selatan.
Setidaknya Amerika “terpaksa” terlibat lebih dalam di Perang Vietnam ini, manakala kekuatan udara yang bermarkas di Jepang dilibatkan untuk bergerak maju dan menyerang sasaran di Utara. Diawali pengerahan kekuatan udara dan pangkalan di Okinawa, Jepang untuk bergerak maju ke Danang, Vietnam Selatan pada 31 Januari 1965, Amerika mulai melibatkan jet tempur jenis F-105. Pengerahan kekuatan udara dari Tactical Fighter Wing ke 18 ini menunjukan kekhawatiran Amerika dalam menghadapi Utara yang bersemangat bergerak ke Selatan.
Operasi yang diawali jam tiga pagi dalam pengerahan kekuatan udara beserta logistiknya secara cepat ini sebagai awal operasi yang disandikan Operation Flaming Dart. Baru sejak saat itu Amerika terang-terangan melewati garis batas paralel Tujuh Belas yang selama ini ditabukan untuk dilewati. Keberanian Amerika melanggar garis ini merupakan keputusan strategis, dari pada Utara mulai menyerang ke Selatan akan menambah repot pasukan Amerika yang bertahan.
Tidak tanggung tanggung, satu minggu setelah sampai di Danang sebanyak 47 pesawat F-105 mulai beraksi dengan menjatuhkan bom di Utara, kebijakan yang akhirnya mengobarkan perang darat berlanjut di Vietnam. Guna melindungi pangkalan udara di Selatan, Amerika perlu menambah kekuatan darat. Pada 8 Maret 1965, sebanyak 3.500 pasukan Marinir Amerika mendarat di Vietnam Selatan. Mulai saat itulah secara langsung Amerika terlibat perang darat yang berlarut di Vietnam.
Keterlibatan pasukan ini sangat didukung masyarakat Amerika dalam upaya memerangi komunis internasional. Slogan yang sama pernah dipakai Perancis dua dekade sebelumnya saat masih bercokol di Vietnam. Setidaknya semangat Amerika untuk melawan komunis di Vietnam mendapat angin segar termasuk pendanaannya dari Senat AS. Tindakan Amerika ini mendapat reaksi pedas dari Utara. Pemimpin Utara, Ho Chi Minh, mengatakan secara resmi, “Bila perang ini akan berlangsung selama 20 tahun kita siap mengadapi, bila mau damai nanti sore kita sudah bisa minum teh bersama.” Makna sesungguhnya adalah bahwa Utara sanggup menghadapi tantangan Amerika baik dengan jalan perang ataupun jalan damai. Vietnam sangat percaya diri karena perang ini akan berlangsung di wilayahnya, secara geografis dan cultural terdukung oleh rakyat.
Bagi Amerika perang darat di Vietnam akan memakan biaya tinggi selain medan yang tidak dikuasai secara penuh. Belum faktor masyarakat yang tidak dikenal serta perbedaan budaya yang menonjol. Pengerahan kekuatan udara yang besar dan mahal bukan solusi karena Utara sangat menghendaki perang darat yang berlarut, dan itu terjadi selama 10 tahun ke depan. Selama itu pula lebih 50.000 pasukan Amerika terbunuh di hutan Vietnam.
Bila ditelaah secara cermat, perang ini akibat dari perbedaan dua kubu antara Utara dan Selatan. Pihak Utara menghendaki agar tercipta penyatuan Vietnam dalam pemerintahan yang merdeka. Sedang Selatan menghendaki agar tercipta pemerintahan non kumunis di Asia Tengara. Dari sinilah keberpihakkan Amerika dalam memerangi komunis dunia terlihat dengan melibatkan diri secara nyata dalam perang ini.
Tiga langkah
Untuk membuktikan keberpihakkan Amerika dalam memerangi komunis, ditunjukkan dengan pengiriman pasukan darat secara besar ke Vietnam. Dari awal 3.500 pasukan marinir di bulan Maret 1965, pada akhir tahun kekuatan ini telah mencapai 200.000 marinir. Yang tadinya pasukan ini dirancang hanya untuk mempertahankan pangkalan udara dan bersifat defensive akhirnya terpaksa” masuk ke Utara dan offensive.
Mei 1966 pasukan darat pemerintah Selatan Army of the Republic of Viet Nam -ARVN) mengalami kekalahan besar dalam perang di Binh Gia. Kekalahan berikut terjadi pula di Dong Xoai pada Juni tahun yang sama. Pasukan Amerika yang berpihak ke Selatan sangat gusar akan kekalahan di kedua front ini. Konsep membela Selatan harus dilakukan dengan nyata. “Pasukan Amerika yang mempunyai mobilitas, energi dan daya gempur harus dimanfaatkan secara nyata,” pinta Jenderal William Westmoreland kepada atasannya, Admiral Grant Sharp (Commander of U.S Pacific Force) yang berkedudukan di Hawai.
Izin khusus untuk inisiatif perang di Vietnam harus mendapat political will dari pusat. Dalam konsepnya Jenderal Westmoreland akan melakukan perang dalam skala besar terbagi tiga tahap yaitu: Tahap 1, komitmen Amerika dengan negara pendukungnya untuk menetralisir kekuatan lawan hingga akhir tahun 1965. Tahap 2, Amerika dengan negara pendukungnya berinisiatif mengurangi aksi gerilyawan dan memisahkan kekuatan lawan dan penduduk. Tahap 3, bila musuh sulit dikalahkan setelah operasi berlangsung selama satu hingga setengah tahun, sisa kekuatan musuh yang terpisah dihancurkan dengan kekuatan penuh.
Tahapan perang di Vietnam yang diajukan sangat didukung Presiden Johnson sembari memberi penekanan agar pemerintahan Vietnam Selatan dapat terselamatkan dan serangan para gerilya apapun caranya. Westmorland bahkan memperkirakan perang di Vietnam akan berakhir tahun 1967 dengan kemenangan di pihak Amerika.
Nyatanya tidak, bahkan perang berlarut makin menjadi yang menyeret Amerika lebih jauh di Vietnam Dalam kajian yang dilakukan oleh Letkol (ret) Dave Grosman dan Killology Research Group (1995) dalam bukunya On Killing: The Psychological Cost of Learning to Kill in War and Society ditengarai kegagalan akibat dua hal pokok.
Pertama tentang umur pasukan yang relatif masih muda dan yang kedua masalah keterlibatan pasukan dalam mengonsumsi obat bius. Rata-rata umur pasukan yang diterjunkan di Vietnam berumur 22 tahun setelah mengikuti pendidikan dasar kemiliteran selama satu tahun. Bandingkan dengan umur pasukan yang terlibat PD II dan Perang Korea, mereka rata-rata berumur 26 tahun dengan rotasi penugasan setiap tahun. Dari data yang tewas di Vietnam rata-rata mereka 22,8 tahun, sangat terlalu muda untuk tugas yang berat dan melawan pasukan berpengalaman.
Selain itu para pasukan muda ini terlibat dalam pemakaian obat bius yang berlebihan. Memang mereka dilengkapi dengan obat bius guna mengurangi rasa sakit saat terkena peluru, tetapi banyak juga yang dikonsumsi guna mengurangi rasa tegang. Hal inilah yang menjadi persolan utama dan berakibat semangat tempur menurun drastis.
Idealnya pasukan ini dirotasi setiap tahun dengan masa tugas kemiliteran selama 10 tahun. Namun mereka mengatakan, “Kami bertugas sepuluh kali dalam setahun.” Idiom yang sangat menurunkan moral pasukan yang terlibat perang. Perang darat berlarut ini melibatkan sekutu Amerika masuk ke dalam kancah perang. Beberapa negara seperti Australia, Korea Selatan, Selandia Baru, Thailand dan Filipina mengirimkan pasukan. Bahkan Thailand mengizinkan beberapa pangkalan udaranya dipakai sebagai operational base.
Bukan hanya negara yang tergabung dalam SEATO (South East Asian Treaty Organization) yang melibatkan diri. Beberapa negara anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization) juga melibatkan diri. Inggris dan Kanada bahkan terlibat aktif dalam operasi di Vietnam diantaranya dalam operasi Masher, Attleboro, Cedar Falls dan Jungtion City. Dari berbagai operasi darat inilah gerak maju pasukan sekutu menjadi nyata, stabilitas pemerintahan Selatan menjadi terdukung.
Inilah propaganda yang mencuat keluar, Amerika mengalami kemenangan dan pemerintah Selatan menjadi bertambah baik. Pemberitaan yang sangat dikontrol oleh Pentagon ini toh bocor juga, berbagai kekalahan di medan perang terkuak. Alhasil, rakyat Amerika mulai melancarkan demonstrasi dan menayakan kapan berakhirnya perang ini.
Akhir 1967 terjadi demonstrasi antiperang di depan Pentagon. Ratusan pendemo mulai protes dan meneriakan slogan “Ho, Ho, Ho Chi Minh! Sang pemenang,” dan juga slogan “Hey, hey LBJ ! Berapa pemuda mati hari ini?” LBJ merupakan kependekan dari Lyndon Bines Johnson sang presiden Amerika kala itu.
Sumber: http://sejarahperang.wordpress.com/
KEHEBATAN perang Vietnam juga ditunjukran oleh beragam persenjataan yang digunakan kedua belah pihak. Dari persenjataan primitif hingga bom udara canggih digunakan untuk menjebak, membunuh dan mengalahkan musuh. “Sangat tidak seimbang bila dilihat dari persenjataan tentara Utara dan Selatan namun dari semangatlah faktor yang menentukan. Terbukti Amerika meninggalkan Vietnam dan tentara Utara dapat melenggang masuk ke Selatan.
Setidaknya Amerika “terpaksa” terlibat lebih dalam di Perang Vietnam ini, manakala kekuatan udara yang bermarkas di Jepang dilibatkan untuk bergerak maju dan menyerang sasaran di Utara. Diawali pengerahan kekuatan udara dan pangkalan di Okinawa, Jepang untuk bergerak maju ke Danang, Vietnam Selatan pada 31 Januari 1965, Amerika mulai melibatkan jet tempur jenis F-105. Pengerahan kekuatan udara dari Tactical Fighter Wing ke 18 ini menunjukan kekhawatiran Amerika dalam menghadapi Utara yang bersemangat bergerak ke Selatan.
Operasi yang diawali jam tiga pagi dalam pengerahan kekuatan udara beserta logistiknya secara cepat ini sebagai awal operasi yang disandikan Operation Flaming Dart. Baru sejak saat itu Amerika terang-terangan melewati garis batas paralel Tujuh Belas yang selama ini ditabukan untuk dilewati. Keberanian Amerika melanggar garis ini merupakan keputusan strategis, dari pada Utara mulai menyerang ke Selatan akan menambah repot pasukan Amerika yang bertahan.
Tidak tanggung tanggung, satu minggu setelah sampai di Danang sebanyak 47 pesawat F-105 mulai beraksi dengan menjatuhkan bom di Utara, kebijakan yang akhirnya mengobarkan perang darat berlanjut di Vietnam. Guna melindungi pangkalan udara di Selatan, Amerika perlu menambah kekuatan darat. Pada 8 Maret 1965, sebanyak 3.500 pasukan Marinir Amerika mendarat di Vietnam Selatan. Mulai saat itulah secara langsung Amerika terlibat perang darat yang berlarut di Vietnam.
Keterlibatan pasukan ini sangat didukung masyarakat Amerika dalam upaya memerangi komunis internasional. Slogan yang sama pernah dipakai Perancis dua dekade sebelumnya saat masih bercokol di Vietnam. Setidaknya semangat Amerika untuk melawan komunis di Vietnam mendapat angin segar termasuk pendanaannya dari Senat AS. Tindakan Amerika ini mendapat reaksi pedas dari Utara. Pemimpin Utara, Ho Chi Minh, mengatakan secara resmi, “Bila perang ini akan berlangsung selama 20 tahun kita siap mengadapi, bila mau damai nanti sore kita sudah bisa minum teh bersama.” Makna sesungguhnya adalah bahwa Utara sanggup menghadapi tantangan Amerika baik dengan jalan perang ataupun jalan damai. Vietnam sangat percaya diri karena perang ini akan berlangsung di wilayahnya, secara geografis dan cultural terdukung oleh rakyat.
Bagi Amerika perang darat di Vietnam akan memakan biaya tinggi selain medan yang tidak dikuasai secara penuh. Belum faktor masyarakat yang tidak dikenal serta perbedaan budaya yang menonjol. Pengerahan kekuatan udara yang besar dan mahal bukan solusi karena Utara sangat menghendaki perang darat yang berlarut, dan itu terjadi selama 10 tahun ke depan. Selama itu pula lebih 50.000 pasukan Amerika terbunuh di hutan Vietnam.
Bila ditelaah secara cermat, perang ini akibat dari perbedaan dua kubu antara Utara dan Selatan. Pihak Utara menghendaki agar tercipta penyatuan Vietnam dalam pemerintahan yang merdeka. Sedang Selatan menghendaki agar tercipta pemerintahan non kumunis di Asia Tengara. Dari sinilah keberpihakkan Amerika dalam memerangi komunis dunia terlihat dengan melibatkan diri secara nyata dalam perang ini.
Tiga langkah
Untuk membuktikan keberpihakkan Amerika dalam memerangi komunis, ditunjukkan dengan pengiriman pasukan darat secara besar ke Vietnam. Dari awal 3.500 pasukan marinir di bulan Maret 1965, pada akhir tahun kekuatan ini telah mencapai 200.000 marinir. Yang tadinya pasukan ini dirancang hanya untuk mempertahankan pangkalan udara dan bersifat defensive akhirnya terpaksa” masuk ke Utara dan offensive.
Mei 1966 pasukan darat pemerintah Selatan Army of the Republic of Viet Nam -ARVN) mengalami kekalahan besar dalam perang di Binh Gia. Kekalahan berikut terjadi pula di Dong Xoai pada Juni tahun yang sama. Pasukan Amerika yang berpihak ke Selatan sangat gusar akan kekalahan di kedua front ini. Konsep membela Selatan harus dilakukan dengan nyata. “Pasukan Amerika yang mempunyai mobilitas, energi dan daya gempur harus dimanfaatkan secara nyata,” pinta Jenderal William Westmoreland kepada atasannya, Admiral Grant Sharp (Commander of U.S Pacific Force) yang berkedudukan di Hawai.
Izin khusus untuk inisiatif perang di Vietnam harus mendapat political will dari pusat. Dalam konsepnya Jenderal Westmoreland akan melakukan perang dalam skala besar terbagi tiga tahap yaitu: Tahap 1, komitmen Amerika dengan negara pendukungnya untuk menetralisir kekuatan lawan hingga akhir tahun 1965. Tahap 2, Amerika dengan negara pendukungnya berinisiatif mengurangi aksi gerilyawan dan memisahkan kekuatan lawan dan penduduk. Tahap 3, bila musuh sulit dikalahkan setelah operasi berlangsung selama satu hingga setengah tahun, sisa kekuatan musuh yang terpisah dihancurkan dengan kekuatan penuh.
Tahapan perang di Vietnam yang diajukan sangat didukung Presiden Johnson sembari memberi penekanan agar pemerintahan Vietnam Selatan dapat terselamatkan dan serangan para gerilya apapun caranya. Westmorland bahkan memperkirakan perang di Vietnam akan berakhir tahun 1967 dengan kemenangan di pihak Amerika.
Nyatanya tidak, bahkan perang berlarut makin menjadi yang menyeret Amerika lebih jauh di Vietnam Dalam kajian yang dilakukan oleh Letkol (ret) Dave Grosman dan Killology Research Group (1995) dalam bukunya On Killing: The Psychological Cost of Learning to Kill in War and Society ditengarai kegagalan akibat dua hal pokok.
Pertama tentang umur pasukan yang relatif masih muda dan yang kedua masalah keterlibatan pasukan dalam mengonsumsi obat bius. Rata-rata umur pasukan yang diterjunkan di Vietnam berumur 22 tahun setelah mengikuti pendidikan dasar kemiliteran selama satu tahun. Bandingkan dengan umur pasukan yang terlibat PD II dan Perang Korea, mereka rata-rata berumur 26 tahun dengan rotasi penugasan setiap tahun. Dari data yang tewas di Vietnam rata-rata mereka 22,8 tahun, sangat terlalu muda untuk tugas yang berat dan melawan pasukan berpengalaman.
Selain itu para pasukan muda ini terlibat dalam pemakaian obat bius yang berlebihan. Memang mereka dilengkapi dengan obat bius guna mengurangi rasa sakit saat terkena peluru, tetapi banyak juga yang dikonsumsi guna mengurangi rasa tegang. Hal inilah yang menjadi persolan utama dan berakibat semangat tempur menurun drastis.
Idealnya pasukan ini dirotasi setiap tahun dengan masa tugas kemiliteran selama 10 tahun. Namun mereka mengatakan, “Kami bertugas sepuluh kali dalam setahun.” Idiom yang sangat menurunkan moral pasukan yang terlibat perang. Perang darat berlarut ini melibatkan sekutu Amerika masuk ke dalam kancah perang. Beberapa negara seperti Australia, Korea Selatan, Selandia Baru, Thailand dan Filipina mengirimkan pasukan. Bahkan Thailand mengizinkan beberapa pangkalan udaranya dipakai sebagai operational base.
Bukan hanya negara yang tergabung dalam SEATO (South East Asian Treaty Organization) yang melibatkan diri. Beberapa negara anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization) juga melibatkan diri. Inggris dan Kanada bahkan terlibat aktif dalam operasi di Vietnam diantaranya dalam operasi Masher, Attleboro, Cedar Falls dan Jungtion City. Dari berbagai operasi darat inilah gerak maju pasukan sekutu menjadi nyata, stabilitas pemerintahan Selatan menjadi terdukung.
Inilah propaganda yang mencuat keluar, Amerika mengalami kemenangan dan pemerintah Selatan menjadi bertambah baik. Pemberitaan yang sangat dikontrol oleh Pentagon ini toh bocor juga, berbagai kekalahan di medan perang terkuak. Alhasil, rakyat Amerika mulai melancarkan demonstrasi dan menayakan kapan berakhirnya perang ini.
Akhir 1967 terjadi demonstrasi antiperang di depan Pentagon. Ratusan pendemo mulai protes dan meneriakan slogan “Ho, Ho, Ho Chi Minh! Sang pemenang,” dan juga slogan “Hey, hey LBJ ! Berapa pemuda mati hari ini?” LBJ merupakan kependekan dari Lyndon Bines Johnson sang presiden Amerika kala itu.
Sumber: http://sejarahperang.wordpress.com/
Artikel Lainnya:
No Response to "Perang Darat Yang Mematikan"
Posting Komentar