Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: ,
Kaisar Yang Gagal

Imperium Roma telah menguasai daratan Eropa dan Timur Dekat selama hampir 1000 tahun. Ini tidak lepas dari kuatnya Pax Romana dan kontrol daerah yang kuat, tetapi memasuki tahun 180 M, Pax Romana yang telah memperkuat imperium roma, ini ditandai dengan meninggalnya Marcus Aurelius pada tahun 180 M. Penggantinya yang tidak lain adalah anaknya yang bernama Commodus (180-193 M) tidak mampu mengendalikan pemerintahan dengan baik. Hal ini dikarenakan Commodus tidak mempunyai bakat apapun selain pacuan kereta, perang dan perkelahian gladiator. Kecintaannya pada olahraga membuat prestise dan kewibawaan pemerintahan menurun drastis, disamping itu karena dia tidak begitu mempedulikan keselamatan pribadi membuat Commodus mati karena terbunuh.

Seperti juga Commodus, raja-raja berkuasa selanjutnya juga merupakan kaisar-kaisar yang lemah. Sehingga pada perkembangan selanjutnya muncul suatu zaman yang disebut dengan zaman anarkhi militer (235-284 M). Zaman ini merupakan zaman yang penuh dengan konflik intern antara faksi-faksi militer sehingga menyebabkan stabilitas dan efisien pemerintahan hilang sehingga tidak heran bila dalam kurun waktu setengah abad terjadi hampir dua lusin pergantian kaisar dan yang mencengangkan adalah hanya satu kaisar yang meninggal secara wajar. Sedangkan lainnya mati dalam peperangan melawan sekutu yang memberontak atau dibunuh oleh tentaranya sendiri.

Disamping hal-hal diatas, ketertarikan tentara pada uang juga memicu runtuhnya Imperium Roma. Ini dikarenakan para tentara telah mengabaikan tugasnya untuk menjaga kaisar dan lebih mementingkan kebutuhan uang beserta materil. Bangkitnya kekaisaran Persia dan serangan bangsa barbar di wilayah romawi yang keadaan pertahanannya sudah buruk, memperburuk keadaan ini.

Reformasi Sistem Pemerintahan

Anarkhi militer seperti yang dijelaskan diatas akan menjadikan keruntuhan total yang singkat jika tidak ada seorang kaisar yang kuat yang mampu menghentikannya. Kaisar kuat tersebut adalah Diacletianus (284-305 M) seorang veteran tentara. Ia mulai melakukan berbagai perubahan penting yang salah satu diantaranya adalah mensentralisasikan kekuasaan ke pusat yang sistemnya mirip prinsip oriental tradisional. Sistem pemerintah model tersebut juga dipraktekan oleh pengganti-penggantinya seperti Galerius (305-311 M) dan Constantine (306-337 M). Tetapi pada masa itu terjadi berbagai kebingungan karena kacaunya berbagai pertimbangan politik.

Diacletianus dan penerusnya tidak menghormati sistem republik yang dipraktekan oleh Augustus dan kaisar-kaisar lain sebelumnya. Mereka menghapuskan segala hak otonomi daerah dan memberikan kekuasaan absolut kepada gubernur-gubernur terhadap urusan-urusan lokal. Untuk membuat para gubernur lebih padu dan kompak Diacletianus menyusutkan provinsi agar mudah dalam pengontrolannya sehingga tidak heran bila jumlah provinsi meningkat tajam, sebelumnya ada 45 provinsi menjadi 101 provinsi Diocletanius juga membuat suatu badan yang bernama keuskupan yang menjadi lembaga perantara antara provinsi dengan pusat. Ia juga membagi kekaisaran menjadi 2 yaitu barat dan timur yang masing-masing mencakup beberapa keuskupan.

Diocletianus memindahkan ibukota kekaisaran belahan barat dari Roma ke Milan yang terletak di Italia Utara. Dia memilih Milan karena kota tersebut jauh dari intrik-intrik politik yang saling menjatuhkan seperti di Roma. Wilayah ini juga diluas perbatasan dimana ia berusaha untuk menumpas kaum barbar yang ada disana. Kota Roma peranannya menjadi berkurang karena banyak penduduknya yang pindah dan banyak banyak juga gedung yang rusak karena tidak terawat. Sedangkan Constantine menetapkan ibukota kekaisaran Romawi Timur di Byzantium yang kemudian ia rubah menjadi Konstantinopel.

Pembagian ini memiliki arti yang cukup penting karena pembagian ini didasarkan pada persamaan bahasa. Di Romawi Barat penduduknya menggunakan bahasa latin sedangkan di Timur menggunakan bahasa Yunani. Sehingga tidak heran bila pembagian ini mulai menggerogoti persatuan kekaisaran Romawi. Hal inilah yang nantinya menjadi jurang pemisah antara peradaban Eropa Barat dan Selatan yang lebih condong ke Romawi, dan peradaban Greco Oriental yang tersebar di Rusia dan daerah-daerah Balkan.

Untuk memperkuat pasukannya Diacletionus tidak mengizinkan para pemalas dan pembunuh masuk dalam legiun ketentaraan sehingga ia lebih suka menggunakan tentara bayaran yang terdiri dari orang asing yaitu orang-orang Jerman, jadi ia menghapuskan kebiasaan merekrut warga negara untuk menjadi tentara. Untuk menunjukkan kewibawaan raja, Diacletionus menggunakan kosep Persia yaitu mendudukkan raja sebagai seorang dewa, jubahnya yang dilapiasi emas mununjukkan wibawanya yang begitu tinggi dihadapan para dewa di bumi dan langit. Para pejabat juga memperoleh gelar-gelar yang agung seperti pejabat keuangan kini bergelar Pangeran yang mendapat anugerah suci dan dewan negara menjadi Dewan suci.

Diocletionus juga mencoba menyelamatkan perekonomian negara tetapi hal tersebut sia-sia. Nilai mata uang menurun drastis karena kaisar-kaisar pendahulunya menurunkan nilai pembuatan uang logam yakni mengurangi kuantitas logam mulia pada koin-koin itu. Dalam waktu singkat ia berusaha menstabilkan nilai logam dan kemudian kembali kepada praktek pengurangan nilai seperti sebelumnya, tetapi hasilnya sangat lain dari harapan karena nilai-nilai mata uang romawi merosot tajam dan harga barang-barang naik secara bersamaan usaha Diocletionus untuk mengendalikan inflasi dengan melakukan kontrol-kontrolnya atau harga menimbulkan munculnya pasar gelap dan kerusuhan-kerusuhan di kalangan para penjual dan pembeli.

Diocletianus berusaha untuk mengatasi keadaan krisis financial dengan menetapkan pajak yang tinggi kepada penduduk pajak-pajak tersebut ditarik dewan kota praja dan anggota curia. Apabila pajak tersebut tidak memenuhi ketentuan maka dewan kota praja dan anggota curia harus menambahkannya. Sehingga memicu bencana besar yang disebut Katastrofic, dimana banyak anggota curia dan dewan kota praja yang mengundurkan diri karena tidak mampu memenuhi pajak yang harus disetarakan kepada pemerintah. Dalam mengatasi masalah ini para kaisar penerus Diocletionus memaksa para curia dan dewan kota praja agar tetap menduduki jabatannya dan menetapkan bahwa jabatan tersebut turun temurun sehingga pada waktu itu jabatan curia yang sebelumnya dianggap sebagai kedudukan terhormat kini menjadi beban yang amat berat, jadi dengan demikian Diocletianus telah mulai menjalankan suatu kelompok sosial penting dalam kekaisaran.

Diocletianus dan para penerusnya melakukan hal serupa pada kelompok sosial lain yang akibatnya juga buruk misalnya kaum petani yang dipaksa untuk menanam gandum sebagai bahan pokok pembuatan roti yang nantinya akan disuplai ke pemerintah untuk dibagikan secara cuma-cuma di Roma seperti kasus sebelumnya pemerintah juga menerapkan staf, mereka turun temurun.

Diocletianus dan para penerusnya cenderung hendak menegakkan suatu sistem kasta seseorang boleh melakukan pekerjaan yang sama sepanjang hidupnya, anaknya harus meneruskan pekerjaan yang sama, hingga generasi demi generasi selanjutnya. Keadaan ini menjadi pemicu terjadinya konflik-konflik internal yang mulai menggerogoti kestabilan pemerintahan dan dalam keadaan serba kacau inilah datang serangan dari bangsa barbar (dalam pandangan masyarakat Romawi dan Yunani) seperti Goth, Vandal, Hunt, Ostrogath, Visigoth, Slavia, Gaul yang memicu runtuhnya kekaisaran romawi barat secara keseluruhan.

Sebab Kemunduran Roma

Faktor Fisik
Untuk mengatasi sebab keruntuhan Roma harus ditelusuri pada beberapa abad sebelum abad 4 dan 5 M. Dalam bidang militer kemunduran sudah terlihat pada abad 3 M seiring dengan proses regenerasi legiun, dan terlibatnya milter dalam urusan politik dan ekonomi. Dalam bidang politik kemunduran mulai nampak pada tahun 180 M dimana mulai ditinggalkannya sistem adopsi yang memicu timbulnya anarkhi militer dan pemaksaan secara sentralisasi oriental. Pada masa Diocletianus keadaan ekonomi sudah sangat parah keadaanya. Sistem kasta yang dipraktekan hanya bertujuan untuk mengatasi kekuatan-kekuatan dalam negeri yang dapat menggerogoti masyarakat Roma.

Pertumbuhan penduduk yang semakin menurun juga menjadi pemicu keruntuhan Roma ini karena dengan berkurangnya penduduk maka berkurang pula pendapatan negara yang berasal dari pajak. Disamping itu kekeringan yang terjadi di Afrika Utara yang merupakan penyuplai gandum juga memicu keruntuhan Roma. Keadaan ekonomi negara yang kocar-kacir menjadikan penduduk Roma terjerumus ke dalam jurang kemiskinan. Standard hidup yang rendah dan munculnya ajaran agama baru yaitu Kristen yang lebih menekankan pada urusan hidup setelah mati membuat rasa nasionalisme penduduk Roma semakin meredup dan dengan digunakannya orang-orang Jerman sebagai tentara bayaran membuat semangat juang masyarakat Roma meredup, hal-hal inilah yang membuat kekaisaran romawi barat dengan mudah dikalahkan oleh bangsa barbar yang menyerang kekaisaran tersebut.

Faktor Moral atau Psikologi
Disamping faktor-faktor teknik atau fisik masih ada faktor moral atau psikologi yang memicu kemunduran Roma, tetapi pendapat ini masih dalam perdebatan antara sejarawan yang pro-Kristen dan anti-Kristen seperti Edward Gibbon dalam bukunya “History of the Decline and Fall of the Roman Empire” bersikeras pada pendapatnya yang menyebutkan bahwa ajaran Kristen lebih mementingkan urusan hidup setelah mati sehingga cenderung mengabaikan urusan-urusan duniawi seperti pajak, kemiliteran dll. Adapun mengenai berkembangnya agama Nasrani dibahas dalam bab berikutrnya.

Berkembangnya Agama Nasrani

Pada awal perkembanganya agama nasrani banyak mendapat tekanan dari pemerintah karena agama ini dianggap menyalahi kepercayaan setempat yang punya banyak dewa atau disebut polytheisme sedangkan agama nasrani lebih menjurus ke monotheisme tetapi pada perkembangan selanjutnya ajaran agama nasrani mampu berkembang cukup pesat pada golongan masyarakat bawah yang pada perkembangan selanjutnya para penguasa juga memulai memeluk agama ini. Ini tidak lain juga merupakan imbas dari kekacauan yang terjadi di kekaisaran Roma yang memicu tumbuhnya keinginan untuk memilih agama yang lebih baik dari agama yang dianut mereka sebelumnya sebagai pegangan hidup. Masyarakat Romawu sudah tidak percaya lagi pada dewa yang mereka sembah karena mereka sudah punya anggapan bahwa dewa-dewa tersebut tidak mampu menyelesaikan persoalan mereka.

Pada awal abad 4 M, Kaisar Roma yang bernama Konstatin memeluk agama nasrani dan melegalkan masyarakatnya untuk menganut agama nasrani. Dia melakukan hal itu karena saat bertempur dia melihat di angkasa salib dengan tulisan (dengan tanda ini engkau akan menang).Dan hal itu membuat ia yakin bahwa agama nasrani adalah agama yang benar. Pada saat itulah agama nasrani berkembang pesat tetapi sudah kehilangan bentuk aslinya.

Kini justru Romawi lah yang mempengaruhi agama tersebut. Pengaruh tersebut adalah adanya suatu organisasi yang memicu munculnya susunan organisasi gereja, dengan posisi tertinggi yaitu Paus. Gereja menjelma menjadi suatu negara tersendiri, dengan istana Paus di Vatikan yang menjadi pusat agama nasrani. Segala kekuasaan dalam gereja berasal dari pusat yang menjadikan Paus menjadi pemimpin tertinggi gereja yang tidak hanya mengurus masalah kerohanian saja tetapi juga sudah lebih ke politik.

Suatu jemaat nasrani mengangkat seorang presbyter(biskop). Kemudian untuk kota diangkat seorang patriarch sehingga pada 400 M patriarch-patrioarch tersebut mengakui kekuasaan Vatikan dan tunduk terhadap Paus, sementara imam-imam gereja dalam suatu muktamar gereja menetapkan ajaran agama nasrani hingga kepada hal-hal yang kecil dan khusus.

Pada perkembangan selanjutnya dibentuk suatu hierarki gereja yang kokoh dengan Roma sebagai pusatnya. Dimana di pucuk pimpinan ada Paus dibawahnya dan ada kardinal, kemudian biskop pertama (aarts bisschop), diikuti oleh biskop, pastur dan (apellon) masing-masing bertanggung jawab pada orang yang ada diatasnya. Dalam organisasi gereja tersebut terlihat benar tradisi pemerintahan Romawi sebagai pengaruhnya.

Perkembangan agama Kristen yang begitu pesat ternyata menimbulkan banyak masalah baru, diantaranya yaitu banyak orang yang masuk Kristen hanya untuk menanamkan pengaruh di komunitas-komunitas Kristen tersebut, sehingga banyak orang yang masuk Kristen hanya ikut-ikutan saja tidak berdasarkan hati nurani. Melihat gejala sosial tersebut para pemeluk agama Kristen yang puritan sangat prihatin sehingga mereka mengundurkan diri dari dunia ramai dan menyepi ditempat-tempat seperti hutan, gunung, dan padang pasir sebagai pertapa. Hidup para pertapa itu serba sulit, namun mereka punya pengikut yang banyak, bahkan beberapa diantara mereka melakukan askekitisme yang cukup ekstrim. Diantara para pertapa yang terkenal itu adalah Santo Anthonius dari Mesir, dan Santo Simean Stylitus.

Namun cara hidup diatas dipandang oleh orang kebanyakan sebagai hal yang terlalu sulit untuk dilakukan sehingga pada perkembangan selanjutnya muncul gaya pertapaan baru yang diperkenalkan oleh Santo Pachomius. Cara baru ini adalah tetap bertapa dan menyendiri tetapi masih diharuskan untuk bekerja, dan berdoa dan membanca injil bersama-sama dengan sesama pertapa. Ini disebabkan karena dorongan alamiah seorang manusia untuk berkumpul dan bersosialisasi dengan manusia lain. Tidak heran bila banyak pemeluk agama Kristen yang menerima ajaran ini dan beribu-ribu orang di Mesir hulu mengikuti tata cara Pachomius ini.

Tetapi pada perkembangan selanjutnya muncul lagi revolusi sistem pertapaan tapi sistem ini lebih mirip atau lebih baik disebut sistem kebiaraan. Pencetus cara baru ini adalah Santo Dasil yang menyebutkan bahwa seorang pertapa seharusnya orang yang hidup dilingkungan keagamaan, hidup bersama dalam suatu lingkungan peribadatan dilakukan juga bimbingan terhadap pembacaan Injil. Dengan cara ini muncul biara-biara yang fungsinya sebagai tempat peribadatan umat Nasrani.

Umat Nasrani sendiri memiliki seorang rasul yang bernama Yohannes yang meninggal sekitar tahun 101, dan dengan kematiannya ini menandai bahwa telah berakhir zaman apostolik(zaman rasul-rasul) kemudian muncul bapa-bapa apolistik yang dianggap menerima perintah khusus dari para rasul. Diantara para bapa apolistik itu yang sangat terkenal adalah St Clement, St Ignatius dan St Polycarpus. Setelah zaman para bapa apostolik, munculah para bapa gereja. Biasanya mereka adalah orang berwatak mulia dan berdisiplin tinggi. Karya-karya mereka lazim disebut patristik yang sangat berpengaruh pada Eropa abad pertengahan dan modern.

Beberapa bapa gereja tersebut adalah Uskup Eusebius, St Ambrosius, St Jeremius dan St Agustinus. Karya Eusebius yang paling terkenal adalah sejarah gereja yang menjadi acuan bagi karya-karya sejarah perkembangannya gereja oleh generasi selanjutnya. St Ambrosius yang dikenal sebagai Uskup Milan memperkenalkan hymne liturgi ke gereja. St Jeremies menciptakan karya yang sangat penting bagi gereja. Karya tersebut adalah terjemahan kitab perjanjian lama dan baru ke bahasa Latin. St Agustinus adalah penulis dan pemikir terbesar di kalangan gereja Kristen di Eropa. Karya tersebut diantarannya adalah Confessions(pengakuan-pengakuan), De Civitas dei, atau the city of God (kota Tuhan). Dengan perkembangan itulah agama Kristen berkembang dengan pesat didataran Eropa.

Sumber :
* AERA EROPA ; Peradaban Eropa sebagai Penyimpangan dari Pola Umum, karangan Prof. Dr. J. M. Romein
* The History of The Decline and Fall of The Roman Empires, karangan Edward Gibbon.
* A Short History of Civilization, karangan Henry Lucas.
* www.historyguide.org
Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Runtuhnya Romawi dan Berkembangnya Agama Nasrani"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments