Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
Soeharto sampai akhir hayatnya tak pernah terjamah hukum. Tak ada penguasa sesudahnya yang berani mengadilinya. Soeharto menjadi penguasa yang benar-benar "untouchable" (tak tersentuh) oleh apapun.
Kemudian, Soeharto pergi selamanya dengan menyisakan masalah besar. Sekarang peninggalannya mengalami transformasi dalam kehidupan bangsa, perlahan-lahan menampakkan pengaruh dan kekuasaannya. Secara sistemik bangsa ini, kembali terbelenggu oleh KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Padahal, pasca reformasi perangkat undang-undang pemberantasan KKN, seperti Tap MPR XI Tahun 1998 dan Tap MPR VIII Tahun 2001, mengamanahkan pemberantasan KKN, dan secara ekplisit dalam Tap MPR itu, menyebut nama Soeharto. Tetapi, sekali lagi jaringan kekuasaan rezim Orde Baru, yang sudah begitu mapan dalam sistem kekuasaan di Indonesia, menyebabkan pengusa Orde Baru, tak dapat disentuh oleh hukum.
Penguasa sesudahnya, mereka tak lain, para "abdi dalem" Soeharto, yang memiliki dan memegang teguh philosofie Jawa, "mikul duwur lan mendem jero" (menempatkan Soeharto dengan sangat mulia sampai mati). Semuanya menjadi terbukti. Tak ada penguasa yang berani mengutak-utik Soeharto. Inilah yang menjadi persoalan besar bangsa ini.
Gerakan rakyat yang berhasil berhasil mengakhiri kekuasaan Soeharto, juga sebuah gerakan setengah hati, tak sungguh-sungguh, yang akhirnya dapat disiasati oleh para penguasa baru, dan partai-partai politik yang menjadi "kroni" Soeharto. Sehingga, sistem Orde Baru, mengalami tranformasi dan mengalami re-inkarnasi dalam sistem politik di era "Reformasi" ini. Tidak ada yang berbeda antara di masa rezim Soeharto dengan rezim SBY sekarang, yang merupakan produk "Reformasi". Justru KKN sekarang menjadi sangat sistemik.
Akhirnya, peninggalan KKN dari rezim Soeharto, sekarang menjadi "credo" (aqidah) di negeri ini. Sepertinya, tak "afdhol" kalau tidak melakukan KKN. KKN sudah menjadi keniscayaan. KKN sudah menjadi kelumrahan.
Sedihnya lagi, ada pemimpin partai politik yang merupakan produk reformasi, meminta KPK yang merupakan instrumen penegakkan hukum dibubarkan. Lembaga tunggal yang menjadi instrumen utama dalam pemberantasan KKN itu, dilemahkan, dimandulkan, di bikin tidak berdaya dalam menghadapi para "tikus".
Tentu, yang paling klimaks, ada sebuah partai yang lahir pasca reformasi, dan ikut memperjuangkan reformasi, justru memberikan gelar pahlawan, dan menjadikan Soeharto sebagai guru bangsa. Ini benar-benar diluar nalar dan "commonsense" akal sehat.
Ini menjadi titik balik dari semua pergulatan gerakan di Indonesia, yang ingin membangun kehidupan baru sistem politik di Indonesia. Tetapi, elemen-elemen yang menjadi penegak "Reformasi" itu, semuanya telah tersungkur, bergabung dan menjadi alat legitimasi sistem KKN di Indonesia.
Lalu, di Mesir terjadi gerakan rakyat, yang kemudian dikenal dengan "Spring" (Revolusi), dan menjungkirkan penguasa yang sudah karatan, Hosni Mubarak dari kekuasaannya, yang sudah digenggamnya selama tiga dekade. Begitu dahysatnya gerakan rakyat yang berkumpul di "Tahrir Square" itu. Dampaknya meluluh-lantakkan sistem yang dibangun oleh Mubarak, selama tiga puluh tahun. Bahkan, salah satu instrumen kekuasaan Mubarak, yaitu Partai NDP (National Democratic Party) dibubarkan, dan gedungnya dibakar habis.
Sekarang, Mubarak yang sudah tergelak diatas tempat tidurnya, dibawa masuk ke ruang sidang, di pusat Kepolisian Mesir, Cairo. Padahal, penguasa Mesir sekarang, tetap militer yang merupakan kroni Mubarak. Mengapa ini bisa berlangsung di Mesir? Semua itu, karena adanya tekanan rakyat yang begitu hebat. Tak mau kompromi lagi dengan penguasa baru, dan mereka menuntut Mubarak harus diadili atas kejahatannya.
"Saya benar-benar tidak mempercayai ini. Melihat seorang presiden diadili. Saya tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Saya sangat senang. Siapapun presiden Mesir nantinya akan mengingat kalau mereka juga bisa diadili seperti Mubarak, jika menentang rakyat", ucap Ahmed, seorang pegawai di Mesir.
Hosni Mubarak seorang marsekal angkatan udara (jenderal angkatan udara), sekarang harus menghadapi pengadilan di Mesir. Tetapi, bukan hanya Mubarak semata yang harus menghadapi pengadilan, tetapi juga isterinya Susan, dan anak-anaknya. Semuanya akan menghadapi pengadilan.
Mereka para penguasa di dunia Arab harus berhadapan dengan rakyatnya. Mereka tidak dapat lagi lari dari tuntutan rakyatnya. Inilah sebuah tanda perubahan yang mendasar. Pelajaran yang berharga bagi para penguasa sesudahnya. Mereka semua harus mempertanggungjawabkan tindakannya selama berkuasa.
Sangat berbeda antara Soeharto dan Mubarak. Sangat berbeda antara di Indonesia dan di Mesir. Di Indonesia rezim Soeharto yang sarat dengan KKN, menjadi simbol baru bagi bangkitnya KKN. Sementara itu, di Mesir rezim Mubarak, yang menjadi simbol KKN, harus menghadapi pengadilan, walaupun tergeletak di tempat tidur. Wallahu'alam.
Sumber: http://www.eramuslim.com
Artikel Lainnya:
No Response to "Membandingkan Soeharto Dengan Mubarak"
Posting Komentar