Posted by Rifan Syambodo Categories: Label:
Untuk memperlancar komunikasi dan memperkuat kekuasaan mereka di tanah jajahan, Eropa membangun jaringan kabel telegraf di bawah laut.

Imperium mulai terbentuk di Eropa pada akhir abad ke-18. Mereka butuh berhubungan dengan koloni-koloninya untuk tujuan politik dan militer –juga memperluas pasar. Tapi, saat itu, dengan sebuah kapal, butuh waktu berbulan-bulan untuk mengirimkan pesan dari koloni ke ibukota imperium, atau sebaliknya. Di darat, kurir atau kuda tak kalah lambat. Cuaca dan keamanan juga jadi kendala.

Keterbatasan itu bisa berdampak luar biasa. Salah satu pertempuran dalam Perang Amerika Serikat-Inggris yang menimbulkan banyak korban adalah Pertempuran New Orleans pada 8 Januari 1815. Padahal Perjanjian Ghent (Belgia) yang mengakhiri perang sudah ditandatangani pada 24 Desember 1814 –sekira dua minggu sebelum pertempuran! Tak ada pihak yang menyadari bahwa perang sudah berakhir.

Pemerintah Belanda juga kena imbas akibat keterbatasan komunikasi selama Perang Jawa. John Tully dalam “A Victorian Ecological Disaster: Imperialism, the Telegraph and Gutta-Percha”, dimuat di Journal of World History terbitan University of Hawaii Press, edisi No 4 tahun 2009, menulis bahwa pemerintah Belanda tak bisa tahu kebutuhan pengiriman balabantuan ke Jawa untuk menghentikan perlawanan Diponegoro selama berbulan-bulan setelah pecah pada 1825. Kendala komunikasi memberi kontribusi bagi berlarut-larutnya Perang Jawa.

Penemuan telegraf membuat pengiriman pesan bisa dilakukan dengan hampir seketika berkat William Fothergill Cooke dan Charles Wheatstone, yang mengajukan paten sistem telegraf listrik di Inggris pada 1837. Telegraf akan mengirimkan pesan dengan menggunakan denyut elektronik yang diteruskan oleh kawat tembaga. Kode yang diterima disebut kode Morse seperti nama penciptanya dari Amerika, Samuel Finley Breese Morse. Jalur telegraf pertama dipasang antara Washongton dan Baltimore. Samuel Morse mengirimkan pesan pertama pada Mei 1844: “Apa yang diciptakan Tuhan?”

Setelah itu tinggal menunggu waktu untuk menghubungkan dunia. Namun keinginan itu tertunda bertahun-tahun karena kendala teknis: bagaimana membuat dan memasang ratusan ribu kilometer kabel yang melintang di dasar laut. Dan kunci keberhasilan sistem baru ini adalah plastik alami bernama gutta-percha, yang terbukti ampuh sebagai pelapis kabel bawah laut.

Kabel telegraf bawah laut pertama diletakkan oleh Jacob dan John Watkins Brett bersaudara melintasi Selat Inggris, yang memisahkan Inggris dan Prancis, pada Agustus 1850. Sempat rusak setelah bekerja sehari, ia akhirnya kembali terpasang dengan baik dari Dover (Inggris) ke Calais (Prancis) setahun kemudian.

“Gutta-percha terbukti pelapis ideal untuk kabel bawah laut, dan manfaat lebih lanjut untuk penggunaan kabel ditemukan bahwa alat yang dilapisi gutta-percha bertambah baik di bawah tekanan dan suhu di dasar laut. Gutta-percha tetap menjadi bahan utama untuk pelapis kabel bawah laut selama lebih dari 80 tahun,” tulis Bill Burns dalam “Wire Rope and the Submarine Cable Industry”, yang dimuat di www.atlantic-cable.com, merujuk pada Palaquium, termasuk famili Sapotaceae, yang umum terdapat di Indonesia.

Upaya menghubungkan Eropa berlanjut. Pada 1852, Britania Raya terhubung dengan Irlandia, lalu London-Paris. Inggris-Belanda terhubung oleh kabel yang melintasi Laut Utara, dari Orford Ness ke The Hague pada 1853. Kabel-kabel juga melintasi Lautan Atlantik dan Pasifik.

Tapi orang yang menjadikan gutta-percha sebagai pembicaraan dunia adalah Cyprus Field, seorang pebisnis dan pemodal Amerika yang memimpin Atlantic Telegraph Company. Field melakukan upaya pertama untuk memasang kabel telegraf trans-Atlantik pada 1858. Pesan pertama yang dikirim melalui kabel itu terjadi pada 16 Agustus 1858: “Kemuliaan bagi Tuhan yang Mahatinggi; di bumi, perdamaian dan kemauan baik akan menghampiri semua orang.” Lalu Ratu Victoria dari Inggris mengirim telegram ucapan selamat kepada Presiden Amerika Serikat James Buchanan. Keduanya juga berharap teknologi komunikasi ini akan mengeratkan hubungan di antara bangsa-bangsa.

Antusiasme atas kehadiran teknologi baru itu membuncah. Keesokan harinya, sebagai bentuk penghormatan, letusan 100 senjata bergema di New York City. Jalan-jalan dihiasi bendera. Lonceng gereja berbunyi. Dan pada malam hari kota itu gemerlap oleh lampu-lampu. Dunia sebagai “kampung global” tinggal menunggu waktu saja.

Namun dalam waktu satu bulan koneksi gagal karena tegangan yang berlebihan. Pesimisme muncul. Kepercayaan investor menurun. Upaya memulihkan koneksi pun tertunda. Akhirnya koneksi kembali lancar setelah upaya pada 1865 dan 1866, dengan kapal uap terbesar di dunia, SS Great Eastern, dan teknologi yang lebih maju. Great Eastern kemudian melanjutkan pemasangan kabel pertama itu hingga mencapai India dari Aden, Yaman, pada 1870.

Setelah sukses meletakkan kabel trans-Atlantik, imperium mulai menghubungkan kawasan-kawasan jajahannya. Ini bukan saja memungkinkan pesan dan maklumat bisa dikirimkan ke mana saja dengan cepat, tapi juga memperkuat kekuasaan mereka di tanah jajahan. Pada 1870-an, kabel telegraf bawah laut terpasang untuk menghubungkan Eropa dengan Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Selatan.

Hindia Belanda juga memasuki era komunikasi baru ini. Pada 1855, Raja Willem III menyetujui usul pemerintah jajahan mengenai proyek telegraf. Setahun kemudian, saluran telegraf pertama dipasang antara Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor), yang menggantung pada pohon-pohon randu. Untuk keperluan itu pemerintah mewajibkan rakyat menanam pohon randu di sepanjang jalan. Penggunaan telegraf di Hindia Belanda kali pertama secara resmi ditandai dengan pengiriman telegraf oleh Ir Groll, kepala Dinas Telegraf Pemerintah, dari Batavia Centrum ke Buitenzorg (Bogor), kediaman Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud.

Mulanya penggunaan telegraf terbatas untuk keperluan pemerintah. “Namun, sejak 1857, kawat antara Batavia dan Surabaya dibangun dan dapat digunakan pula oleh swasta. Pada 1859, jaringan di Jawa panjangnya 2.700 km dan terdapat 28 pos untuk umum,” tulis Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya.

Hubungan dengan dunia luar dimulai pada 1859 ketika kabel pertama dipasang R.S. Newall & Company, produsen kabel yang berkantor di Gateshead, Inggris. Kabel itu membujur dari Singapura ke Batavia sepanjang 550 nm, tapi rusak begitu dipasang, “putus oleh jangkar kapal,” tulis Lewis D.B. Gordon, mitra di R.S. Newall & Company, mengenai pemasangan kabel itu, berjudul “1859 Batavia-Singapore Cable”, dimuat di www.atlantic-cable.com.

“Mr Newall yang malang, saya kasihan padanya karena (pekerjaan ini ) harus tertahan dari yang dia perkirakan. Tapi perkiraannya memang tak masuk akal, dan dia (harus) diyakinkan ketika dia mendengar segala penyebab keterlambatan kami untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang ditentukan.”

Tampaknya terjadi masalah yang berlarut-larut antara pemerintah dan R.S. Newall & Company sehingga butuh waktu sepuluh tahun lebih untuk kembali mencoba membangun jaringan kabel bawah laut. Pada 1870, seperti ditulis Bill Glover dalam “Dutch East Indies Government”, yang dimuat di www.atlantic-cable.com, British-Australian Telegraph Company memasang kabel dengan rute yang sama dan rute lainnya, dari Banyuwangi ke Darwin. Pemerintah Hindia Belanda juga memasang kabel-kabel di sejumlah pulau. Pada 1882, sekira 290 mil dipasang oleh kapal-kapal Eastern Extension, Australasia and China Telegraph Company (EEACTC), perusahaan yang dibentuk pada 1873 di mana British-Australian Telegraph Company masuk di dalamnya.

Kabel lain dipasang antara Jawa-Bali-Makassar (1888), Medan-Aceh (1892), Bali-Lombok dan Olehleh-Sabang (1897), Jawa-Banjarmasin (1901), Balikpapan-Kwandang (1903), Menado-Yap-Guam-Shanghai (1904), Balikpapan-Makassar (1905), Balikpapan ke Surabaya dan Kema-Ternate (1913), serta Surabaya-Makassar-Donggala-Menado (1921). Untuk perawatan, pemerintah membeli sebuah kapal yang kemudian diberi nama Telegraaf. Kapal ini bertugas hingga 1924 sebelum digantikan oleh CS Zuiderkruis.

Berkat gutta-percha wilayah-wilayah di Nusantara saling terhubung, dan menjadi bagian dari “kampung global”. Berkat gutta-percha pula, lewat sarana telegraf, dunia mengetahui kedahsyatan letusan Gunung Krakatau tahun 1883.

Telegraf-kabel menjadi usang ketika Graham Bell mematenkan telepon pada 1876 dan Guglielmo Marconi mematenkan telegraf nirkabel, dengan gelombang radio, pada 1896. Dunia siap bergerak lebih cepat.

“Pada 1933 pemerintah memutuskan meninggalkan jaringan kabelnya dan beralih pada nirkabel. Kegagalan demi kegagalan pada jaringan kabel (akhirnya) benar-benar membuatnya ditinggalkan,” tulis Glover. [BUDI SETIYONO]

Sumber: http://www.majalah-historia.com/majalah
Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Dunia yang Terhubung Kabel"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments