Posted by Rifan Syambodo Categories: Label: , ,
Tidak diragukan lagi, kita hidup di masa yang genting sejak awal tahun 2011. Banyak contoh kasus yang memberikan penjelasan munculnya gejolak di Timur Tengah dan Afrika Utara, seperti: tuntutan-tuntutan adanya reformasi di bidang politik, penggulingan pemerintahan-pemerintahan yang totaliter, diskriminasi, kurangnya kebebasan politik, kemerosotan ekonomi global, tingkat pengangguran yang tinggi, korupsi, pelanggaran-pelanggaran hak azasi manusia, kemiskinan, meningkatnya harga-harga komoditas, upah rendah, buruknya kualitas pelayanan umum, infrastruktur yang bobrok, masalah-masalah perumahan, kenyamanan kuantitatif menimbulkan tekanan-tekanan inflasi di seluruh dunia, dsb.[1]

Namun demikian, adakah satu akar permasalahan yang menyebabkan alasan-alasan tersebut di atas yang mendasari kekacauan politik yang terjadi belakangan ini kemudian hanya menjadi dampak semata? Mungkinkah akar penyebabnya terdapat dalam cara orang memandang dunia ini, suatu sistem kepercayaan yang pada akhirnya mengatur banyak hal dalam hidup manusia? Semua orang memilikinya, bahkan mereka yang percaya bahwa Tuhan itu tidak ada. Orang-orang yang meyakini bahwa Ia eksis belum tentu mempunyai keyakinan yang sama mengenai Dia. Mungkinkah pandangan orang Muslim mengenai Allah secara langsung dapat diidentifikasikan sebagai akar penyebab timbulnya kekacauan yang terjadi sekarang di dunia Muslim?

Tauhid, keesaan Allah, digunakan sebagai panduan bagi para penguasa Muslim

Menurut Islam tradisional, Allah adalah “Yang terasing/jauh”. Tak ada satupun selain Dia yang dianggap penting.[2] Segala sesuatu diciptakan untuk-Nya dan diatur oleh-Nya sendiri. Hanya Allah yang patut disembah. Deskripsi ini diterapkan secara literal kepada para diktator di Timur Tengah dan Afrika Utara. Sama seperti Allah yang melakukan apa yang dikehendaki-Nya, mereka juga tidak terikat kepada sesuatu atau seseorang, dan melakukan apa saja yang mereka inginkan. Sama seperti Allah yang mengancam para budak-Nya agar tunduk dengan menggunakan rasa takut akan penghukuman dan neraka. Para penguasa Muslim di dunia ini berusaha agar mereka tetap memegang kekuasaan dengan menggunakan kekuatan brutal terhadap para pengunjuk rasa yang menuntut agar mereka lengser. Mesir menjadi pengecualian karena revolusi yang dilakukan rakyatnya dapat dikatakan berlangsung dengan damai. Satu-satunya penjelasan untuk itu adalah kedaulatan Tuhan:

‘Terpujilah nama Elohim selama-lamanya, karena hikmat dan kuasa adalah milik-Nya. Dan Dia mengubah waktu dan musim. Dia menghentikan para raja dan mengangkat para raja. Dia mengaruniakan hikmat, dan pengetahuan kepada orang yang mengetahui pengertian’ (Daniel 2:20-21).

Pakar ekonomi Inggris Brian Griffiths menjelaskan dengan gamblang implikasi-implikasi praktis terhadap kehidupan ekonomi dan politik, yang merupakan akibat dari keyakinan seseorang tentang siapa Tuhan itu: ‘Apabila dalam agama, DIA (Tuhan) sangat diagungkan, sebagaimana di dalam Islam, konsekuensinya adalah terciptanya negara totaliter yang berusaha memahami kehendak Allah...’[3]

Supaya adil, pandangan-pandangan lainnya mengenai Tuhan (mis. Politeisme) atau keyakinan-keyakinan keliru yang dianut oleh orang ‘Kristen KTP’ juga akan menimbulkan dampak yang menghancurkan. Griffiths melanjutkan:

‘... Bila prioritas diberikan kepada kelompok mayoritas, hasilnya adalah anarki. Fasisme dan Marxisme, keduanya merupakan usaha untuk menekankan Satu dengan menyingkirkan (orang) yang banyak dan untuk mendapatkan keselamatan dalam bidang-bidang ekonomi melalui negara. Libertarianisme adalah usaha untuk mementingkan orang banyak dengan mengorbankan yang Satu dan merupakan benih yang akan menumbuhkan tidak hanya laissez faire tetapi juga anarki.’[4]

Sekali lagi, Firman Tuhan yang terdapat dalam kitab Zabur (Mazmur), telah menjadi kenyataan, ketika salah satu ayatnya menggambarkan bagaimana orang menciptakan sesembahan menurut buah pikiran mereka sendiri berikut ini:

Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya. (Mazmur 115:8)

Solusi untuk kekacauan dewasa ini: pandangan yang benar mengenai Tuhan

Jika pandangan yang salah mengenai Tuhan adalah faktor penyebab kekacauan yang kita alami sekarang, maka tentulah pandangan yang benar mengenai Dia akan membawa kita kepada satu-satunya jalan keluar. Arus utama kekristenan di seluruh dunia meyakini satu Tuhan, Tritunggal Yang Kudus, karena Tuhan telah menyatakan diri-Nya demikian di dalam Firman-Nya. Ini sungguh suatu misteri, sebagaimana Tuhan sendiri adalah misteri. Kebesaran Tuhan dikonfirmasi dalam Quran dan juga Alkitab.[5] Banyak atribut Tuhan diterima baik oleh orang Muslim maupun orang Kristen, yang masih tetap tidak dapat sungguh-sungguh dipahami oleh pikiran manusia. Kita semua menerima bahwa Tuhan tidak mempunyai permulaan/tidak berawal, namun apakah kita mengerti hal itu? Pertanyaan yang umum diajukan anak-anak ‘Jika Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu, siapakah yang menciptakan Tuhan?’ juga akan memusingkan orang dewasa. Orang Muslim dan orang Kristen percaya bahwa Tuhan itu tidak terikat dengan ruang dan waktu, namun bagaimana mungkin kita dapat menjelaskannya dengan memuaskan? Bagaimana Tuhan dapat sebegitu dekat dengan kita daripada pikiran-pikiran kita yang paling rahasia sekalipun, namun ini juga secara simultan dialami oleh milyaran orang lain di muka bumi ini? Kenyataan-kenyataan yang membingungkan ini juga dialami oleh semua orang dalam sejarah dan waktu yang akan datang. ‘Mustahil!’, kata orang yang skeptis, namun itu benar adanya. Lalu mengapa hal itu menjadi masalah yang sangat rumit jika ada beberapa aspek natur esensial Tuhan (eksistensi-Nya yang Tritunggal) yang sulit kita pahami? Baik Alkitab maupun Quran berbicara mengenai Tuhan secara antropomorfis (yaitu dengan menggunakan istilah-istilah manusia untuk menggambarkan Dia). Orang Muslim ortodoks tidak menjelaskan soal ‘bagaimana’. Demikian pula, adalah kenyataan bahwa Firman Tuhan diwahyukan dalam sebuah kitab, tetapi tidak diklarifikasi bagaimana yang tidak terbatas dapat diekspresikan dalam yang terbatas. Kini marilah kita menetapkan kerangka kerja dasar agar mendapatkan pandangan yang benar mengenai Tuhan.

Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa hanya ada satu Tuhan!

Dan Yesus menjawab...:’Dengarlah hai Israel, YAHWEH-lah Elohim kita, YAHWEH itu Esa’ (Markus 12:29, lihat juga Roma 3:29-30, Yakobus 2:19).

Quran juga bersaksi bahwa orang Yahudi dan orang Kristen, yaitu Para Ahli Kitab, percaya kepada satu Tuhan.[6] Hujatan bahwa orang Kristen menyembah tiga Tuhan bersalah dari kekeliruan pemahaman mengenai Trinitas. Trinitas ilah-ilah yang disembah kaum pagan selalu adalah tiga dewa terpisah, yang mengatasi banyak dewa lain. Trinitas juga salah dimengerti ketika dikatakan bahwa Tuhan itu tiga pribadi dan hanya satu pribadi pada saat yang sama dan dalam pikiran yang sama. Juga bukan tiga substansi dalam satu substansi.

Sementara kata ‘Trinitas’ tidak muncul dalam Alkitab, konsepnya sangat jelas diajarkan dalam halaman-halamannya. Demikian pula dengan pengakuan iman Muslim yang dikenal dengan ‘Kalimah’ tidak ada dalam Quran. Keseluruhan kalimat itu disatukan dari dua Sura yang berbeda. Orang Muslim menyebut Allah ‘Al 'Adl’, yang berarti ‘Yang Adil’, ‘Al Wajid’, yang berarti ‘Sang Pencipta’, ‘Adh Dhur’, yang berarti ‘Yang Mencelakakan’, dan lain-lain berdasarkan ke-99 nama Allah. Namun demikian, kata-kata ini tidak ditemukan sama sekali dalam Quran tetapi orang Muslim tetap menerima atribut-atribut ini sebagai milik Allah.[7]Sekarang marilah melihat beberapa ayat Alkitab yang merupakan dasar dibangunnya pengajaran mengenai Trinitas.

‘Dengarkanlah, hai Israel, YAHWEH, Elohim kita, YAHWEH itu esa. Kasihilah YAHWEH, Elohimmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu’ (Ulangan 6:4-5).

Pertama-tama, kita harus melihat definisi kata ‘Esa’. “Kata tersebut semata-mata menyatakan bahwa hanya Dia-lah yang berhak memiliki nama YAHWEH (dalam Alkitab bahasa Inggris diterjemahkan dengan ‘LORD’, sedangkan LAI menerjemahkan dengan ‘TUHAN’), bahwa Dia-lah satu-satunya Tuhan yang Esa, yang tidak dapat dibandingkan dengan Elohim (sesembahan/ilah-ilah) lain. Ini juga merupakan arti dari ekspresi yang sama dalam Zakharia 14:9, ‘YAHWEH akan menjadi raja atas seluruh bumi, YAHWEH-lah satu-satunya dan nama-Nya pun satu’, dengan penambahan kalimat ‘dan nama-Nya pun satu’, menandakan bahwa di masa depan YAHWEH akan diakui sebagai satu-satunya Tuhan, sebagai Raja atas seluruh bumi.”[8]

Kata yang digunakan untuk ‘satu’ dalam ayat ini adalah angka Ibrani biasa, menandakan bahwa Tuhan itu unik dalam ke-Tuhanan-Nya, natur esensial-Nya. Beberapa ayat menggunakan bentuk jamak seperti ‘Elohim’. Ini luar biasa mengingat pandangan Perjanjian Lama menekankan pada keesaan Tuhan. Kata ini tidak dapat dijelaskan sebagai bentuk jamak dari ‘’keagungan (majesty)’; ini sangat asing bagi orang Ibrani. Kata ini dipahami dalam pengertian yang sama dengan kata untuk ‘air’ dan ‘surga’, yang keduanya juga berbentuk jamak dalam bahasa Ibrani. Air dapat dipahami dalam pengertian tetesan air hujan atau air dalam jumlah yang besar di lautan. Bentuk jamak dalam kasus ini menunjuk kepada ‘keragaman dalam kesatuan’. Beberapa orang meyakini hal ini juga berlaku untuk bentuk jamak dari ‘Elohim’.[9]

Definisi orang Kristen mengenai Trinitas diekspresikan dalam Pengakuan Iman Athanasia:

‘Kami menyembah satu Tuhan dalam Trinitas, dan Trinitas dalam Keesaan; tidak ada percampuran pribadi-pribadi-Nya; juga tidak membagi-bagi Substansi-Nya (Esensi-Nya)’.

Sudah tentu, kata ‘Person’ dalam bahasa Inggris yang digunakan disini (untuk ‘Pribadi’) tidak digunakan dalam pengertian/untuk menggambarkan seorang manusia. Kata ini mengekspresikan makna ‘suatu pribadi (self) dengan fungsi tertentu’[10] . dalam bahasa Arab, kata “Shakhs”, yaitu pribadi (person) tidak digunakan untuk Allah. Ia bukan manusia. Itu sebabnya mengapa orang-orang Kristen yang berbahasa Arab menggunakan istilah Aramaik “Uqnum” (jamak Aqaneem = akar atau prinsip) ketika berbicara mengenai ke-3 Pribadi Trinitas Yang Kudus. Mereka menggunakan formula berikut ini untuk Trinitas: “Bismi’l Aab, wal-Ibn, wal-Ruh al-Qudos, Ilah Wahed, Ameen.”

Harus ditegaskan bahwa orang Kristen tidak menyembah tiga Tuhan melainkan hanya satu Tuhan karena ‘... setiap Pribadi dalam Ketuhanan, dalam pengertian tertentu, saling mendiami, tanpa menghilangkan kepenuhan kepribadian masing-masing di antara mereka. Maka, kesatuan esensial dari Ketuhanan terdapat dalam kesetaraan intrinsik dari karakteristik-karakteristik ilahi mereka dan juga dalam kesatuan personal yang intens yang berasal dari keberdiaman mutual.’[11] Jadi ketika Putra Tuhan wafat di salib, Tuhan tidak berhenti eksis tetapi Ia terpisahkan dari diri-Nya sendiri sehubungan dengan relasi di dalam Trinitas, bukan dalam hal esensi-Nya. Berpikir bahwa Tuhan mengikhlaskan suatu hubungan yang sempurna untuk sejangka waktu tertentu menunjukkan betapa besar kasih-Nya kepada kita!

‘Diyakini bahwa walaupun doktrin tersebut jauh melampaui pikiran manusia, doktrin tersebut, seperti halnya banyak formulasi sains fisik, tidak bertentangan dengan akal sehat, dan dapat dipahami walaupun tidak dapat dimengerti oleh pikiran manusia’[12] .

Trinitas Tuhan, juga banyak fakta lainnya mengenai Dia tidak perlu dipahami seutuhnya, tetapi harus diimani. Iman, yaitu keyakinan sederhana seperti yang dimiliki anak-anak bahwa Tuhan adalah Pribadi yang diri dan tindakan-Nya seperti yang ia sendiri nyatakan di dalam Alkitab, dan itu cukup untuk mendapatkan keselamatan. Demikian pula, kita tidak perlu mengerti bagaimana kerja sebuah televisi agar kita dapat menikmati sebuah tayangan mengenai alam. Hanya dengan menekan tombol yang tepat kita sudah dapat menikmati semuanya.

Bahaya yang menghadang ketika orang dikonfrontir dengan gagasan-gagasan ekstim atau rumit adalah ‘seperti melemparkan bayi keluar dari bak mandinya’, ini berarti menolak segala hal mengenai suatu perkara, bahkan apa yang benar dan baik dari perkara itu. Mengenai sikap semacam itu, berikut ini adalah pandangan C.S. Lewis, seorang profesor Literatur Abad Pertengahan Dan Masa Pencerahan di Universitas Cambridge: ‘Jika kekristenan adalah sesuatu yang kita buat-buat, sudah tentu kita akan membuatnya lebih mudah. Namun ternyata tidak demikian adanya. Kita tidak dapat bersaing, dalam hal-hal yang sederhana, dengan orang-orang yang menciptakan agama. Bagaimana mungkin kita bisa? Kita berurusan dengan Fakta. Sudah tentu siapapun dapat bersikap sederhana jika ia tidak mempunyai fakta-fakta yang harus dipusingkan’[13] penjelasan-penjelasan yang lebih terperinci mengenai Trinitas dapat diperoleh di banyak tempat di internet [14] .

Keesaan sejati Tuhan menentukan keberhasilan pemerintahan banyak bangsa

‘... Relevansi Trinitas adalah untuk menekankan baik individu maupun negara, demikian pula sejumlah besar varietas institusi pengantara yang membentuk dasar bagi masyarakat yang pluralistik. Selama kehidupan ekonomi mendapat perhatian, ini mencakup korporasi, rekanan, persatuan-persatuan dagang, asosiasi-asosiasi profesional, komite-komite yang memperhatikan penetapan standar-standar, dan sebagainya’[15] .

Pakar ekonomi Inggris Brian Griffiths mendasari pemikiran-pemikiran ini pada fakta bahwa Trinitas Tuhan mengandung suatu Kesatuan di dalam Diversitas yang sangat dalam untuk dipahami. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Tuhan.[16] Ini berarti bahwa, sama seperti Dia, manusia mempunyai kapasitas untuk berelasi, berpikir, mengambil keputusan dan mempunyai perasaan. Elemen-elemen ini harus dihidupi dalam suatu cara yang terpadu yang mengijinkan diversitas. Suatu tolak ukur yang seimbang dari keduanya diperlukan bagi kehidupan publik. Namun demikian, masa lalu bergerak menuju multikulturalisme dan memberi penekanan yang berlebihan pada diversitas di Eropa dan Amerika, yang disadari telah menjadi terlalu ekstrim. Ini sangat mengancam keseimbangan yang terdapat dalam Trinitas. Kesatuan dalam kelompok-kelompok masyarakat ini yang pada awalnya muncul dari keyakinan kepada sudut pandang alkitabiah yang sama, digantikan dengan suatu keyakinan post-modernistik yang mengatakan bahwa tidak ada kebenaran yang absolut. Pandangan ini sendiri tidak terlalu kuat karena klaimnya sendiri adalah sebuah pernyataan mengenai kebenaran yang absolut itu sendiri. Sebagian dari kekacauan pandangan ini dapat ditemukan dalam penyimpangan kata ‘iman’ pada masa kini. Seringkali kata itu digunakan dengan arti ‘suatu posisi yang dipertahankan walaupun kurang bukti atau tanpa mengindahkan bukti yang berlawanan’. Kata alkitabiah ‘pistis’ berasal dari “peithô”, yakni sebuah istilah legal yang berarti ‘terbujuk’, misalnya seperti para cendekiawan yang terbujuk oleh argumen-argumen (seperti C.S. Lewis, Francis Schaeffer dan yang lainnya) telah berulangkali menunjukkan bahwa kekristenan alkitabiah adalah solid dan dapat diyakini kebenarannya dalam makna biblikal kata tersebut.[17] Suatu masyarakat yang dibangun di atas sudut pandang alkitabiah akan menghormati, menjaga dan mengasimilasi kaum minoritas tetapi mereka tidak dapat mendominasinya dengan cara pandang mereka sendiri.

Islam dan semua agama lainnya kecuali kekristenan alkitabiah mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya baik walaupun mempunyai kapasitas untuk berbuat jahat. Ketika realitanya tidak sesuai dengan cita-cita ini, maka suatu sistem politik yang totaliter diciptakan untuk menjaga ketertiban. Akibatnya, para pemimpin seperti Mao, Pol Pot, Hitler, Lenin, Stalin dan Idi Amin membantai jutaan orang atas nama kemajuan. Sebaliknya Alkitab mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah pendosa dengan kapasitas untuk berbuat baik. Demokrasi, dengan segala penyelewengan dan ekses-eksesnya dibangun di atas kebenaran akan kebobrokan manusia. Demokrasi tidak dirancang untuk menangani sekelompok masyarakat yang terdiri dari para pendosa. Pasar-pasar bebas menjaga kejujuran mereka dengan menyediakan suatu sistem persaingan yang terbuka. Tidak satupun dari alternatif-alternatif yang ada, merkantilisme, monopoli atau konsumerisme yang dapat menandinginya. Pasar-pasar bebas, yang adalah produk demokrasi, juga mendorong penghargaan terhadap diri sendiri; ini adalah sebuah gagasan alkitabiah yang diambil dari ayat-ayat yang mengatakan bahwa manusia diperintahkan untuk mengasihi dirinya sendiri bagi Tuhan tetapi juga mengasihi sesamanya bagi kepentingan/kebaikan sesamanya itu juga.[18] Oleh karena manusia adalah pendosa, demokrasi membuat hukum untuk melindungi orang dari para pemimpin mereka. Kekuasaan merusak; oleh karena itu kekuasaan dipecah menjadi eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Obat bagi gejolak yang kita saksikan belakangan ini sesungguhnya ada dalam pandangan yang benar mengenai Keesaan Tuhan seperti yang dijelaskan dalam Alkitab. Pandangan ini memberikan sumbangsih terbaik dalam sistem politik demokrasi. Namun demikian, kita sangat paham bahwa jika demokrasi dipraktekkan tanpa menganut dasar-dasar alkitabiah maka demokrasi akan mengalami kegagalan total. Oleh karena itu, orang-orang yang gagah berani di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak hanya perlu mendengar mengenai demokrasi. Mereka berhak diberitahu Kabar Baik mengenai Tuhan yang sangat mengasihi mereka. Ia telah memperkenalkan diri-Nya di dalam Alkitab dengan cara yang tidak terpikirkan manusia sebelumnya. Pentingnya doktrin ini karena doktrin alkitabiah mengenai Keesaan Tuhan ini memberikan pesan yang sangat penting yang mempengaruhi semua bidang kehidupan. Hanyalah natur eksklusif Tuhan yang membuat salib, kebangkitan, anugerah, hidup yang bermakna dan jaminan keselamatan menjadi hal yang mungkin terjadi. Tuhan, seperti yang digambarkan dalam Alkitab, sangat berperan penting dalam keberhasilan semua relasi kita. Tidak heran jika Ia mengutus para pengikut-Nya untuk bersaksi kepada dunia mengenai Dia.

‘Dan rahasia yang besar dari kesalehan itu tidaklah terbantahkan, bahwa Elohim telah dinyatakan di dalam daging, dibenarkan di dalam Roh, terlihat oleh para malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa, dipercaya di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan’ (1 Timotius 3:16)
Oleh: Oskar [http://www.answering-islam.org/]

Catatan kaki:

1 http://www.cnn.com/2011/WORLD/meast/02/18/mideast.africa.unrest/ dan http://links.com/2011/01/root-cause-of-the-egypt-tunisiamiddle-east-crisis/ (keduanya diakses pada 18 Februari 2011)
2 Walaupun Surah 112:1, Qul huwa Allahu ahad(un), seharusnya diterjemahkan secara harafiah, “Katakanlah: Ia, Allah, adalah esa.” Di tempat-tempat lain ahad digunakan dalam Quran dengan arti “satu dari” atau dikenakan pada anggota dari suatu kelompok tidak hanya untuk satu, yaitu Surah 2:96, 102, dll. Untuk detil selanjutnya lihat: this article.
3 The Creation of Wealth, Downers Grove, Ill, USA, IVP, 1984, hal.55
4 Ibid
5 Ayub 11:7, 1 Kor. 2:11, Surah Al-Anaam 6:103
6 Surah 29, Ankabut, ayat 46
7 The Muslim doctrine of God, oleh S.M. Zwemer, American tract Society, 1905, hal. 39-45
8 Keil-Delitsch Commentary
9 Kejadian 1:26, 3:22, Yesaya 6:8
10 The Illustrated Bible Dictionary oleh F.F. Bruce, IVP Leicester, 1962, lihat ‘person’
11 The self-giving triune God, the imago dei and the nature of the local church: an ontology of mission, makalah oleh J. Scott Horrell, Th.D, professor Teologi Sistematika di Seminari Teologi Dallas)
12 Encyclopedia Americana, ‘Trinity’, oleh F.C. Grant, Danbury, Con.: Americana Corp., 1980)
13 Mere Christianity, Macmillan Company, New York, 1943, hal.145
14 www.answering-islam.org/Trinity/index.html, www.christianityexplained.net/muslims/Trinity.htm
15 The Creation of Wealth, hal. 55
16 Kejadian 1:26-27
17 www.christianityexplained.net/muslims/Truth.htm
18 Lukas 10:27, 1 Yohanes 3:16
Share to Lintas BeritaShare to infoGueKaskus

No Response to "Akar Penyebab dan Obar untuk Gejolak di Timut Tengah dan Afrika Utara"

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Promote Your Blog

Recent Posts

Recent Comments