Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Perang di Asia
Pertempuran Dien Bien Phu (Chiến dịch Điện Biên Phủ) adalah yang terakhir dalam Perang Indochina Pertama antara Prancis dan Viet Minh. Pertempuran ini terjadi antara Maret dan Mei 1954, dan berakhir dengan kekalahan Prancis secara besar-besaran yang akhirnya menyudahi peperangan itu. Hasil dari serangkaian kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan Prancis ialah bahwa Prancis berusaha menciptakan sebuah basis pemasokan lewat udara di Dien Bien Phu, jauh di daerah perbukitan Vietnam. Tujuannya adalah untuk memotong jalur pasokan Viet Minh ke Laos. Sebaliknya, Viet Minh di bawah Jenderal Vo Nguyen Giap, sanggup mengitari dan mengepung Prancis. Pecahlah pertarungan sengit di darat.
Viet Minh menduduki daerah perbukitan di sekitar Dien Bien Phu, dan mampu menembak ke bawah secara akurat ke posisi-posisi Prancis. Pasukan Prancis berulang-ulang membalas serangan-serangan Viet Min di posisi-posisi mereka, dengan sesekali menerjunkan pasukan-pasukan tambahan. Namun pada akhirnya Viet Minh berhasil merebut basis pertahanan Prancis dan memaksa Prancis menyerah.
Setelah pertempuran ini, perang berakhir dengan persetujuan Jenewa 1954. Persetujuan ini membagi Vietnam menjadi Utara yang komunis dan Selatan yang demokratis. Namun demikian perdamaian yang singkat itu segera berantakan. Pertempuran pecah kembali pada 1957 dengan Perang Vietnam (Perang Indochina Kedua).
Latar Belakang Dan Situasi Menjelang Pertempuran
Pada tahun 1953, Prancis keteteran dalam Perang Indochina Pertama. Serangkaian panglima perang (Thierry d'Argenlieu, Jean de Lattre de Tassigny, dan Raoul Salan) terbukti tidak mampu menekan pemberontakan Viet Minh. Dalam pertempuran-pertempuran mereka pada 1952-1953, Viet Minh telah mengalahkan kekuatan koloni Prancis di Laos, tetangga Vietnam di sebelah barat. Prancis terbukti tidak mampu menahan lajunya Viet Minh, yang segera mundur apabila kehabisan dukungan pasokan mereka yang gigih.
Pada 1953, Prancis telah mulai memperkuat pertahanan mereka di daerah delta Hanoi dan mulai mempersiapkan serangkaian serangan terhadap basis-basis Viet Minh di Vietnam barat laut. Mereka pun telah membangun sejumlah kota benteng dan pos-pos luas di wilayah itu, termasuk Lai-Chau dekat perbatasan Tiongkok di utara, Na Sanh di barat Hanoi, dan Luang-Prabang dan Plaine des Jarres di Laos utara.
Musim semi itu, Jenderal Vo Nguyen Giap dari Viet Minh melancarkan sebuah serangan besar-besaran terhadap Nan Sanh. Setelah pertempuran sengit beberapa hari, kekuatan Viet Minh kalah, sehingga menimbulkan 1.544 orang korban di pangkalan dan 1.932 lainnya luka-luka. Vo menarik mundur sebagian besar kekuatannya. Pada Mei 1953, Perdana Menteri Prancis Rene Mayer menunjuk Henri Navarre, seorang kolega kepercayaannya, untuk mengambil alih pimpinan pasukan Prancis di Indochina. Mayer memberikan satu perintah kepada Navarre - untuk menciptakan kondisi-kondisi militer yang akan membawa Prancis kepada suatu 'pemecahan politis yang terhormat'. (Davidson, 165)
Setibanya di Vietnam, Navarre dikejutkan oleh apa yang ia temukan. "Sejak kepergian de Lattre, tidak ada rencana jangka panjang. Segala sesuatunya dilakukan secara reaktif, berdasarkan pertimbangan dari hari ke hari. Operasi-operasi tempur dilakukan hanya sebagai jawaban terhadap gerakan-gerakan atau ancaman musuh. Tidak ada rencana menyeluruh untuk mengembangkan organisasi dan membangun perlengkapan dari kekuatan Ekspedisi. Akhirnya, Navarre, sang intelektual, serdadu yang dingin dan profesional, dikejutkan oleh sikap Salan dan para komandan seniornya serta para perwira stafnya yang bersikap santai, 'sekolah bubar'. Mereka akan pulang, bukan sebagai pemenang atau pahlawan, tetapi bukan juga sebagai pecundang. Bagi mereka, yang penting ialah bahwa mereka akan keluar dari Indocina dengan reputasi mereka yang compang-camping, tapi tetap utuh. Mereka tidak begitu peduli, atau tidak banyak berpikir tentang masalah untuk para pengganti mereka." (Davidson, 165)
Navarre diganggu oleh sebuah pertanyaan - apakah misinya sebagai Komisioner Tinggi Vietnam mewajibkan dia mempertahankan koloni Laos pula? Ini terbukti merupakan masalah yang paling kontroversial sekitar pertempuran ini. Laos jauh letaknya dari pusat kekuatan militer Prancis di Hanoi. Meskipun Navarre menganggap ia bertanggung jawab atas wilayah itu, upaya mempertahankannya akan mengundang risiko besar karena ia harus menggerakkan pasukannya dalam jarak jauh dari pusatnya. Navarre mengadakan serangkaian pertemuan dengan Komisi Pertahanan Nasional Prancis pada Juli 1953.
Pada Juli 17, Navarre meminta klarifikasi mengenai tanggung jawabnya di Vietnam, tentang apakah ia bertanggung jawab atas pertahanan Laos utara. Pada 24 Juli, Navarre kembali bertemu dengan Komisi ini. Pertemuan ini menghasilkan kesalahpahaman besar, fakta yang paling dipertentangkan menyangkut kontroversi sekitar pertempuran ini. Selama bertahun-tahun sesudah itu, Navarre bersikeras menyatakan bahwa Komisi itu tidak menghasilkan konsensus. Perdana Menteri Prancis, Joseph Laniel, sebaliknya menyatakan bahwa pada pada pertemuan itu, Komisi tersebut telah memerintahkan Navarre untuk melepaskan Laos bila perlu. "Tentang masalah kunci ini, bukti-bukti mendukung klaim Navarre bahwa pada 24 Juli, ia tidak mendapatkan keputusan yang jelas menyangkut tanggung jawabnya terhadap Laos. Selama bertahun-tahun, bila ditantang oleh Navarre, Laniel tidak pernah mampu menyajikan bukti tertulis apapun untuk mendukung pernyataannya bahwa Navarre telah diperintahkan untuk meninggalkan Laos bila perlu" (Davidson, 176).
Menoleh ke belakang, alasan atas keraguan komisi itu jelas. Hasil pertemuan komisi itu terus-menerus dibocorkan kepada pers. Para politikus di komisi itu tidak rela membuat pernyataan yang jelas menyangkut keputusan kebijakan yang secara politis akan merugikan mereka.
Pada saat yang sama, Navarre telah mencari jalan untuk menghentikan ancaman Viet Minh terhadap Laos. Kolonel Louis Berteil, komandan Kelompok Mobil 7, merumuskan sebuah konsep "herrison" (landak). Tentara Prancis akan membangun sebuah jembatan udara yang dilindungi di dekat jalur pasokan Viet Minh yang penting ke Laos (Davidson, 173). Hal ini secara efektif akan memotong jalur tentara Viet Minh yang berperang di Laos, dan memaksa mereka untuk mundur.
Pada bulan Juni, Mayor Jenderal René Cogny, komandan di Delta Tonkin, mengusulkan Dien Bien Phu sebagai sebuah "tempat bertambat". Dalam kesalahpahaman yang lain, Cogny membayangkan suatu titik dengan pertahanan ringan, yang dijadikan pangkalan untuk melakukan penyerangan, namun bagi Navarre, ini berarti sebuah basis yang sangat diperkuat hingga mampu menghadapi suatu pengepungan. Navarre memilih Dien Bien Phu untuk lokasi "landak" Bertiel. Ketika hal ini disajikan, setiap perwira bawahan utama memprotes - Kolonel Jean Nicot, (komandan satuan transportasi Udara Prancis), Cogny, dan Jenderal Gilles dan Dechaux (komandan darat dan udara untuk CASTOR, serangan udara pertama terhadap Dien Bien Phu). Navarre menolak kritik terhadap proposalnya ini, dan menutup konferensi pada 17 November dengan menyatakan bahwa operasi akan dilaksanakan tiga hari kemudian, pada 20 November 1953. (Davidson, 184)
Navarre memutuskan untuk tetap melakukan operasi, meskipun jelas terdapat kesulitan-kesulitan operasional, karena ia telah berulang-ulang mendapatkan jaminan dari para perwira intelnya bahwa operasi itu mempunyai sedikit sekali risiko keterlibatan kekuatan lawan yang kuat. (Davidson, 189) Navarre sebelumnya telah mempertimbangkan tiga jalan lain untuk mempertahankan Laos: perang bergerak, yang tidak mungkin dilakukan, mengingat keadaan medan di Vietnam; sebuah garis pertahanan linear yang merentang hingga ke Laos, yang tidak mungkin mengingatjumlah pasukan yang ada di tangan Navarre; atau menempatkan pasukan di ibukota Laos dan menopang mereka lewat udara, yang tidak mungkin dilakukan mengingat jarak dari Hanoi ke Phrabang dan Vientiane (Davidson, 186). Jadi, satu-satunya pilihan yang tersisa di tangan Navarre adalah pilihan "landak", yang digambarkannya sebagai "sebuah solusi yang agak buruk". (Davidson, 187)
Dalam perubahan nasib yang menyedihkan, Komite Pertahanan Nasional Prancis pada akhirnya setuju bahwa tanggung jawab Navarre tidak mencakup upaya mempertahankan Laos. Namun, keputusan mereka (yang disusun pada 13 November) tidak disampaikan kepadanya hingga 4 Desember, dua minggu setelah Pertempuran Battle Dien Bien Phu dimulai. (Davidson, 176)
Nan Sanh Dan Dien Bien Phu
Nan Sanh adalah sebuah eksperimen awal yang berhasil dalam menggunakan pertahanan landak, yang meyakinkan Navarre tentang kemungkinan digunakannya konsep pertahanan jalur udara. Pada dasarnya ini adalah sebuah benteng yang dipasok hanya lewat udara. Diharapkan bahwa dengan mengulangi pembentukannya dalam skala yang lebih besar, Prancis akan dapat memancing Giap untuk mengerahkan sebagian besar kekuatannya dalam sebuah serangan massal. Hal ii akan memungkinkan artileri Prancis yang unggul, persenjataan dan dukungan udaranya, menyapu kekuatan Viet Minh di medan yang terbuka. Sayangnya, para perwira staf Prancis gagal memperhitungkan sejumlah perbedaan penting antara Dien Bien Phu dan Nan Sanh.
Pertama, di Nan Sanh Prancis menguasai hampir semua dataran tinggi dan menikmati dukungan artileri yang berlimpah. Namun, di Dien Bien Phu, situasinya terbalik: Viet Minh menguasai sebagian besar dataran tinggi di sekitar lembah, dan artileri mereka jauh melebihi Prancis. Vo Nguyen Giap membandingkan Dien Bien Phu dengan sebuah "bakul nasi", di mana pasukan-pasukannya menduduki tepiannya, sementara Prancis menduduki dasarnya.
Kedua, Giap membuat kesalahan di Nan Sanh dengan mengerahkan pasukan-pasukannya dalam sebuah serangan frontal yang ceroboh sebelum sempat melakukan cukup persiapan. Di At Dien Bien Phu, Giap menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menumpuk amunisi dan menempatkan artileri berat dan senapan-senapan anti pesawat udara sebelum melakukan gerakannya. Tim-tim relawan Viet Minh dikirim ke kamp Prancis untuk mencatat tempat-tempat artileri Prancis. Artileri-artileri kayu dibangun sebagai kamuflase, dan senapan-senapan yang sesungguhnya dirotasi setiap beberapa salvo untuk membingungkan serangan balik Prancis. Akibatnya, ketika pertempuran mulai, Viet Minh tahu persis di mana letak artileri Prancis, sementara Prancis bahkan tidak sadar berapa banyak senapan yang dimiliki Giap.
Ketiga, dan yang terpenting, jembatan udara di Nan Sanh tidak pernah terputus meskipun Viet Minh melakukan tembakan anti pesawat udara. Di Dien Bien Phu, Giap mengerahkan sejumlah besar serangan anti serangan udara yang dengan segera menutup landasan terang dan membuatnya sangat mahal bagi Prancis untuk mengerahkan bala bantuan.
Operasi Castor Dan Pembentukan Wilayah Udara
Operasi di Dien Bien Phu dimulai pada 10:35 pada pagi hari 20 November 1953. Dalam Operasi Castor, Prancis menerjunkan atau menerbangkan 9.000 pasukan ke wilayah itu selama tiga hari. Mereka mendarat di tiga daerah pendaratan - Natasha (barat laut dari Dien Bien Phu), Octavie (barat daya Dien Bien Phu), dan Simone (tenggara Dien Bien Phu).
Resimen ke-148 148 dari Elit Independen Viet Minh, yang bermarkas di Dien Bien Phu, bereaksi "dengan segera dan efektif", namun, tiga dari keempat batalyon mereka tidak hadir hari itu (Davidson, 193). Operasi-operasi awal berlangsung baik untuk Prancis. Pada akhir November, enam batalyon payung telah mendarat dan Prancis mengkonsolidasikan posisi-posisi mereka.
Pada saat inilah Giap memulai gerakan perlawanan baliknya. Giap telah mengharapkan datangnya serangan, tapi tidak dapat meramalkan kapan atau di mana hal itu akan terjadi. Giap menyadari bahwa bila ditekan, Prancis akan meninggalkan Provinsi Lai Chau dan berperang dalam sebuah pertempuran sengit di Dien Bien Phu. Pada 24 November, Giap memerintahkan Resimen Infantri ke-148 dan Divisi ke-316 untuk menyerang ke Lai Chau, dan Divisi ke-308, 312, dan 351 menyerang dari Viet Bac masuk ke Dien Bien Phu (Davidson, 196).
Mulai bulan Desember, Prancis, di bawah komando Kolonel Christian de Castries, mulai mentransformasi titik pangkalan mereka menjadi sebuah benteng dengan membangun berbagai titik yang kuat, masing-masing dinamai sesuai dengan nama bekas kekasih gelap Castries mistress. Pusat bentengnya dengan markas besarnya mempunyai titik yang kuat "Huguette" di sebelah barat, "Claudine" di selatan, dan "Dominique" di timur laut. Titik kuat lainnya adalah "Anne-Marie" di barat laut, "Beatrice" di timur laut, "Gabrielle" di utara dan "Isabelle" empat mil di selatan, menutupi landasan udara cadangan. Setelah dipikir kembali, pilihan Castries sebagai komandan yang bertugas di Dien Bien Phu adalah pilihan yang buruk. Navarre meilih Castries, seorang perwira kavaleri dalam tradisi abad ke-18, karena Navarre membayangkan Dien Bein Phu sebagai sebuah pertempuran bergerak. Pada kenyataannya, Dien Bien Phu membutuhkan seseorang yang cekatan dengan gaya pertahanan statis Perang Dunia I, sesuatu yang sebetulnya tidak cocok untuk Castries.
Kedatangan Divisi ke-316 menyebabkan Cogny memerintahkan evakuasi garnizun Lai Chau ke Dien Bein Phu, persis seperti yang diharapkan oleh Giap. Dalam perjalanan, praktis mereka dihabisi oleh Viet Minh. "Dari 2.100 orang yang meninggalkan Lai Chau pada 9 Desember, hanya 185 yang berhasil tiba di Dien Bein Phu pada 22 Desember. Sisanya telah dibunuh atau tertangkap, atau melakukan desersi" (Davidson, 203). Pasukan-pasukan Viet Minh kini berkumpul di Dien Bien Phu.
Perancis telah menyediakan 10.800 pasukan, dengan pasukan tambahan yang seluruhnya mencapai hampir 16.000 orang, untuk mempertahankan sebuah lembah yang dipengaruhi oleh iklim muson, yang dikelilingi oleh bukit-bukit berhutan lebat yang belum diamankan. Artileri serta sepuluh tank ringan M-24 ditambah sejumlah pesawat udara juga dikerahkan untuk mempertahankan benteng itu.
Sementara itu, Viet Minh telah memindahkan 50.000 pasukan regulernya bersama dengan 55.000 pasukan cadangan, pengangkut, dan milisi ke bukit-bukit di sekeliling lembah, seluruhnya berjumlah lima divisi, termasuk Divisi Berat ke-351 yang terdiri sepenuhnya dari artileri berat. Artileri dan senapan AA, yang jauh lebih banyak daripada artileri Prancis 4 banding 1, dipindahkan ke dalam posisi terkamuflase, mengarah ke lembah. Prancis mengalami tembakan artileri sporadik Viet Minh pertama kali pada 31 Januari 1954 dan patroli-patroli mereka menjumpai Viet Minh di segala penjuru. Mereka telah bersatu dalam pertempuran ini dan Prancis kini terkepung.
Pertempuran
Keadaan berubah pada awal Maret 1954, ketika menjadi jelas bahwa pasukan Viet Minh (Sekutu Vietnam) yang kian bertambah masuk ke wilayah itu. Pertempuran itu sendiri dimulai pada 13 Maret ketika, dengan sangat mengejutkan bagi Prancis, Viet Minh melepaskan tembakan artileri besar-besaran. Pada akhir malam pertama 9.000 peluru artileri telah jatuh di daerah itu, dan posisi Beatrice dan Gabrielle telah jatuh, meskipun dengan kerugian besar pada pihak penyerangnya yaitu lebih dari 2.500 korban. Dalam keberhasilan logistik yang besar, Viet Minh teleh berhasil mengangkut sejumlah besar peralatan mereka di bukit-bukit berhutan yang terjal, yang dianggap Prancis tidak dapat dilalui. Komandan artileri Prancis, Kolonel Piroth, yang sangat kecewa karena tidak mampu melakukan pukulan balik terhadap serangan-serangan Viet Minh yang terkamuflase dengan baik, masuk ke liang persembunyiannya dan membunuh dirinya sendiri dengan sebuah granat tangan. Ia dikuburkan di sana dengan sangat rahasia untuk mencegah hilangnya moril di antara pasukan Prancis.
Prancis menjawab dengan penambahan pasukan lewat payung terjun, namun mereka ditembaki oleh senapan-senapan anti serangan udara, suatu kejutan lain dari pihak Viet Minh. Mengingat pentingnya pasokan lewat udara, hal ini merupakan perkembangan yang menyulitkan bagi para pasukan yang mempertahankan basisnya. Prancis juga mulai menggunakan pesawat serangan darat mereka untuk menghadapi artileri, namun semua itu tidak mempunyai pengaruh yang berarti, mengingat senapan-senapan itu sangat tersembunyi.
Mengingat pentingnya pasokan lewat udara, Giap beralih dari serangan-serangan massal yang mahal, yang mulai membuat orang-orangnya hampir memberontak, kepada perembesan yang teratur dan membangun sebuah jaringan parit dan bombardemen artileri. Selain itu, Viet Minh mulai menggali parit-parit yang panjang hingga ke tengah perkemahan, menutupi gerakan mereka dari tembakan langsung, dan memungkinkan mereka membangun pertahanan dan menyerang dalam perlindungan. Landasan pertama jatuh setelah penyerangan selama lima hari dari 18 Maret hingga 23 Maret. Pesawat terakhir mendarat pada 28 Maret di landasan yang kedua, namun dihancurkan pada saat pendaratannya. Prancis menjawab dengan serangan mereka sendiri pada tanggal 28, dengan serangan terhadap posisi anti pesawat udara. Pada tanggal 31, Prancis merebut dua kubu militer di puncak bukit, Dominique dan Eliane, tapi belakangan harus meninggalkannya karena tidak adanya tambahkan pasukan.
Dengan pengiriman pasokan yang sama sekali tergantung pada parasut, arus pasokan mulai berkurang. Sebagian dari pasokan yang diterjunkan lewat udara jatuh di daerah-daerah yang dikuasai oleh Viet Minh, sehingga memberikan kepada mereka bahan-bahan yang sangat mereka butuhkan. Pada titik ini, pada dasarnya Vietnam telah memenangkan pertempuran, dan mereka menyebut sisa pertempuran sebagai "pelan-pelan melukai gajah yang sedang sekarat". Pada minggu terakhir April, angin muson tahunan tiba, sehingga semakin mengurangi efektivitas dukungan udara apapun yang dapat diberikan. Lubang-lubang pertahanan menjadi berbahaya, dan bungker-bungker runtuh. Pengiriman bala bantuan pengganti terakhir —4.306 pasukan di bawah Jenderal Marcel Bigeard, yang diterjunkan antara 14 Maret dan 6 Mei—bahkan tidak cukup menutupi kerugian yang dialami di antara kedua tanggal itu, 5.500 orang. Prancis melancarkan "Operasi Burung Kondor" pada bulan April untuk menolong pasukan garnizun dengan mengirimkan bala bantuan dari ibukota Laos ke lembah itu. Namun pasukan itu terhalang di hutan-hutan Laos yang lebat, dan benteng jadi terisolir.
Prancis melihat bahwa kekalahan akan segera datang, namun mereka berusaha bertahan terus hingga pertemuan perdamaian Jenewa, yang berlangsung pada 26 April. Serangan Prancis yang terakhir terjadi pada 4 Mei, namun tidak efektif. Viet Minh lalu mulai menghantam kubu pertahanan Prancis dengan artileri roket Rusia yang baru mereka peroleh. Giap melakukan serangan terakhirnya ini pada 1 Mei. Dari semua sisi pasukan Viet Minh menyerang posisi-posisi Prancis, dan emskipun terdapat perlawanan gigih dari pasukan Prancis dan pasukan Legiun Asing, Dominique, Eliane dan Huguette akhirnya dikalahkan dalam tiga hari berikutnya. Saat itu, bekal makanan Prancis hanya cukup untuk lima hari lagi dan banyak pasukan yang sudah mulai kehabisan amunisi. Rumah sakit mereka, yang kekurangan pasokan obat-obatan, penuh dengan mayat dan tentara yang terluka, dan moril Prancis mulai patah.
Kejatuhan terakhir membutuhkan dua hari 6 Mei dan 7 Mei; dalam hari-hari itu Prancis bertempur terus namun akhirnya digulung oleh suatu serangan besar yang fonrtal. Serangan terakhir terjadi pada 7 Mei, ketika dalam sebuah serangan artileri Viet Minh besar-besaran, 25.000 dari orang-orang Giap yang tersisa menyerang kurang dari 3.000 pasukan Prancis dalam sebuah lingkaran yang kian menyusut. Pasukan Viet Minh tumpah ke sisa-sisa pertahanan Prancis dan meskipun Prancis bertahan dengan gigih, pasukan Viet Minh yang sama gigihnya mencapai markas besar Prancis pada pk 17:30 dan De Castries menyerah. Meskipun titik pertahanan kuat Isabelle masih bisa bertahan 24 jam lagi, pengepungan terhadap Dien Bien Phu secara teknis sudah selesai.
Sekurang-kurangnya 2.200 anggota dari 16.000 pasukan Prancis yang kuat meninggal dalam pertempuran. Dari sekitar 50.000-100.000 Viet Minh yang terlibat, diperkirakan hampir 8.000 orang terbunuh dan 15.000 lagi terluka.
Setelah Pertempuran
Lebih dari 11.000 tahanan yang ditawan di Dien Bien Phu - jumlah terbesar yang pernah ditangkap oleh Viet Minh: sepertiga daripada keseluruhan tawanan yang ditangkap selama perang. Para tawanan ini dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Mereka yang masih sehat dan yang luka-luka namun bisa berjalan dipaksa berjalan sejauh sekitar 400 km ke kamp-kamp tahanan di utara dan timur. Ratusan orang mati karena penyakit dalam perjalanan. Yang luka-luka, sejumlah 4.436 orang, diberikan perawatan darurat hingga Palang Merah tiba, menyingkirkan 838 orang dan memberikan perawatan yang lebih baik kepada sisanya. Sisanya lalu dikirim ke tempat penahanan.
Kamp penjara ternyata bahkan lebih parah. Pasukan-pasukan Prancis, banyak di antaranya bahkan bukan orang Prancis, terus-menerus dibiarkan kelaparan, dipukuli dan dilecehkan. Banyak yang mati. Viet Minh menggunakan kehadiran para serdadu veteran Perang Dunia II Wehrmacht dan Waffen-SS yang berdinas di dalam Legiun Asing sebagai propaganda untuk melawan perjuangan Prancis. Sekitar 3.300 tahanan yang buruk gizinya dan kalah, dibebaskan pada 1958.
Kemenangan Viet Minh menyebabkan diselenggarakannya Persetujuan Jenewa 1954, yang membagi Vietnam menjadi Vietnam Utara yang komunis dan Vietnam Selatan yang pemerintahannya berada di bawah Prancis. Pembagian ini direncanakan hanya sementara, dan kedua wilayah itu akan dipersatukan kembali melalui pemilihan umum nasional pada 1956. Setelah Prancis menarik diri, AS mendukung pemerintah di selatan di bawah Kaisar Bao Dai sebagai kepala negara dan Perdana Menterinya, Ngo Dinh Diem, yang menentang persetujuan itu, dengan alasan bahwa Ho Chi Minh dari Utara telah membunuh para patriot Utara dan meneror rakyat di Utara dan Selatan. Pertikaian ini akhirnya meningkat menjadi Perang Indochina Kedua.
Sumber: http://id.wikipedia.org/
Viet Minh menduduki daerah perbukitan di sekitar Dien Bien Phu, dan mampu menembak ke bawah secara akurat ke posisi-posisi Prancis. Pasukan Prancis berulang-ulang membalas serangan-serangan Viet Min di posisi-posisi mereka, dengan sesekali menerjunkan pasukan-pasukan tambahan. Namun pada akhirnya Viet Minh berhasil merebut basis pertahanan Prancis dan memaksa Prancis menyerah.
Setelah pertempuran ini, perang berakhir dengan persetujuan Jenewa 1954. Persetujuan ini membagi Vietnam menjadi Utara yang komunis dan Selatan yang demokratis. Namun demikian perdamaian yang singkat itu segera berantakan. Pertempuran pecah kembali pada 1957 dengan Perang Vietnam (Perang Indochina Kedua).
Latar Belakang Dan Situasi Menjelang Pertempuran
Pada tahun 1953, Prancis keteteran dalam Perang Indochina Pertama. Serangkaian panglima perang (Thierry d'Argenlieu, Jean de Lattre de Tassigny, dan Raoul Salan) terbukti tidak mampu menekan pemberontakan Viet Minh. Dalam pertempuran-pertempuran mereka pada 1952-1953, Viet Minh telah mengalahkan kekuatan koloni Prancis di Laos, tetangga Vietnam di sebelah barat. Prancis terbukti tidak mampu menahan lajunya Viet Minh, yang segera mundur apabila kehabisan dukungan pasokan mereka yang gigih.
Pada 1953, Prancis telah mulai memperkuat pertahanan mereka di daerah delta Hanoi dan mulai mempersiapkan serangkaian serangan terhadap basis-basis Viet Minh di Vietnam barat laut. Mereka pun telah membangun sejumlah kota benteng dan pos-pos luas di wilayah itu, termasuk Lai-Chau dekat perbatasan Tiongkok di utara, Na Sanh di barat Hanoi, dan Luang-Prabang dan Plaine des Jarres di Laos utara.
Musim semi itu, Jenderal Vo Nguyen Giap dari Viet Minh melancarkan sebuah serangan besar-besaran terhadap Nan Sanh. Setelah pertempuran sengit beberapa hari, kekuatan Viet Minh kalah, sehingga menimbulkan 1.544 orang korban di pangkalan dan 1.932 lainnya luka-luka. Vo menarik mundur sebagian besar kekuatannya. Pada Mei 1953, Perdana Menteri Prancis Rene Mayer menunjuk Henri Navarre, seorang kolega kepercayaannya, untuk mengambil alih pimpinan pasukan Prancis di Indochina. Mayer memberikan satu perintah kepada Navarre - untuk menciptakan kondisi-kondisi militer yang akan membawa Prancis kepada suatu 'pemecahan politis yang terhormat'. (Davidson, 165)
Setibanya di Vietnam, Navarre dikejutkan oleh apa yang ia temukan. "Sejak kepergian de Lattre, tidak ada rencana jangka panjang. Segala sesuatunya dilakukan secara reaktif, berdasarkan pertimbangan dari hari ke hari. Operasi-operasi tempur dilakukan hanya sebagai jawaban terhadap gerakan-gerakan atau ancaman musuh. Tidak ada rencana menyeluruh untuk mengembangkan organisasi dan membangun perlengkapan dari kekuatan Ekspedisi. Akhirnya, Navarre, sang intelektual, serdadu yang dingin dan profesional, dikejutkan oleh sikap Salan dan para komandan seniornya serta para perwira stafnya yang bersikap santai, 'sekolah bubar'. Mereka akan pulang, bukan sebagai pemenang atau pahlawan, tetapi bukan juga sebagai pecundang. Bagi mereka, yang penting ialah bahwa mereka akan keluar dari Indocina dengan reputasi mereka yang compang-camping, tapi tetap utuh. Mereka tidak begitu peduli, atau tidak banyak berpikir tentang masalah untuk para pengganti mereka." (Davidson, 165)
Navarre diganggu oleh sebuah pertanyaan - apakah misinya sebagai Komisioner Tinggi Vietnam mewajibkan dia mempertahankan koloni Laos pula? Ini terbukti merupakan masalah yang paling kontroversial sekitar pertempuran ini. Laos jauh letaknya dari pusat kekuatan militer Prancis di Hanoi. Meskipun Navarre menganggap ia bertanggung jawab atas wilayah itu, upaya mempertahankannya akan mengundang risiko besar karena ia harus menggerakkan pasukannya dalam jarak jauh dari pusatnya. Navarre mengadakan serangkaian pertemuan dengan Komisi Pertahanan Nasional Prancis pada Juli 1953.
Pada Juli 17, Navarre meminta klarifikasi mengenai tanggung jawabnya di Vietnam, tentang apakah ia bertanggung jawab atas pertahanan Laos utara. Pada 24 Juli, Navarre kembali bertemu dengan Komisi ini. Pertemuan ini menghasilkan kesalahpahaman besar, fakta yang paling dipertentangkan menyangkut kontroversi sekitar pertempuran ini. Selama bertahun-tahun sesudah itu, Navarre bersikeras menyatakan bahwa Komisi itu tidak menghasilkan konsensus. Perdana Menteri Prancis, Joseph Laniel, sebaliknya menyatakan bahwa pada pada pertemuan itu, Komisi tersebut telah memerintahkan Navarre untuk melepaskan Laos bila perlu. "Tentang masalah kunci ini, bukti-bukti mendukung klaim Navarre bahwa pada 24 Juli, ia tidak mendapatkan keputusan yang jelas menyangkut tanggung jawabnya terhadap Laos. Selama bertahun-tahun, bila ditantang oleh Navarre, Laniel tidak pernah mampu menyajikan bukti tertulis apapun untuk mendukung pernyataannya bahwa Navarre telah diperintahkan untuk meninggalkan Laos bila perlu" (Davidson, 176).
Menoleh ke belakang, alasan atas keraguan komisi itu jelas. Hasil pertemuan komisi itu terus-menerus dibocorkan kepada pers. Para politikus di komisi itu tidak rela membuat pernyataan yang jelas menyangkut keputusan kebijakan yang secara politis akan merugikan mereka.
Dien Bein Phu, di Provinsi Dien Bien (warna hijau) cukup jauh
dari Saigon, pusat kekuatan militer Prancis, sehingga transportasi
udara Prancis tidak dapat mendapatkan pasokan
Pada saat yang sama, Navarre telah mencari jalan untuk menghentikan ancaman Viet Minh terhadap Laos. Kolonel Louis Berteil, komandan Kelompok Mobil 7, merumuskan sebuah konsep "herrison" (landak). Tentara Prancis akan membangun sebuah jembatan udara yang dilindungi di dekat jalur pasokan Viet Minh yang penting ke Laos (Davidson, 173). Hal ini secara efektif akan memotong jalur tentara Viet Minh yang berperang di Laos, dan memaksa mereka untuk mundur.
Pada bulan Juni, Mayor Jenderal René Cogny, komandan di Delta Tonkin, mengusulkan Dien Bien Phu sebagai sebuah "tempat bertambat". Dalam kesalahpahaman yang lain, Cogny membayangkan suatu titik dengan pertahanan ringan, yang dijadikan pangkalan untuk melakukan penyerangan, namun bagi Navarre, ini berarti sebuah basis yang sangat diperkuat hingga mampu menghadapi suatu pengepungan. Navarre memilih Dien Bien Phu untuk lokasi "landak" Bertiel. Ketika hal ini disajikan, setiap perwira bawahan utama memprotes - Kolonel Jean Nicot, (komandan satuan transportasi Udara Prancis), Cogny, dan Jenderal Gilles dan Dechaux (komandan darat dan udara untuk CASTOR, serangan udara pertama terhadap Dien Bien Phu). Navarre menolak kritik terhadap proposalnya ini, dan menutup konferensi pada 17 November dengan menyatakan bahwa operasi akan dilaksanakan tiga hari kemudian, pada 20 November 1953. (Davidson, 184)
Navarre memutuskan untuk tetap melakukan operasi, meskipun jelas terdapat kesulitan-kesulitan operasional, karena ia telah berulang-ulang mendapatkan jaminan dari para perwira intelnya bahwa operasi itu mempunyai sedikit sekali risiko keterlibatan kekuatan lawan yang kuat. (Davidson, 189) Navarre sebelumnya telah mempertimbangkan tiga jalan lain untuk mempertahankan Laos: perang bergerak, yang tidak mungkin dilakukan, mengingat keadaan medan di Vietnam; sebuah garis pertahanan linear yang merentang hingga ke Laos, yang tidak mungkin mengingatjumlah pasukan yang ada di tangan Navarre; atau menempatkan pasukan di ibukota Laos dan menopang mereka lewat udara, yang tidak mungkin dilakukan mengingat jarak dari Hanoi ke Phrabang dan Vientiane (Davidson, 186). Jadi, satu-satunya pilihan yang tersisa di tangan Navarre adalah pilihan "landak", yang digambarkannya sebagai "sebuah solusi yang agak buruk". (Davidson, 187)
Dalam perubahan nasib yang menyedihkan, Komite Pertahanan Nasional Prancis pada akhirnya setuju bahwa tanggung jawab Navarre tidak mencakup upaya mempertahankan Laos. Namun, keputusan mereka (yang disusun pada 13 November) tidak disampaikan kepadanya hingga 4 Desember, dua minggu setelah Pertempuran Battle Dien Bien Phu dimulai. (Davidson, 176)
Nan Sanh Dan Dien Bien Phu
Nan Sanh adalah sebuah eksperimen awal yang berhasil dalam menggunakan pertahanan landak, yang meyakinkan Navarre tentang kemungkinan digunakannya konsep pertahanan jalur udara. Pada dasarnya ini adalah sebuah benteng yang dipasok hanya lewat udara. Diharapkan bahwa dengan mengulangi pembentukannya dalam skala yang lebih besar, Prancis akan dapat memancing Giap untuk mengerahkan sebagian besar kekuatannya dalam sebuah serangan massal. Hal ii akan memungkinkan artileri Prancis yang unggul, persenjataan dan dukungan udaranya, menyapu kekuatan Viet Minh di medan yang terbuka. Sayangnya, para perwira staf Prancis gagal memperhitungkan sejumlah perbedaan penting antara Dien Bien Phu dan Nan Sanh.
Pertama, di Nan Sanh Prancis menguasai hampir semua dataran tinggi dan menikmati dukungan artileri yang berlimpah. Namun, di Dien Bien Phu, situasinya terbalik: Viet Minh menguasai sebagian besar dataran tinggi di sekitar lembah, dan artileri mereka jauh melebihi Prancis. Vo Nguyen Giap membandingkan Dien Bien Phu dengan sebuah "bakul nasi", di mana pasukan-pasukannya menduduki tepiannya, sementara Prancis menduduki dasarnya.
Kedua, Giap membuat kesalahan di Nan Sanh dengan mengerahkan pasukan-pasukannya dalam sebuah serangan frontal yang ceroboh sebelum sempat melakukan cukup persiapan. Di At Dien Bien Phu, Giap menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menumpuk amunisi dan menempatkan artileri berat dan senapan-senapan anti pesawat udara sebelum melakukan gerakannya. Tim-tim relawan Viet Minh dikirim ke kamp Prancis untuk mencatat tempat-tempat artileri Prancis. Artileri-artileri kayu dibangun sebagai kamuflase, dan senapan-senapan yang sesungguhnya dirotasi setiap beberapa salvo untuk membingungkan serangan balik Prancis. Akibatnya, ketika pertempuran mulai, Viet Minh tahu persis di mana letak artileri Prancis, sementara Prancis bahkan tidak sadar berapa banyak senapan yang dimiliki Giap.
Ketiga, dan yang terpenting, jembatan udara di Nan Sanh tidak pernah terputus meskipun Viet Minh melakukan tembakan anti pesawat udara. Di Dien Bien Phu, Giap mengerahkan sejumlah besar serangan anti serangan udara yang dengan segera menutup landasan terang dan membuatnya sangat mahal bagi Prancis untuk mengerahkan bala bantuan.
Operasi Castor Dan Pembentukan Wilayah Udara
Operasi di Dien Bien Phu dimulai pada 10:35 pada pagi hari 20 November 1953. Dalam Operasi Castor, Prancis menerjunkan atau menerbangkan 9.000 pasukan ke wilayah itu selama tiga hari. Mereka mendarat di tiga daerah pendaratan - Natasha (barat laut dari Dien Bien Phu), Octavie (barat daya Dien Bien Phu), dan Simone (tenggara Dien Bien Phu).
Resimen ke-148 148 dari Elit Independen Viet Minh, yang bermarkas di Dien Bien Phu, bereaksi "dengan segera dan efektif", namun, tiga dari keempat batalyon mereka tidak hadir hari itu (Davidson, 193). Operasi-operasi awal berlangsung baik untuk Prancis. Pada akhir November, enam batalyon payung telah mendarat dan Prancis mengkonsolidasikan posisi-posisi mereka.
Pada saat inilah Giap memulai gerakan perlawanan baliknya. Giap telah mengharapkan datangnya serangan, tapi tidak dapat meramalkan kapan atau di mana hal itu akan terjadi. Giap menyadari bahwa bila ditekan, Prancis akan meninggalkan Provinsi Lai Chau dan berperang dalam sebuah pertempuran sengit di Dien Bien Phu. Pada 24 November, Giap memerintahkan Resimen Infantri ke-148 dan Divisi ke-316 untuk menyerang ke Lai Chau, dan Divisi ke-308, 312, dan 351 menyerang dari Viet Bac masuk ke Dien Bien Phu (Davidson, 196).
Mulai bulan Desember, Prancis, di bawah komando Kolonel Christian de Castries, mulai mentransformasi titik pangkalan mereka menjadi sebuah benteng dengan membangun berbagai titik yang kuat, masing-masing dinamai sesuai dengan nama bekas kekasih gelap Castries mistress. Pusat bentengnya dengan markas besarnya mempunyai titik yang kuat "Huguette" di sebelah barat, "Claudine" di selatan, dan "Dominique" di timur laut. Titik kuat lainnya adalah "Anne-Marie" di barat laut, "Beatrice" di timur laut, "Gabrielle" di utara dan "Isabelle" empat mil di selatan, menutupi landasan udara cadangan. Setelah dipikir kembali, pilihan Castries sebagai komandan yang bertugas di Dien Bien Phu adalah pilihan yang buruk. Navarre meilih Castries, seorang perwira kavaleri dalam tradisi abad ke-18, karena Navarre membayangkan Dien Bein Phu sebagai sebuah pertempuran bergerak. Pada kenyataannya, Dien Bien Phu membutuhkan seseorang yang cekatan dengan gaya pertahanan statis Perang Dunia I, sesuatu yang sebetulnya tidak cocok untuk Castries.
Kedatangan Divisi ke-316 menyebabkan Cogny memerintahkan evakuasi garnizun Lai Chau ke Dien Bein Phu, persis seperti yang diharapkan oleh Giap. Dalam perjalanan, praktis mereka dihabisi oleh Viet Minh. "Dari 2.100 orang yang meninggalkan Lai Chau pada 9 Desember, hanya 185 yang berhasil tiba di Dien Bein Phu pada 22 Desember. Sisanya telah dibunuh atau tertangkap, atau melakukan desersi" (Davidson, 203). Pasukan-pasukan Viet Minh kini berkumpul di Dien Bien Phu.
Perancis telah menyediakan 10.800 pasukan, dengan pasukan tambahan yang seluruhnya mencapai hampir 16.000 orang, untuk mempertahankan sebuah lembah yang dipengaruhi oleh iklim muson, yang dikelilingi oleh bukit-bukit berhutan lebat yang belum diamankan. Artileri serta sepuluh tank ringan M-24 ditambah sejumlah pesawat udara juga dikerahkan untuk mempertahankan benteng itu.
Sementara itu, Viet Minh telah memindahkan 50.000 pasukan regulernya bersama dengan 55.000 pasukan cadangan, pengangkut, dan milisi ke bukit-bukit di sekeliling lembah, seluruhnya berjumlah lima divisi, termasuk Divisi Berat ke-351 yang terdiri sepenuhnya dari artileri berat. Artileri dan senapan AA, yang jauh lebih banyak daripada artileri Prancis 4 banding 1, dipindahkan ke dalam posisi terkamuflase, mengarah ke lembah. Prancis mengalami tembakan artileri sporadik Viet Minh pertama kali pada 31 Januari 1954 dan patroli-patroli mereka menjumpai Viet Minh di segala penjuru. Mereka telah bersatu dalam pertempuran ini dan Prancis kini terkepung.
Pertempuran
Keadaan berubah pada awal Maret 1954, ketika menjadi jelas bahwa pasukan Viet Minh (Sekutu Vietnam) yang kian bertambah masuk ke wilayah itu. Pertempuran itu sendiri dimulai pada 13 Maret ketika, dengan sangat mengejutkan bagi Prancis, Viet Minh melepaskan tembakan artileri besar-besaran. Pada akhir malam pertama 9.000 peluru artileri telah jatuh di daerah itu, dan posisi Beatrice dan Gabrielle telah jatuh, meskipun dengan kerugian besar pada pihak penyerangnya yaitu lebih dari 2.500 korban. Dalam keberhasilan logistik yang besar, Viet Minh teleh berhasil mengangkut sejumlah besar peralatan mereka di bukit-bukit berhutan yang terjal, yang dianggap Prancis tidak dapat dilalui. Komandan artileri Prancis, Kolonel Piroth, yang sangat kecewa karena tidak mampu melakukan pukulan balik terhadap serangan-serangan Viet Minh yang terkamuflase dengan baik, masuk ke liang persembunyiannya dan membunuh dirinya sendiri dengan sebuah granat tangan. Ia dikuburkan di sana dengan sangat rahasia untuk mencegah hilangnya moril di antara pasukan Prancis.
Prancis menjawab dengan penambahan pasukan lewat payung terjun, namun mereka ditembaki oleh senapan-senapan anti serangan udara, suatu kejutan lain dari pihak Viet Minh. Mengingat pentingnya pasokan lewat udara, hal ini merupakan perkembangan yang menyulitkan bagi para pasukan yang mempertahankan basisnya. Prancis juga mulai menggunakan pesawat serangan darat mereka untuk menghadapi artileri, namun semua itu tidak mempunyai pengaruh yang berarti, mengingat senapan-senapan itu sangat tersembunyi.
Mengingat pentingnya pasokan lewat udara, Giap beralih dari serangan-serangan massal yang mahal, yang mulai membuat orang-orangnya hampir memberontak, kepada perembesan yang teratur dan membangun sebuah jaringan parit dan bombardemen artileri. Selain itu, Viet Minh mulai menggali parit-parit yang panjang hingga ke tengah perkemahan, menutupi gerakan mereka dari tembakan langsung, dan memungkinkan mereka membangun pertahanan dan menyerang dalam perlindungan. Landasan pertama jatuh setelah penyerangan selama lima hari dari 18 Maret hingga 23 Maret. Pesawat terakhir mendarat pada 28 Maret di landasan yang kedua, namun dihancurkan pada saat pendaratannya. Prancis menjawab dengan serangan mereka sendiri pada tanggal 28, dengan serangan terhadap posisi anti pesawat udara. Pada tanggal 31, Prancis merebut dua kubu militer di puncak bukit, Dominique dan Eliane, tapi belakangan harus meninggalkannya karena tidak adanya tambahkan pasukan.
Dengan pengiriman pasokan yang sama sekali tergantung pada parasut, arus pasokan mulai berkurang. Sebagian dari pasokan yang diterjunkan lewat udara jatuh di daerah-daerah yang dikuasai oleh Viet Minh, sehingga memberikan kepada mereka bahan-bahan yang sangat mereka butuhkan. Pada titik ini, pada dasarnya Vietnam telah memenangkan pertempuran, dan mereka menyebut sisa pertempuran sebagai "pelan-pelan melukai gajah yang sedang sekarat". Pada minggu terakhir April, angin muson tahunan tiba, sehingga semakin mengurangi efektivitas dukungan udara apapun yang dapat diberikan. Lubang-lubang pertahanan menjadi berbahaya, dan bungker-bungker runtuh. Pengiriman bala bantuan pengganti terakhir —4.306 pasukan di bawah Jenderal Marcel Bigeard, yang diterjunkan antara 14 Maret dan 6 Mei—bahkan tidak cukup menutupi kerugian yang dialami di antara kedua tanggal itu, 5.500 orang. Prancis melancarkan "Operasi Burung Kondor" pada bulan April untuk menolong pasukan garnizun dengan mengirimkan bala bantuan dari ibukota Laos ke lembah itu. Namun pasukan itu terhalang di hutan-hutan Laos yang lebat, dan benteng jadi terisolir.
Prancis melihat bahwa kekalahan akan segera datang, namun mereka berusaha bertahan terus hingga pertemuan perdamaian Jenewa, yang berlangsung pada 26 April. Serangan Prancis yang terakhir terjadi pada 4 Mei, namun tidak efektif. Viet Minh lalu mulai menghantam kubu pertahanan Prancis dengan artileri roket Rusia yang baru mereka peroleh. Giap melakukan serangan terakhirnya ini pada 1 Mei. Dari semua sisi pasukan Viet Minh menyerang posisi-posisi Prancis, dan emskipun terdapat perlawanan gigih dari pasukan Prancis dan pasukan Legiun Asing, Dominique, Eliane dan Huguette akhirnya dikalahkan dalam tiga hari berikutnya. Saat itu, bekal makanan Prancis hanya cukup untuk lima hari lagi dan banyak pasukan yang sudah mulai kehabisan amunisi. Rumah sakit mereka, yang kekurangan pasokan obat-obatan, penuh dengan mayat dan tentara yang terluka, dan moril Prancis mulai patah.
Kejatuhan terakhir membutuhkan dua hari 6 Mei dan 7 Mei; dalam hari-hari itu Prancis bertempur terus namun akhirnya digulung oleh suatu serangan besar yang fonrtal. Serangan terakhir terjadi pada 7 Mei, ketika dalam sebuah serangan artileri Viet Minh besar-besaran, 25.000 dari orang-orang Giap yang tersisa menyerang kurang dari 3.000 pasukan Prancis dalam sebuah lingkaran yang kian menyusut. Pasukan Viet Minh tumpah ke sisa-sisa pertahanan Prancis dan meskipun Prancis bertahan dengan gigih, pasukan Viet Minh yang sama gigihnya mencapai markas besar Prancis pada pk 17:30 dan De Castries menyerah. Meskipun titik pertahanan kuat Isabelle masih bisa bertahan 24 jam lagi, pengepungan terhadap Dien Bien Phu secara teknis sudah selesai.
Sekurang-kurangnya 2.200 anggota dari 16.000 pasukan Prancis yang kuat meninggal dalam pertempuran. Dari sekitar 50.000-100.000 Viet Minh yang terlibat, diperkirakan hampir 8.000 orang terbunuh dan 15.000 lagi terluka.
Setelah Pertempuran
Lebih dari 11.000 tahanan yang ditawan di Dien Bien Phu - jumlah terbesar yang pernah ditangkap oleh Viet Minh: sepertiga daripada keseluruhan tawanan yang ditangkap selama perang. Para tawanan ini dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Mereka yang masih sehat dan yang luka-luka namun bisa berjalan dipaksa berjalan sejauh sekitar 400 km ke kamp-kamp tahanan di utara dan timur. Ratusan orang mati karena penyakit dalam perjalanan. Yang luka-luka, sejumlah 4.436 orang, diberikan perawatan darurat hingga Palang Merah tiba, menyingkirkan 838 orang dan memberikan perawatan yang lebih baik kepada sisanya. Sisanya lalu dikirim ke tempat penahanan.
Kamp penjara ternyata bahkan lebih parah. Pasukan-pasukan Prancis, banyak di antaranya bahkan bukan orang Prancis, terus-menerus dibiarkan kelaparan, dipukuli dan dilecehkan. Banyak yang mati. Viet Minh menggunakan kehadiran para serdadu veteran Perang Dunia II Wehrmacht dan Waffen-SS yang berdinas di dalam Legiun Asing sebagai propaganda untuk melawan perjuangan Prancis. Sekitar 3.300 tahanan yang buruk gizinya dan kalah, dibebaskan pada 1958.
Kemenangan Viet Minh menyebabkan diselenggarakannya Persetujuan Jenewa 1954, yang membagi Vietnam menjadi Vietnam Utara yang komunis dan Vietnam Selatan yang pemerintahannya berada di bawah Prancis. Pembagian ini direncanakan hanya sementara, dan kedua wilayah itu akan dipersatukan kembali melalui pemilihan umum nasional pada 1956. Setelah Prancis menarik diri, AS mendukung pemerintah di selatan di bawah Kaisar Bao Dai sebagai kepala negara dan Perdana Menterinya, Ngo Dinh Diem, yang menentang persetujuan itu, dengan alasan bahwa Ho Chi Minh dari Utara telah membunuh para patriot Utara dan meneror rakyat di Utara dan Selatan. Pertikaian ini akhirnya meningkat menjadi Perang Indochina Kedua.
Sumber: http://id.wikipedia.org/
Artikel Lainnya:
No Response to "Pertempuran Dien Bien Phu"
Posting Komentar