Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
,
Perang di Indonesia
Mencermati usaha pihak TNI untuk mengangkat Hari Bakti Taruna menjadi kegiatan nasional yang nantinya akan diadakan setiap tahun bertempat di Akademi Militer Magelang maka patut rasanya kita bersyukur. Hal ini merupakan uluran tangan Pemerintah yang tidak ada taranya, yang besar artinya bagi pelestarian nilai-nilai juang angkatan 45. Dalam gagasan pihak TNI, semua kegiatan yang diadakan di Jawa Tengah tersebut, sifatnya sebagai simbul perjuangan para taruna, ikut berpartisipasi dalam Revolusi kemerdekaan Republik Indonesia periode tahun 1945-1949.
Yang dimaksud taruna disini, adalah kadet Akademi Militer Nasional dari seluruh Indonesia yang ada pada waktu itu. Hari Bakti Taruna selama ini hanya diadakan dalam rangka upacara untuk memperingati gugurnya sejumlah kadet Akademi Militer Tanggerang dan 3 perwira TKR dalam “Peristiwa Lengkong” di Serpong Tanggerang pada tanggal 25 Januari 1946.
Menurut sejarah perjuangan yang telah sempat ditulis, pada tanggal 25 Januari 1946, atas prakarsa Kantor Penghubung Tentara yang berlokasi di jalan Cilacap no.5 Jakarta, telah diadakan rencana untuk pengambil alihan perlengkapan militer milik satu pasukan setingkat kompi yang berada dalam markas mereka didesa Lengkong Serpong Tanggerang Jawa Barat. Pasukan Jepang ini dipimpin seorang perwira Jepang berpangkat Kapten, bernama Abe. Rencana ini tidak mungkin dilaksanakan menurut prosedur, yaitu melalui persetujuan dan izin pihak sekutu yang telah muncul sebagai pemenang perang dunia ke II dan memiliki tugas dan tanggung jawab perlucutan tentara Jepang.
Maka timbullah gagasan dari pihak kantor penghubung dan Mayor Daan Jahja selaku kepala staf Resimen IV di Tanggerang untuk meminta bantuan Let.Kol Myamoto yang jabatannya saat itu adalah pembantu khusus May.Jen Yamamoto selaku GunSeiKan (Kepala Pemerintahan Militer Tentara ke 16 Jepang di Jawa). Apa bila hal tersebut bisa diterima dan disetujui Myamoto, maka kemudian timbul pertanyaan. Atas kompetensi apa pihak Jepang mengatur dan melaksanakan hal itu, mengingat sejak tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Jepang telah menyerah tampa syarat dan mematuhi keputusan Postdam.
Ketika pihak kantor penghubung mencoba mencari Myamoto, ternyata yang bersangkutan sedang berada di Bandung untuk suatu urusan. Dan mungkin karena waktu sudah sangat mendesak, dimana rencana itu harus segera dilaksanakan. Atas prakarsa pihak Kanntor Penghubung Tentara Jakarta dan Resimen 4 Tanggerang, dibuatlah tipu muslihat untuk mengelabui pimpinan Kompi Jepang di Lengkong. Caranya adalah dengan mengikut sertakan 6-7 orang tentara sekutu berkewarganegaraan India, sehingga seolah-olah benar rombongan yang akan mengoper perlengkapan militer tersebut adalah atas persetujuan pihak sekutu.
Dalam pelaksanaan tugas, telah ditunjuk Mayor Wibowo Moekiman sebagai wakil dari Kantor Penghubung, Kapten Soebianto dan Letnan Soetopo selaku wakil dari Resimen 4 Tanggerang. Sebagai pimpinan rombongan rupanya disepakati Mayor Dan Mogot. Perwira senior dari wilayah resimen 4 yang juga menjabat direktur Akademi Militer Tanggerang. Rombongan juga mengikut sertakan sejumlah Taruna Akademi Militer Tanggerang yang saat itu telah menjalankan masa pendidikan militer perwira selama 3 bulan lamanya.
Dengan menumpang sebuah Jeep dan dua buah truk, rombongan telah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, antara lain sudah sempat dilakukannya penempatan sejumlah senjata oleh para taruna keatas truk. Tapi ketika proses itu sedang berlangsung, tiba-tiba terjadilah peletusan tembakan senjata yang sumber dan arahnya tidak diketahui dari mana. Semua berjalan sangat cepat, dimana pihak Jepang telah merebut senjata-senjatanya kembali dan bersikap siap tempur dan melakukan tembakan-tembakan kearah para Taruna.
Pada awalnya mungkin telah terjadi kekacauan, tapi selaku pasukan Combatant berpengalaman, tentu saja pasukan Jepang lebih sempurna berada dalam situasi siap tempur. Karena kurang pengalaman dan mungkin juga berada pada tempat terbuka, kelompok Taruna dengan mudah menjadi sasaran empuk pihak penyerang. Killing Field ini terletak diantara kebun karet yang terletak persis dimuka markas tentara Jepang di Lengkong yang saat ini masih bisa dilihat lokasinya. Dalam peristiwa ini telah gugur sebanyak 33 orang Taruna dan 3 orang perwira TKR
Sekarang timbul pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi pada tanggal 25 Januari 1946 didesa Lengkong tersebut ? sebagai Peristiwa kebetulan, Perang-Pertempuran atau sebuah tindakan yang gegabah-salah.? (Incident, War-Battle or Blunder). Melihat dalam hal ini tidak ada unsur perang, karena perang harus didukung oleh adanya konflik. Dan terlalu kejam dan kurang bijaksana kalau korban yang jatuh disetarakan sebagai korban dari rencana dan tindakan gegabah-salah dan tidak bertanggung jawab, maka seyogyanga istilah peristiwa kebetulanlah yang dipakai. It was really an Incident.
Yang dimaksud taruna disini, adalah kadet Akademi Militer Nasional dari seluruh Indonesia yang ada pada waktu itu. Hari Bakti Taruna selama ini hanya diadakan dalam rangka upacara untuk memperingati gugurnya sejumlah kadet Akademi Militer Tanggerang dan 3 perwira TKR dalam “Peristiwa Lengkong” di Serpong Tanggerang pada tanggal 25 Januari 1946.
Menurut sejarah perjuangan yang telah sempat ditulis, pada tanggal 25 Januari 1946, atas prakarsa Kantor Penghubung Tentara yang berlokasi di jalan Cilacap no.5 Jakarta, telah diadakan rencana untuk pengambil alihan perlengkapan militer milik satu pasukan setingkat kompi yang berada dalam markas mereka didesa Lengkong Serpong Tanggerang Jawa Barat. Pasukan Jepang ini dipimpin seorang perwira Jepang berpangkat Kapten, bernama Abe. Rencana ini tidak mungkin dilaksanakan menurut prosedur, yaitu melalui persetujuan dan izin pihak sekutu yang telah muncul sebagai pemenang perang dunia ke II dan memiliki tugas dan tanggung jawab perlucutan tentara Jepang.
Maka timbullah gagasan dari pihak kantor penghubung dan Mayor Daan Jahja selaku kepala staf Resimen IV di Tanggerang untuk meminta bantuan Let.Kol Myamoto yang jabatannya saat itu adalah pembantu khusus May.Jen Yamamoto selaku GunSeiKan (Kepala Pemerintahan Militer Tentara ke 16 Jepang di Jawa). Apa bila hal tersebut bisa diterima dan disetujui Myamoto, maka kemudian timbul pertanyaan. Atas kompetensi apa pihak Jepang mengatur dan melaksanakan hal itu, mengingat sejak tanggal 15 Agustus 1945, Kaisar Jepang telah menyerah tampa syarat dan mematuhi keputusan Postdam.
Ketika pihak kantor penghubung mencoba mencari Myamoto, ternyata yang bersangkutan sedang berada di Bandung untuk suatu urusan. Dan mungkin karena waktu sudah sangat mendesak, dimana rencana itu harus segera dilaksanakan. Atas prakarsa pihak Kanntor Penghubung Tentara Jakarta dan Resimen 4 Tanggerang, dibuatlah tipu muslihat untuk mengelabui pimpinan Kompi Jepang di Lengkong. Caranya adalah dengan mengikut sertakan 6-7 orang tentara sekutu berkewarganegaraan India, sehingga seolah-olah benar rombongan yang akan mengoper perlengkapan militer tersebut adalah atas persetujuan pihak sekutu.
Dalam pelaksanaan tugas, telah ditunjuk Mayor Wibowo Moekiman sebagai wakil dari Kantor Penghubung, Kapten Soebianto dan Letnan Soetopo selaku wakil dari Resimen 4 Tanggerang. Sebagai pimpinan rombongan rupanya disepakati Mayor Dan Mogot. Perwira senior dari wilayah resimen 4 yang juga menjabat direktur Akademi Militer Tanggerang. Rombongan juga mengikut sertakan sejumlah Taruna Akademi Militer Tanggerang yang saat itu telah menjalankan masa pendidikan militer perwira selama 3 bulan lamanya.
Dengan menumpang sebuah Jeep dan dua buah truk, rombongan telah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, antara lain sudah sempat dilakukannya penempatan sejumlah senjata oleh para taruna keatas truk. Tapi ketika proses itu sedang berlangsung, tiba-tiba terjadilah peletusan tembakan senjata yang sumber dan arahnya tidak diketahui dari mana. Semua berjalan sangat cepat, dimana pihak Jepang telah merebut senjata-senjatanya kembali dan bersikap siap tempur dan melakukan tembakan-tembakan kearah para Taruna.
Pada awalnya mungkin telah terjadi kekacauan, tapi selaku pasukan Combatant berpengalaman, tentu saja pasukan Jepang lebih sempurna berada dalam situasi siap tempur. Karena kurang pengalaman dan mungkin juga berada pada tempat terbuka, kelompok Taruna dengan mudah menjadi sasaran empuk pihak penyerang. Killing Field ini terletak diantara kebun karet yang terletak persis dimuka markas tentara Jepang di Lengkong yang saat ini masih bisa dilihat lokasinya. Dalam peristiwa ini telah gugur sebanyak 33 orang Taruna dan 3 orang perwira TKR
Sekarang timbul pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi pada tanggal 25 Januari 1946 didesa Lengkong tersebut ? sebagai Peristiwa kebetulan, Perang-Pertempuran atau sebuah tindakan yang gegabah-salah.? (Incident, War-Battle or Blunder). Melihat dalam hal ini tidak ada unsur perang, karena perang harus didukung oleh adanya konflik. Dan terlalu kejam dan kurang bijaksana kalau korban yang jatuh disetarakan sebagai korban dari rencana dan tindakan gegabah-salah dan tidak bertanggung jawab, maka seyogyanga istilah peristiwa kebetulanlah yang dipakai. It was really an Incident.
Artikel Lainnya:
No Response to "Adakah Perang Di Lengkong Pada Tanggal 25 Januari 1946?"
Posting Komentar