Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
Belum cukup dengan Paulus, karena rupanya tidak semua orang Kristen mentaati Paulus ketimbang Yesus, maka Yahudi Talmudian memusnahkan semua Injil yang tidak mendukung kepentingannya. Alatnya adalah Konsili Nicea 325 M yang menghancurkan ratusan Injil yang tidak mengakui konsep ketuhanan Paulus dan hanya mengakui empat Injil yang semuanya mendukung Trinitas.
Dr. Muhammad Ataur Rahim yang meneliti sejarah kekristenan dan Yesus selama 30 tahun menyatakan bahwa pada abad pertama sepeninggal Yesus, murid-murid Yesus masih tetap mempertahankan ketauhidan secara murni. “Hal ini dapat dibuktikan dalam naskah The Shepherd (Gembala) karya Hermas, yang ditulis sekitar tahun 90 Masehi. Menurut Gereja, naskah itu termasuk kitab kanonik (yang dianggap suci). Di antara isi dari naskah tersebut berbunyi, ‘Pertama, percayalah bahwa Allah itu Esa. Dialah yang menciptakan dan mengatur segalanya. Dia menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Dia meliputi segala sesuatu, tetapi dia tidak diliputi oleh apa pun…’” Bahkan menurut Theodore Zahn, sebagaimana dikutip EJ. Goodspeed di dalam Apostolic Fathers, sampai dengan sekitar tahun 250 Masehi, kalimat keimanan umat Kristen masih berbunyi, “Saya percaya kepada Allah yang Maha Kuasa.”
Namun walau demikian, antara tahun 180 sampai dengan 210 Masehi, memang telah ada upaya-upaya untuk menambahkan kata “Bapa” di depan kata “Yang Maha Kuasa”. Uskup Victor dari Zephysius mengutuk penambahan kata tersebut dan menganggapnya sebagai pencemaran kemurnian kitab suci.
Salah satu tokoh penentang Gereja Paulus adalah Uskup Diodorus dari Tarsus. Lucian, seorang pakar Injil merevisi kitab ‘Septuaginta’, sebuah Injil berbahasa Yunani, dan memisahkan segala hal yang diyakininya tidak benar. Setelah bekerja keras, akhirnya Lucian menghasilkan empat buah Injil yang menurutnya adalah Injil yang benar-benar bersih dan bisa dipercaya. Namun dalam Konsili Nicea 325 Masehi, keempat Injilnya itu termasuk ke dalam kelompok Injil yang dimusnahkan.
Walau demikian, Lucian tidak melupakan kaderisasi. Salah satu muridnya bernama Arius, yang akan menjadi tokoh terkemuka dalam mempertahankan kemurnian ajaran Yesus Kristus dari serangan Gereja Paulus. Arius meyakini, umat Kristen seharusnya mengikuti ajaran sebagaimana yang diajarkan Yesus, bukan Paulus. Yesus diutus Tuhan untuk melengkapi dan meluruskan kembali Taurat Musa, hanya itu. Guru Arius, Lucian, dieksekusi mati oleh Gereja Paulus pada tahun 312 Masehi.
Tigabelas tahun kemudian, Konsili Nicea digelar. Kaisar Konstantin akhirnya mengeluarkan empat buah keputusan resmi. Keputusan itu adalah :
Pertama, menetapkan hari kelahiran Dewa Matahari dalam ajaran pagan, tanggal 25 Desember, sebagai hari kelahiran Yesus.
Kedua, hari Matahari Roma menjadi hari Sabbath bagi umat Kristen, dengan nama Sun-Day, Hari Matahari (Sunday).
Ketiga, mengadopsi lambang silang cahaya yang berbentuk salib menjadi lambang kekristenan, dan
Keempat, mengambil semua ritual ajaran paganisme Roma ke dalam ritual atau upacara-upacara kekristenan.
Selepas Konsili Nicea, antara Athanasius (Kubu Trinitas) masih saja berhadapan dengan Arius (Kubu Unitarian). Namun dengan adanya kompromi politik dan juga ancaman dari Konstantin, maka Arius dan pengikutnya pun dikalahkan. Ketika itu ratusan Injil yang tidak sesuai dengan konsep Trinitas dimusnahkan. Bahkan Gereja mengancam, siapa pun yang masih menyimpan Injil yang dilarang maka mereka akan dikenai hukuman mati. Suatu ancaman yang tidak main-main. Konsili Nicea menjadi ‘kemenangan besar’ bagi Gereja Paulus.
Sesungguhnya, Athanasius sendiri sebenarnya juga meragukan konsep Trinitas. Ia pernah menyatakan, “Tiap berusaha memaksakan diri untuk memahami dan merenungkan konsep ketuhanan Yesus, saya merasa keberatan dan sia-sia. Hingga makin banyak menulis untuk mengungkapkan hal itu, ternyata hal ini tidak mampu dilakukan. Saya sampai pada kata akhir, Tuhan itu bukanlah tiga oknum melainkan satu. Kepercayaan kepada doktrin Trinitas itu sebenarnya bukan suatu keyakinan, tetapi hanya disebabkan oleh kepentingan politik dan penyesuaian keadaan di waktu itu.”
Tahun 335 Masehi diadakan lagi Konsili di Tyre (sekarang masuk Lebanon). Di sini terjadi anti-klimaks. Athanasius dikutuk, dan kemudian disingkirkan ke Gaul. Arius bahkan diangkat menjadi Uskup Konstantinopel. Ini kemenangan bagi kaum Unitarian. Dua tahun setelah Konsili Tyre, Konstantin meninggal. Sepeninggal Konstantin, dua konsili lagi diselenggarakan: Konsili Antiokia tahun 351 Masehi dan Konsili Sirmium tahun 359 Masehi. Kedua konsili ini menetapkan bahwa keesaan Tuhan merupakan dasar kekristenan dan tidak mengakui konsep Trinitas.
Namun di luar, Gereja Paulus sudah berkembang dengan cepat di Eropa sehingga rakyatnya tidak menghiraukan hasil dua konsili ini.Tahun 387, Santo Jerome (dalam bahasa latin disebut sebagai Eusebius Hieronymus) menyelesaikan penulisan ulang Bibel Vulgate, Injil berbahasa latin pertama dan terlengkap, yang mencakup Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Bibel Vulgate inilah yang kemudian dijadikan dasar bagi penulisan-penulisan Injil lainnya di Barat dan juga Dunia hingga hari ini. Vatikan pun aktif menghancurkan kembali semua Injil yang bukan berasal dari Jerome.
Secara diam-diam, kaum Yahudi Talmudian dan tentu saja Yahudi Khazar mengawal pertumbuhan Gereja, sehingga hanya Gereja Paulus saja yang berkembang. Namun mereka ini juga bermain di sisi yang berlainan. Saat Martin Luther dan gerakan protesnya mencuat, ordo ini menungganginya, juga dengan Calvinisme.
Lahirnya Judeo Christianity
Patut dicatat, kedua gerakan reformasi gereja ini sebenarnya tidak menyentuh akar kekristenan Gereja Paulus dan tetap menerima konsep Trinitas sebagai dasar keimanannya. Kaum Yahudi Talmudian percaya jika penafsiran dan penulisan Injil harus selalu sesuai dengan perkembangan zaman. Sebab itu, ketika wacana negara Israel terangkat ke permukaan seperti yang dicetuskan dalam Kongres Zionis Internasional I di Basel Swiss tahun 1897, hampir secara bersamaan, kaum Yahudi ini pun melakukan penulisan ulang Injil versi King James yang menjadi Injil utama negara-negara berbahasa Inggris di dunia. Konspirasi memerintahkan agennya, Cyrus L. Scofield, melakukan tugas ini.
Cyrus Ingerson Scofield (lahir 19 Agustus 1843) adalah seorang veteran perang saudara Amerika. Dia sama sekali bukan ahli agama, pastor, atau pun sarjana. Scofield tak lebih dari seorang petualang yang pintar berbicara dan mudah meyakinkan orang. Tipikal orang seperti inilah yang kemudian dirasa cocok oleh kaum Zionis Yahudi untuk menjalankan misinya mengubah penafsiran umat Kristen terhadap Alkitab, yang mampu membawa rahasia ini ke dalam liang kuburnya. Latar belakang Scofield sendiri berasal dari keluarga yang berantakan, punya catatan kejahatan, dan sering menipu orang. [rz]
Bersambung...
Sumber: http://www.eramuslim.com
Artikel Lainnya:
No Response to "Siapakah Zionis Israel Itu? (4)"
Posting Komentar