Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
,
Perang di Afrika
,
Perang di Asia
,
Perang di Eropa
Penaklukan Aftika Utara (533-534)
Ambisi Justinianus untuk mengembalikan kejayaan Kekaisaran Romawi tidak berhasil diwujudkan secara keseluruhan. Di Barat, keberhasilan pada tahun 530-an diikuti dengan tahun-tahun stagnansi. Perang dengan Goth menjadi bencana bagi Italia. Pajak tinggi yang dipungut sangat tidak disukai. Sementara kemenangan terakhir di Italia dan penaklukan pantai selatan Spanyol memperluas wilayah Bizantium, serta menambah martabat kekaisaran, akan tetapi penaklukan-penaklukan tersebut terbukti tidak kekal. Sebagian besar Italia akan lepas karena serangan oleh orang-orang Lombardia tiga tahun setelah kematian Justinianus (568). Provinsi Spania yang baru didirikan berhasil direbut kembali oleh Visigoth pada tahun 624 di bawah kepemimpinan Suintila. Dalam satu setengah abad, Afrika akan selamanya lepas karena ditaklukan oleh Kekhalifahan Rashidun dan Umayyah.
Justinianus I (bahasa Latin: Flavius Petrus Sabbatius Justinianus; bahasa Yunani: Φλάβιος Πέτρος Σαββάτιος Ἰουστινιανός; 483 – 13 atau 14 November 565), umumnya dikenal dengan nama Justinianus yang Agung, adalah Kaisar Romawi Timur (Bizantium) yang berkuasa dari tahun 527 hingga 565. Pada masa kekuasaannya, ia berusaha mengembalikan kejayaan kekaisaran dan menaklukkan kembali bagian barat Kekaisaran Romawi.
Ia merupakan salah satu tokoh terpenting pada abad kuno. Masa kekuasaannya ditandai dengan renovatio imperii (restorasi kekaisaran) yang ambisius. Ambisi ini ditunjukkan melalui pemulihan sebagian wilayah Kekaisaran Romawi Barat, termasuk kota Roma sendiri. Selain itu, pada masa kekuasaannya, ditulis hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang masih menjadi dasar bagi hukum masyarakat di negara-negara modern. Pada masanya pula, budaya Bizantium berkembang, dan program pembangunannya melahirkan karya-karya besar, seperti pembangunan kembali Hagia Sophia yang menjadi pusat Ortodoks Timur selama berabad-abad.
Justinianus dianggap sebagai santo oleh orang-orang yang menganut agama Ortodoks Timur. Ia juga dikenang dalam beberapa Gereja Lutheran. Ia adalah kaisar terakhir yang menuturkan Latin sebagai bahasa ibu.
Kehidupan
Justinianus lahir di Tauresium, Provinsi Dardania (letak tepatnya masih diperdebatkan, kemungkinan di dekat Lebane, Serbia Selatan, atau Taor di dekat Skopje, Republik Makedonia), tahun 483. Keluarganya yang berbahasa Latin diduga memiliki asal usul Trako-Romawi atau Illyro-Romawi. Nama ayahnya adalah Sabbatius, sedangkan ibunya bernama Vigilantia.
Kota kuno Tauresium, tempat kelahiran Justinianus I, kini merupakan bagian dari Republik Makedonia. |
Cognomen Iustinianus yang didapatnya menunjukkan bahwa ia diadopsi oleh pamannya (yang juga saudara kandung Vigilantia), Justinus. Justinus adalah seorang penjaga kekaisaran (atau excubitores). Ia membawa Justinianus ke Konstantinopel dan menjamin pendidikan anak itu. Maka Justinianus memiliki pendidikan dalam bidang yurisprudensi, teologi, dan sejarah Romawi. Ia pernah bekerja selama beberapa waktu dengan excubitores, tetapi informasi lengkap mengenai karier awalnya kurang diketahui. Penulis kronik John Malalas, yang hidup pada masa kekuasaan Justinianus, mendeskripsikan penampilan Justinianus yang pendek, berkulit putih, berambut keriting, berwajah bundar, dan rupawan. Procopius, penulis kronik lain, membandingkan penampilan Justinianus dengan kaisar tiran Domitianus, walaupun ini mungkin tidak benar.
Ketika Kaisar Anastasius mangkat pada tahun 518, Justinus dinyatakan sebagai kaisar baru, dengan bantuan dari Justinianus. Selama masa kekuasaan Justinus (518–527), Justinianus adalah tangan kanan kaisar. Ia telah menunjukkan banyak ambisi. Ketika Justinus menjadi semakin pikun pada akhir kekuasaannya, Justinianus menjadi penguasa de facto. Justinianus ditunjuk sebagai konsul pada tahun 521, dan selanjutnya menjadi komandan angkatan bersenjata timur. Setelah wafatnya Justinus I pada 1 Agustus 527, Justinianus menjadi penguasa penuh.
Sebagai penguasa, Justinianus menunjukkan semangat yang besar. Ia dikenal sebagai "kaisar yang tidak pernah tidur" dalam catatan mengenai etos kerjanya. Justinianus juga dikenal bersedia menerima nasihat dan mudah didekati. Keluarga Justinianus berasal dari latar belakang yang rendah, sehingga ia tidak memiliki dasar kekuatan di aristokrasi lama Konstantinopel. Akan tetapi, Justinianus dikelilingi oleh bawahan-bawahan yang berbakat, yang dipilih bukan berdasarkan latar belakang aristokrat, tetapi atas dasar jasa. Sekitar tahun 525, ia menikahi Theodora, seorang courtesan ("pemberi asmara" di istana) yang dua puluh tahun lebih muda darinya. Menurut hukum lama, Justinianus tak bisa menikahinya karena kelas sosialnya, tetapi Kaisar Justinus I telah mengesahkan hukum yang memperbolehkan pernikahan antar kelas sosial yang berbeda. Theodora akan menjadi tokoh yang berpengaruh dalam politik Kekaisaran, dan kaisar-kaisar selanjutnya akan mengikuti jejak Justinianus dalam menikah diluar kelas aristokrat. Pernikahan ini menimbulkan skandal, tetapi Theodora terbukti merupakan tokoh yang pintar, penilai karakter yang baik, dan pendukung terbesar Justinianus.
Ia terjangkit penyakit pes pada awal tahun 540-an, tetapi berhasil sembuh. Theodora meninggal pada tahun 548, kemungkinan karena kanker, dalam usia yang relatif muda. Justinianus, yang tertarik dengan masalah teologis dan banyak terlibat dalam debat mengenai doktrin Kristen, menjadi semakin setia kepada agama pada masa akhir hidupnya. Ketika meninggal dunia pada malam 13-14 November 565, ia tak memiliki anak. Justinianus digantikan oleh Justinus II. Jenazah Justinianus dimakamkan dalam mausoleum di Gereja Rasul Suci.
Kerusuhan Nika
Keputusan Justinianus untuk menunjuk penasihat yang efisien tetapi tidak populer telah membahayakan kedudukannya. Pada Januari 532, pengikut fraksi balap chariot di Konstantinopel, yang sebelumnya saling terpisah, bersatu melawan Justinianus dalam pemberontakan yang dikenal dengan nama kerusuhan Nika. Mereka memaksanya untuk memecat Tribonianus dan dua menteri lainnya, dan juga berusaha menjatuhkan Justinianus dan mengangkat senator Hypatius (yang merupakan keponakan kaisar Anastasius) sebagai pengganti. Kerusuhan meletus, dan Justinianus mempertimbangkan untuk lari dari ibukota, namun Theodora mencegahnya dengan berkata, "Siapapun yang telah mengenakan mahkota kekaisaran tidak boleh berpasrah melihat kehilangannya. Tak kan pernah aku melihat seharipun aku tidak disapa sebagai permaisuri." Dua hari selanjutnya, Justinianus memerintahkan jenderal Belisarius dan Mundus untuk memadamkan kerusuhan. Procopius memperkirakan bahwa 30.000 penduduk tak bersenjata tewas terbunuh di Hippodrome. Atas desakan Theodora, yang tampaknya berlawanan dengan pertimbangan sang kaisar sendiri, Justinianus menghukum mati Hypatius.
Kehancuran yang diakibatkan oleh kerusuhan memberikan Justinianus kesempatan untuk mengikat namanya dalam bangunan-bangunan baru, seperti Hagia Sophia.
Penaklukan Militer
Salah satu ciri dalam masa kekuasaan Justinianus adalah usaha pemulihan wilayah Romawi Barat yang hilang pada abad ke-5. Kaisar Justinianus tidak pernah terlibat langsung dalam peperangan, tetapi ia menunjukkan keberhasilannya dalam pengantar hukum-hukumnya, dan mengenangnya dalam karya seni. Penaklukan kembali kebanyakan dilakukan oleh jenderalnya, Belisarius.
Perang Melawan Sassaniyah (527–532)
Justinianus mewarisi permusuhan dengan Persia Sassaniyah dari pamannya. Pada tahun 530, tentara Persia berhasil dikalahkan dalam Pertempuran Dara, tetapi pada tahun-tahun berikutnya, tentara Romawi di bawah pimpinan Belisarius dikalahkan dalam Pertempuran Callinicum. Ketika raja Kavadh I dari Persia wafat (September 531), Justinianus menutup peperangan melalui "Perdamaian Abadi" (yang menghabiskan biaya 11.000 pon emas) dengan raja Persia yang baru, Khosrau I (532). Setelah mengamankan front timur, Justinianus mengalihkan perhatiannya ke Barat, tempat kerajaan-kerajaan Jermanik Aria didirikan di wilayah bekas Kekaisaran Romawi Barat.
Mosaik di Basilika Sant'Apollinare Nuovo, Ravenna, yang menggambarkan Kaisar Justinianus. Gambar ini kemungkinan merupakan potret Theodoric yang diubah. |
Kerajaan barat pertama yang diserang Justinianus adalah kerajaan milik bangsa Vandal di Afrika Utara. Raja Hilderic, yang memiliki hubungan baik dengan Justinianus dan klerus Katolik Afrika Utara, telah dijatuhkan oleh sepupunya, Gelimer tahun 530. Justinianus menentang tindakan Gelimer dan meminta agar Gelimer mengembalikan kerajaan kepada Hilderic. Akan tetapi, Gelimer menolak. Justinianus menggunakannya sebagai alasan. Dengan disetujuinya perdamaian di Timur pada tahun 532, ia mulai mempersiapkan serangannya.
Pada tahun 533, Belisarius dengan 92 dromon yang mengawal 500 kapal pengangkut, mendarat di Caput Vada (kini Ras Kaboudia) di Tunisia, dengan tentara sejumlah 15.000 orang, ditambah dengan beberapa tentara barbar. Mereka berhasil mengalahkan bangsa Vandal yang tak siaga di Ad Decimum pada 14 September 533, dan di Tricamarum pada bulan Desember. Kartago juga berhasil direbut. Raja Gelimer melarikan diri ke gunung Pappua di Numidia, dan menyerah pada musim semi berikutnya. Ia dibawa dan diarak dalam parade kemenangan di Konstantinopel. Sardinia, Korsika, Kepulauan Balearik, dan benteng Septem di dekat Gibraltar juga berhasil direbut dalam peperangan yang sama.
Prefektur Afrika, yang berpusat di Kartago, didirikan pada April 534, tetapi akan goyah di ambang kehancuran selama lima belas tahun ke depan, ditengah peperangan dengan bangsa Moor. Wilayah ini tidak sepenuhnya disatukan hingga tahun 548. Pemulihan Afrika menghabiskan biaya sekitar 100.000 pon emas.
Perang di Italia, Tahap Pertama (535-540)
Seperti di Afrika, intrik antar dinasti di Italia Ostrogoth memberikan kesempatan untuk melakukan intervensi. Raja muda Athalaric meninggal pada 2 Oktober 534, dan Theodahad memenjarakan ratu Amalasuntha (putri Theodoric dan ibu dari Athalaric) di pulau Martana. Selanjutnya, Theodahad membunuh sang ratu di tempat itu tahun 535. Kemudian, Belisarius dengan 7.500 tentara menyerang Sisilia (535), maju ke Italia, menjarah Naples, dan merebut Roma pada 9 Desember 536. Pada masa itu, Theodahad telah dijatuhkan oleh tentara Ostrogoth, yang telah memilih Vitigis sebagai raja baru mereka. Vitigis mengumpulkan tentara dan mengepung Roma dari Februari 537 hingga Maret 538 tanpa berhasil merebut kota tersebut.
Justinianus mengirim jenderal Narses ke Italia, akan tetapi ketegangan antara Narses dengan Belisarius menjadi hambatan. Milan berhasil direbut, tetapi segera dikuasai kembali dan dihancurkan oleh Ostrogoth. Justinianus menarik jenderal Narses pada tahun 539. Selanjutnya situasi mulai berpihak kepada Romawi. Pada tahun 540, Belisarius telah mencapai ibukota Ostrogoth di Ravenna. Di sana ia ditawarkan gelar Kaisar Romawi Barat oleh Ostrogoth. Sementara itu, di saat yang sama, utusan Justinianus datang untuk menegosiasikan perdamaian yang akan memberikan wilayah di sebelah utara sungai Po kepada orang-orang Goth. Belisarius berpura-pura menerima tawaran, memasuki Ravenna pada Mei 540, dan merebutnya kembali untuk kekaisaran. Selanjutnya, setelah dipanggil kembali oleh kaisar, Belisarius kembali ke Konstantinopel dengan membawa Vitigis dan istrinya Matasuentha.
Perang Melawan Sassaniyah (540-562)
Setelah pemberontakan terhadap Bizantium di Armenia pada akhir tahun 530-an, dan kemungkinan termotivasi atas permohonan duta-duta Ostrogoth, Raja Khosrau I melanggar "Perdamaian Abadi" dan menyerbu wilayah Romawi pada musim semi tahun 540. Ia menjarah Beroea dan Antiokhia, mengepung Dara, dan menyerang kerajaan satelit Lazica yang kecil tetapi penting. Khosrau I menuntut upeti kepada setiap kota yang dilaluinya. Ia memaksa Justinianus I membayar 5.000 pon emas, ditambah 500 pon emas setiap tahun.
Belisarius tiba di Timur pada tahun 541. Akan tetapi, setelah sempat berhasil, ia ditarik kembali ke Konstantinopel tahun 542. Alasan penarikan kembali sang jenderal tidak diketahui, kemungkinan karena adanya rumor mengenai ketidaksetiaan jenderal. Merebaknya penyakit pes meredakan pertempuran pada tahun 543. Pada tahun berikutnya, Sassaniyah berhasil mengalahkan 30.000 tentara Bizantium, tetapi tidak berhasil merebut kota Edessa. Akhirnya, pada tahun 545, gencatan senjata disetujui di front selatan Romawi-Persia. Setelah itu, Perang Lazica di utara berlanjut selama beberapa tahun, hingga disetujuinya gencatan kedua pada tahun 557. Maka Perdamaian 50 Tahun disetujui pada tahun 562. Dalam perdamaian itu, Sassaniyah setuju untuk meninggalkan Lazica, dengan ganti Romawi harus menyerahkan upeti 400 atau 500 pon emas (30.000 solidi) per tahun.
Perang di Italia, Tahap Kedua (541-554)
Sementara usaha militer diarahkan ke timur, situasi di Italia semakin memburuk. Di bawah pimpinan raja Ildibad, Eraric (keduanya dibunuh tahun 541), dan terutama Totila, Ostrogoth dengan cepat membalikkan keadaan. Setelah kemenangan di Faenza tahun 542, mereka merebut kembali kota-kota utama di Italia Selatan, dan segera menguasai seluruh semenanjung. Belisarius dikirim kembali ke Italia pada akhir tahun 544, tetapi kekurangan pasukan. Ia dicopot dari komandonya pada tahun 548 karena tak membuat kemajuan.
Pada periode ini, kota Roma berganti tangan selama tiga kali: pertama direbut oleh Ostrogoth pada Desember 546, lalu ditaklukan kembali oleh Bizantium tahun 547, dan selanjutnya dikuasai kembali oleh Goth pada Januari 550. Totila juga menjarah Sisilia dan menyerang pantai Yunani. Akhirnya, Justinianus mengirim tentara sejumlah 35.000 orang (2.000 dipisah dan dikirim untuk menyerbu wilayah Visigoth di Spanyol selatan) di bawah komando Narses. Tentara Bizantium mencapai Ravenna pada Juni 552, dan mengalahkan Ostrogoth dalam Pertempuran Busta Gallorum di Pegunungan Apennini. Pada pertempuran tersebut, Totila tewas. Setelah pertempuran kedua di Mons Lactarius pada bulan Oktober, perlawanan Ostrogoth berhasil dipatahkan. Pada tahun 554, serangan besar orang-orang Frank berhasil digagalkan dalam Pertempuran Casilinum, dan Italia telah dikuasai oleh Romawi Timur, meskipun Narses memerlukan waktu beberapa tahun untuk menghabisi sisa-sisa benteng Goth. Pada akhir perang, Italia dijaga oleh tentara sejumlah 16.000 orang. Penguasaan kembali Italia telah menghabiskan biaya sebesar 300.000 pon emas.
Peperangan Lain
Kekaisaran Romawi Timur menyerang wilayah Visigoth di Spanyol, ketika Athanagild meminta dukungan dalam pemberontakan melawan raja Agila. Pada tahun 552, Justinianus mengirim tentara sejumlah 2.000 orang di bawah pimpinan Liberius. Bizantium berhasil merebut Cartagena dan kota-kota lain di pantai tenggara dan mendirikan provinsi Spania sebelum diperiksa oleh bekas sekutu mereka, Athanagild, yang telah menjadi raja. Perang ini menandai puncak perluasan kekuasaan Bizantium.
Pada masa Justinianus, Balkan diserang oleh orang-orang Turkik dan Slavia, yang tinggal di sebelah utara sungai Donau. Maka sang kaisar berusaha menggabungkan diplomasi dengan pembangunan sistem pertahanan. Pada tahun 559, serangan orang-orang Sklavinoi dan Kutrigur di bawah pimpinan Zabergan mengancam Konstantinopel, tetapi mereka berhasil diusir oleh jenderal Belisarius yang telah menua.
Hasil
Wilayah Kekaisaran Bizantium. Warnah merah menunjukkan wilayah saat Justinianus naik takhta tahun 527, sedangkan warna jingga merupakan wilayah ketika Justinianus wafat tahun 565. |
Konstantinopel sendiri tidak aman dari serangan orang-orang barbar di utara. Dalam usahanya untuk merestorasi Kekaisaran Romawi kuno, Justinianus menghabiskan sumber daya Romawi Timur, sementara ia gagal untuk melihat kenyataan yang telah berubah pada Eropa abad ke-6. Bahkan dikatakan bahwa keberhasilan militer Justinianus kemungkinan menumbuhkan bibit kejatuhan kekaisaran.
Sumber: http://id.wikipedia.org
Artikel Lainnya:
No Response to "Kaisar Justinianus I dan Penaklukan Militernya"
Posting Komentar