Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
,
Perang di Asia
Perang yang dipimpin AS di Afghanistan memasuki tahun yang ke-10, namun masa depan negara tersebut dilanda ketidakpastian seiring tidak tampak tanda-tanda berakhirnya kekerasan di negara tersebut.
Ketika pesawat-pesawat tempur AS mulai membombardir titik-titik sarang Taliban dan Al Qaeda pada malam 7 Oktober 2001, para pemimpin dari seluruh dunia berdiri di belakang Operation Enduring Freedom, yang bertujuan untuk melenyapkan tempat perlindungan jaringan Al Qaeda di Afghanistan setelah serangan 11 September.
Tapi, sembilan tahun berselang, saat perang semakin berlanjut dan korban jiwa di kubu pasukan Barat semakin meningkat, bahkan para sekutu terdekat Amerika menyuarakan kekhawatiran mengenai kemungkinan keberhasilan perang tersebut. Belanda sudah menarik keluar pasukannya, dan berikutnya adalah giliran pasukan Kanada.
Pasukan internasional membutuhkan waktu kurang dari dua bulan untuk menggulingkan pemerintahan Taliban, yang diklaim melindungi Osama bin Laden, dari Kabul.
Sebagian besar gerilyawan Taliban menyamarkan diri sebagai warga biasa Afghanistan atau berpindah ke Pakistan bersama dengan para gerilyawan Al Qaeda.
Taliban kemudian menghimpun kembali kekuatan dan memperluas kendali mereka di kawasan selatan dan timur Afghanistan saat perhatian pemerintah AS digeser ke Irak pada tahun 2003. Kini, para gerilyawan Taliban ada di hampir semua provinsi.
Dukungan masyarakat untuk perang Afghanistan semakin memudar di semua negara Barat. AS mengurangi ambisinya, dari semula mendirikan "demokrasi bergaya Barat di Afghanistan" menjadi "mengganggu, membongkar, dan mengalahkan Al-Qaeda."
AS juga berusaha mencari cara yang terhormat untuk menarik keluar pasukan, bahkan jika melibatkan kesepakatan untuk berbagi kekuasaan dengan para pemimpin Taliban di Kabul.
Untuk memungkasi perang di Afghanistan, Presiden AS Barack Obama memerintahkan pengiriman 30.000 prajurit tambahan dengan harapan tambahan pasukan dapat membalikkan keunggulan dalam perang. Ia juga menetapkan tenggat waktu awal penarikan pasukan pada musim panas mendatang.
Hampir setiap warga Afghanistan, termasuk Presiden Hamid Karzai, khawatir jika sekutu Barat mereka meninggalkan Afghanistan sebelum mereka siap mengambil alih tanggung jawab keamanan.
Pekan lalu, Karzai mendesak pasukan keamanannya agar bersiap saat pasukan NATO mungkin menarik diri "jika mereka sudah tidak lagi mendapati kepentingan mereka di sini (Afghanistan)."
Seiring tidak adanya harapan perdamaian di hadapan mata, warga Afghanistan merasa amat kecewa terhadap pemerintahan mereka dan menolak kehadiran pasukan asing. Mereka lelah dengan kekerasan yang memakan korban warga sipil.
"Dalam sembilan tahun terakhir, kami telah mengorbankan banyak hal dan hidup di bawah ancaman serangan bom udara NATO," kata Mohammad Nasim, 53, seorang guru di Kabul.
"Kami, warga Afghanistan, sudah siap berkorban lebih hanya jika kami tahu bahwa perang ini akan berakhir suatu hari nanti," katanya.
"Tapi, seperti yang kami lihat sekarang, (perang ini) tidak akan pernah berakhir karena NATO tidak bersedia memindah peperangan ke Pakistan, tempat persembunyian para pemimpin Taliban," tambahnya.
Para pejabat Barat dan Afghanistan menuding Pakistan memberikan toleransi terhadap para gerilyawan Al Qaeda dan Taliban yang bersembunyi di wilayah mereka dan merancang serangan dari sana.
Pakistan, yang merupakan sekutu AS, mengatakan bahwa pihaknya memerangi gerilyawan dan tidan siap membiarkan pasukan NATO masuk.
Karena khawatir bahwa Barat tidak akan pernah mengalihkan perang ke Pakistan dan Kabul mungkin jatuh ke tangan Taliban setelah pasukan asing keluar, Karzai meningkatkan upaya mengakhiri perang dengan merangkul Pakistan serta negara-negara Islam lain agar membantu memerantarai kesepakatan damai dengan para gerilyawan Taliban yang tertarik melakukan rekonsiliasi.
Presiden menunjuk dewan perdamaian yang beranggotakan 70 orang pekan lalu untuk memandu upaya merangkul Taliban.
AS sebelumnya mengatakan pihaknya mendukung pembicaraan dengan para anggota Taliban yang meninggalkan kekerasan dan menerima konstitusi. Obama dan para jenderalnya juga mengatakan bahwa AS tidak merencanakan eksodus massal pada bulan Juli 2011, tenggat waktu penarikan pasukan, namun penarikan pasukan akan dilakukan berdasarkan pada kondisi keamanan di lapangan.
"Saat Obama mengumumkan tanggal penarikan, itu merupakan pertanda yang cukup bagi Taliban," kata Waheed Muzhda, seorang mantan anggota Taliban yang kini menjadi seorang pengamat politik.
"Sekarang mereka tahu bahwa pasukan asing akan angkat kaki, cepat atau lambat. Jadi, mereka hanya tinggal duduk dan menunggu mereka (pasukan asing) keluar," tambahnya.
"Mengapa pula Taliban mau berbagi pemerintahan di Kabul jika mereka tahu mereka ada di posisi yang unggul?" tanya Muzhda. (dn/nk)
Sumber: http://suaramedia.com
Artikel Lainnya:
No Response to "10 Tahun Masa Perang, Bagaimana Afghanistan Kini?"
Posting Komentar