Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
Salah seorang raja Jawa yang juga terkenal adalah Sultan Agung, bertahta di Mataram tahun 1613 - 1645 Masehi. Pada masa pemerintahannya inilah Mataram mencapai puncak kejayaannya. Dia pula yang menyerang Belanda di Batavia tahun 1628 dan 1629. Hanya saja karena jalannya sejarah belum menghendaki penjajah kulit putih itu pergi dari bumi Indonesia, usaha Sultan Agung gagal.
Tetapi semua orang mengakui kehebatan Sultan Agung, sebagai raja ia birokrat yang pandai mengatur administrasi pemerintahan, sebagai politikus ia juga berhasil menjaga stabilitas negara dan membawa negaranya ke puncak kejayaan. Sebagai pribadi ternyata ia juga memperhatikan seni budaya di negerinya.
Karya sastranya Sastra Gendhing dan lahirnya penanggalan Jawa baru yang dimulai 8 Juli 1633, buku Babad Kerajaan Mataram yang lebih dikenal dengan sebutan Babad Tanah Jawi, merupakan tanda kepeduliannya terhadap budaya Jawa.
Ia juga dikenal sakti, mampu dalam sekejap mata sampai di tanah Arab sehingga beredar cerita raja Jawa ini selalu shalat Jum’at di Mekah. Dan banyak lagi cerita tentang kesaktian Sultan Agung seperti tentang ucapan saktinya yang membuat salah seorang punggawanya tidur tanpa pernah bangun lagi di pajimatan Imogiri.
Pajimatan Imogiri yang terkenal sebagai makam raja-raja Mataram dibangun pada masa pemerintahan Sultan Agung. Waktu itu ada seorang punggawa yang duduk di tangga sampai tertidur. Kebetulan Sultan Agung lewat, ketika ditanya punggawa itu mengatakan enak tidur di situ.
“Kalau begitu, tidurlah terus di situ,” ucap Baginda.
Dan betul punggawa itu tidur kembali tapi tidak pernah bangun lagi.
Tetapi baik Sastra Gendhing maupun Babad Tanah Jawi tidak pernah menyinggung-nyinggung tentang wajah, sifat dan perangai Sultan Agung. Justru berita tentang diri Sultan Agung lebih banyak bersumber dari orang Belanda yang pernah menjadi tawanan di Mataram maupun mereka yang pernah berkunjung ke pusat pemerintahan Mataram.
Seperti bukunya De Jonge ‘De Opkomst van het Oost Indie terbitan Den Haag, kemudian dikutip sejarahwan Belanda Dr HJ De Graaf dalam ‘Puncak Kekuasaan Mataram’, kesan pertama yang diperoleh orang Belanda, Sultan Agung tidak bisa dianggap remeh.
Wajahnya keras tetapi sekaligus arif bijaksana, kaisar dengan dewan penasehatnya, memerintah dengan keras sebagaimana negara besar lainnya Itu kesan yang didapat Balthasar van Eyndhoven dan Van Surck yang pergi ke Mataram tahun 1614 ketika memberikan ucapan selamat atas diangkatnya Sultan Agung menjadi raja.
Dr H de Haen datang ke Mataram tahun 1622 menceritakan badan Sultan Agung bagus, lebih hitam dari kebanyakan kulit orang Jawa, hidung kecil dan tidak pesek, mulut datar agak lebar, keras dalam bicara namun lamban iramanya, wajah tenang, bulat, dan tampak cerdas.
Sedang pakaiannya tidak berbeda dengan umumnya orang Jawa. Sebilah keris terselip di bagian depan, ikat pinggang dari emas yang disebut sabuk. Pada jari-jarinya terpasang cincin dengan intan yang gemerlapan.
Jan Vos utusan Belanda lainnya yang datang tahun 1624 juga menyebut-nyebut tentang cicin gemerlapan yang dipakai oleh raja Mataram ini. Utusan-utusan Belanda umumnya berkesimpulan Sultan Agung orangnya tegas, dan selalu haus ilmu pengetahuan. Ia mempelajari peta dunia, menanyakan nama-nama Gubernur Jenderal Belanda, dan beberapa ilmu pengetahuan dari utusan Belanda yang datang. Ia juga mempelajari huruf Latin dan mempunyai keinginan untuk mempelajari bahasa Belanda.
Tetapi semua orang mengakui kehebatan Sultan Agung, sebagai raja ia birokrat yang pandai mengatur administrasi pemerintahan, sebagai politikus ia juga berhasil menjaga stabilitas negara dan membawa negaranya ke puncak kejayaan. Sebagai pribadi ternyata ia juga memperhatikan seni budaya di negerinya.
Karya sastranya Sastra Gendhing dan lahirnya penanggalan Jawa baru yang dimulai 8 Juli 1633, buku Babad Kerajaan Mataram yang lebih dikenal dengan sebutan Babad Tanah Jawi, merupakan tanda kepeduliannya terhadap budaya Jawa.
Ia juga dikenal sakti, mampu dalam sekejap mata sampai di tanah Arab sehingga beredar cerita raja Jawa ini selalu shalat Jum’at di Mekah. Dan banyak lagi cerita tentang kesaktian Sultan Agung seperti tentang ucapan saktinya yang membuat salah seorang punggawanya tidur tanpa pernah bangun lagi di pajimatan Imogiri.
Pajimatan Imogiri yang terkenal sebagai makam raja-raja Mataram dibangun pada masa pemerintahan Sultan Agung. Waktu itu ada seorang punggawa yang duduk di tangga sampai tertidur. Kebetulan Sultan Agung lewat, ketika ditanya punggawa itu mengatakan enak tidur di situ.
“Kalau begitu, tidurlah terus di situ,” ucap Baginda.
Dan betul punggawa itu tidur kembali tapi tidak pernah bangun lagi.
Tetapi baik Sastra Gendhing maupun Babad Tanah Jawi tidak pernah menyinggung-nyinggung tentang wajah, sifat dan perangai Sultan Agung. Justru berita tentang diri Sultan Agung lebih banyak bersumber dari orang Belanda yang pernah menjadi tawanan di Mataram maupun mereka yang pernah berkunjung ke pusat pemerintahan Mataram.
Seperti bukunya De Jonge ‘De Opkomst van het Oost Indie terbitan Den Haag, kemudian dikutip sejarahwan Belanda Dr HJ De Graaf dalam ‘Puncak Kekuasaan Mataram’, kesan pertama yang diperoleh orang Belanda, Sultan Agung tidak bisa dianggap remeh.
Wajahnya keras tetapi sekaligus arif bijaksana, kaisar dengan dewan penasehatnya, memerintah dengan keras sebagaimana negara besar lainnya Itu kesan yang didapat Balthasar van Eyndhoven dan Van Surck yang pergi ke Mataram tahun 1614 ketika memberikan ucapan selamat atas diangkatnya Sultan Agung menjadi raja.
Dr H de Haen datang ke Mataram tahun 1622 menceritakan badan Sultan Agung bagus, lebih hitam dari kebanyakan kulit orang Jawa, hidung kecil dan tidak pesek, mulut datar agak lebar, keras dalam bicara namun lamban iramanya, wajah tenang, bulat, dan tampak cerdas.
Sedang pakaiannya tidak berbeda dengan umumnya orang Jawa. Sebilah keris terselip di bagian depan, ikat pinggang dari emas yang disebut sabuk. Pada jari-jarinya terpasang cincin dengan intan yang gemerlapan.
Jan Vos utusan Belanda lainnya yang datang tahun 1624 juga menyebut-nyebut tentang cicin gemerlapan yang dipakai oleh raja Mataram ini. Utusan-utusan Belanda umumnya berkesimpulan Sultan Agung orangnya tegas, dan selalu haus ilmu pengetahuan. Ia mempelajari peta dunia, menanyakan nama-nama Gubernur Jenderal Belanda, dan beberapa ilmu pengetahuan dari utusan Belanda yang datang. Ia juga mempelajari huruf Latin dan mempunyai keinginan untuk mempelajari bahasa Belanda.
Artikel Lainnya:
No Response to "Sultan Agung Ke Arab Dalam Sekejap"
Posting Komentar