Posted by Rifan Syambodo
Categories:
Label:
Fakta Perang
Dalam suatu taklim bersama Allahuyarham Ustadz Rahmat Abdullah awal medio 1990-an di pinggiran Jakarta, dengan suara perlahan namun intonasi yang tegas, beliau berkata, “Hindarilah penggunaan istilah ‘Timur Tengah’ dalam tulisan dan keseharian. Pakailah istilah ‘Dunia Arab’. Kedua istilah ini mengandung ideologi yang amat berbeda.”
“Istilah Timur Tengah yang banyak dipakai media massa negeri ini untuk menyebut Jazirah Arab,“ ujarnya, “…sesungguhnya secara implisit memasukkan dan mengakui adanya ‘Zionis-Israel’ sebagai kaum yang memiliki hak hidup di Arab. Secara ideologis kita turut mengamini adanya penjajahan mereka terhadap bangsa Palestina. Padahal secara akidah Islam, hal ini tentu tidak bisa dibenarkan. Sebab itu, kita seharusnya mengembalikan istilah asli wilayah ini dengan sebutan ‘Jazirah Arab’ atau ‘Dunia Arab’. Dengan digunakannya istilah asli ini, maka keberadaan Zionis di Palestina menjadi haram, ilegal. Ini adalah sikap ideologis yang benar yang harus dimiliki setiap aktivis dakwah.”
Di lain waktu dan tempat, dalam taklim bersama Ustadz Abu Ridho, beliau juga menyinggung hal yang lebih kurang sama. Beliau antara lian berkata jika di dalam keseharian, kita seharusnya menggunakan istilah ‘Zionis-Israel’. Baik dalam tulisan maupun perkataan. Ini untuk mempertegas sikap pembelaan kita terhadap bangsa Palestina dan membuka mata dunia jika Israel yang sekarang ini adalah Israel yang sangat rasis dan harus dilawan.
Pemaparan Ustadz Rahmat Abdullah dan Ustadz Abu Ridho yang jelas dan tegas seperti di atas terngiang kembali manakala suara organisasi massa Islam, dan juga partai politik yang memanfaatkan label Islam, terpecah menyikapi rencana perayaan HUT Zionis Israel ke-63 di Jakarta, 14 Mei 2011.
Front Pembela Islam (FPI) secara tegas mengecam dan menolak rencana ini. Bahkan FPI telah bertekad untuk melakukan aksi sweeping rencana yang bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 ini.
Hal serupa dikemukakan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), KH. Hasyim Muzadi yang mengatakan sebaiknya kelompok Yahudi Indonesia membatalkan rencana itu. “Lebih baik tidak ada, daripada membuat kontroversi. Bukannya saya keras itu tidak boleh, tapi kontroversi itu (akan) membuat repot pemerintah,” ujar Hasyim Muzadi di Jakarta (11/5). Namun jika mereka ngotot, Hasyim mengatakan dia tidak bisa mencegah dan pihak penyelenggara harus menerima resikonya sendiri. “…kan dia sudah tahu itu kontroversi, makanya ada risikonya membuat itu.”
Berbeda dengan FPI dan KH. Hasyim Muzadi, Gerakan Pemuda Islam (GPI), seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal GPI Tubagus Muhammad Solehudin, malah menyatakan rencana peringatan HUT Zionis Israel di Jakarta itu tidak perlu dipermasalahkan. “Kalau diperbolehkan oleh pemerintah silakan, asalkan tidak mengganggu ketertiban umum, tidak masalah,” ujar Tubagus Muhammad Solehudin, di Markas GPI Menteng, Jakarta Pusat (11/5).
Menurut Soleh, keberadaan orang Yahudi di Indonesia terus berkembang, dan tidak bisa dirahasiakan lagi. “Sebagian masyarakat di Jakarta sudah mengetahui orang Yahudi yang berkerja di Jabotabek,” tuturnya seraya berpesan agar para penganut Yahudi di Indonesia mendesak Israel menghentikan aksi kekerasannya di Palestina. Sebuah himbauan yang utopis, jika tidak dikatakan sebagai ahistoris.
Senada dengan Solehudian, Nasir Jamil juga tidak mempermasalahkan rencana itu. “Kalau mereka merayakannya di tempat tertutup dan hanya untuk komunitas mereka sendiri, saya pikir masih bisa ditolerir,” ujar politisi dari PKS yang pernah mengutip Injil Matius untuk memperkuat argumennya ini.
Tiga Hal Penting
Dalam berbagai wawancaranya, Unggun Dahana yang menjadi inisiator acara perayaan HUT Israel di Jakarta mengklaim jika perayaan “kemerdekaan Israel” merupakan gerakan umat Kristiani untuk mendukung Israel dan Yahudi secara terbuka. “Di samping itu, kami juga sangat mendukung dibukanya jalur perdagangan antara Indonesia dan Israel,” ujarnya.
Unggun juga membenarkan jika acara ini merupakan langkah awal dari gerakan umat Kristen Indonesia untuk mendukung Israel dan Yahudi secara terbuka. “Selama ini umat Kristen takut-takut. Dengan cara ini saya menghimbau untuk mendukung Yahudi dan Israel secara terbuka. Mendukung perdagangan Israel dan Indonesia,” ujar Unggun seperti dilansir Inilah.com.
Selain itu, acara kontroversial ini juga akan dihadiri oleh utusan dari Komunitas Yahudi di Singapura dan diliput oleh jurnalis Israel yang akan datang langsung ke Jakarta.
Ada beberapa hal yang bisa dikritisi dari pernyataan Unggun Dahana, di antaranya:
Pertama, pernyataan tentang istilah “Kemerdekaan Israel”,
Kedua, klaim dia tentang gerakan umat Kristiani mendukung Israel dan Yahudi secara terbuka,
Ketiga, adanya Singapore-Jews Connection dan juga hadirnya jurnalis Israel yang akan meliput perayaan ini.
Ketiga hal di atas akan dipaparkan satu-persatu dalam tulisan ini agar kita semua dapat memahami dengan benar, mendudukkan sesuatu sesuai dengan kapasitasnya, dan tidak salah dalam menilai kasus ini.
Istilah “Kemerdekaan Israel”
Unggun Dahana dan para kolaborator Zionis-Israel lainnya, termasuk Abdurrahman Wahid, sering menggunakan istilah “Kemerdekaan Israel”. Yang jadi pertanyaan, “Kapan Israel pernah dijajah?” Di sini, siapa yang menjajah dan siapa yang dijajah harus didudukan secara jelas dan benar.
Mari kita telusuri apa dan bagaimana sesungguhnya “Negara Israel” terbentuk.
Apa yang dinamakan sebagai “Negara Israel” memiliki akar sejarah yang sangat panjang. Namun satu hal yang harus ditekankan, jika Tanah Palestina yang sekarang diklaim secara sepihak menjadi wilayah Israel, dulunya disebut sebagai Tanah Kana’an dan bangsa asli yang mendiami wilayah itu dinamakan sebagai bangsa Filistin atau Palestina. Dari sebutan ini saja sudah bisa dibuktikan jika pemilik sah dari tanah ini adalah bangsa Palestina, bukan Israel. Namun kaum Zionis sering mengemukakan dalilnya sendiri, terkait hal ini. [rz]
Bersambung...
Sumber: http://www.eramuslim.com
Artikel Lainnya:
No Response to "Siapakah Zionis Israel Itu? (1)"
Posting Komentar